(Pertambangan pasir laut - Makassar, Sulawesi Selatan)
Wajah Daeng Sahabu, nelayan di Pulau Kodingareng, Makasar, Sulawesi Selatan, terlihat lesu menyaksikan pertambangan pasir merusak terumbu karang tempat ia biasa mengambil ikan - warga menyebut area itu Coppong Lompo dan Coppong Cadi.
"Ikan tenggiri dulunya dapat 10 ekor satu hari, sekarang satu saja sulit. Coppong itu seperti kota mati [dasar lautnya], ikan menghilang karena terumbu karangnya rusak oleh tambang," kata Sahabu kepada wartawan Darul Amri yang melaporkan untuk BBC News Indonesia di Pulau Kodingareng, Sabtu (22/5/2021).
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, kapal penambang pasir berukuran 230 meter dan beroperasi sejak Februari tahun lalu mampu membawa puluhan ribu kubik pasir laut dalam sehari untuk proyek reklamasi Makassar New Port (MNP) yang diklaim akan menjadi pelabuhan termegah di wilayah Indonesia timur.
Baca juga: Izin Tambang Emas di Sangihe Disebut 42.000 Hektar, Bupati: Hanya 60 Hektar
Akibatnya, ia dan nelayan lain enggan melaut karena selalu merugi. Bibir Sahabu yang bekerja sebagai nelayan pancing gemetar saat menceritakan perjuangannya dalam bertahan hidup.
"Saya harus menggadaikan semua emas hingga perahu. Bahkan tiga anak saya kini terancam tidak bisa melanjutkan studinya," kata Sahabu.
Pengalaman serupa juga dialami Kenna, istri nelayan, yang terus berutang untuk membeli kebutuhan sehari-hari karena pendapatan suami yang hanya Rp 10.000 hingga merugi setiap kali melaut.
"Biasa pinjam beras, pinjam gula dan dibayar kalau dapat ikan. Kalau ada penambang [kapal] begitu [terguncang] jantungku, mau sekali saya ke atas [kapal]," kata Kenna sambil menyeka air mata.
Baca juga: Berencana IPO Juni 2021, Perusahaan Tambang Emas Archi Tawarkan Harga Saham Rp 750-800
"Tambang pasir laut itu berbahaya bagi ekologi laut dan kehidupan sosial masyarakat di pulau-pulau kecil yang sangat miskin dan sangat bergantung pada pelestarian lautnya," jelas Direktur Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin.
Selain dituduh "merusak" kehidupan nelayan di Pulau Kodingareng, dalam catatan Walhi, tambang pasir juga diklaim sebagai penyebab abrasi yang merusak 27 rumah dan fasilitas umum di garis pantai.
Seperti di pesisir pantai Desa Sampulungan, Kabupaten Takalar yang berjarak sekitar 27 kilometer dari Kota Makassar.
Baca juga: Sidang 3 Warga Penolak Tambang Galian C di PN Banyuwangi Diwarnai Unjuk Rasa Ratusan Warga
"Abrasi itu akibat penambangan pasir karena sebelumnya tidak ada. Itu kuburan yang sudah lama terkena abrasi sejak tambang operasi," kata Darwin Daeng Taba, warga Sampulungan, yang dapur rumahnya rusak tergerus air laut.
Saat dikonfirmasi, Pelindo IV Makassar selaku pemrakarsa proyek tambang pasir untuk reklamasi megaproyek MNP menjawab singkat.
"Tamat ini, sudah tidak ada lagi reklamasi di MNP," jawab Corporate Secretary PT Pelindo IV (Persero), Dwi Rahmad Toto melalui pesan singkat.
Baca juga: Kampoeng Reklamasi Bangka, Bekas Tambang Kini Jadi Lahan Konservasi