Berkebalikan dengan stalaktit, stalagmit punya proporsi yang lebih tebal dan tumbuh di dasar. Bentuk runcing stalagmit juga kebalikan stalaktit, justru menjulang ke atas.
Di Gua Mahakarya ini, pengunjung masih bisa menjumpai sejumlah bagian dari stalaktit yang meneteskan air seperti yang terjadi di ruang pertama gua.
Baca juga: Aturan Baru Bupati Sumenep untuk Keraton Sumenep, Tak Boleh Setel Musik Modern
Heningnya suasana di dalam gua membuat suara tetesan air dari stalaktit terdengar lumayan menggema.
Di salah satu sudut langit-langit ruang pertama ini terdapat lubang besar berdiameter sekira lima meter yang mengalirkan udara segar dan sinar mentari.
Kehadiran lubang itu membantu ruangan menjadi lebih terang serta memasok udara ke dalam gua.
Jika cuaca cukup bagus, sinar mentari yang menembus ranting-ranting pepohonan yang tumbuh di bagian atas sekitar lubang akan menghasilkan pendaran-pendaran indah ke dalam gua.
Baca juga: Tak Masuk DPT, Cabup Sumenep Fattah Mencoblos dengan Pemilih Tambahan
Di ruang kedua Gua Mahakarya meski telah dipasangkan lampu bertenaga surya di beberapa bagiannya, kondisinya lebih gelap dari ruang pertama.
Di sini kita bisa melihat ada stalagmit dengan beberapa bagian permukaannya berpendaran cahaya seperti bersinar kelap-kelip. Mirip sekali bintang-bintang di langit saat malam.
Oleh masyarakat, batu-batu itu dinamai sebagai batu bintang.
Kelap-kelip tadi berasal dari butiran-butiran berukuran mikro yang terperangkap pada lubang-lubang kecil seukuran ujung pentul korek api.
Sebetulnya stalagmit dengan pendaran cahaya mirip gugusan bintang ini merupakan bagian dari proses endapan mineral karena tetesan air dari kalsit yang menghasilkan mutiara gua atau cave pearl.
Baca juga: Mengenal Kucing Busok, Leopard dari Pulau Raas Madura dan Upaya Diakui Dunia
Gua dengan koleksi bebatuan kalsit bak kelap-kelip bintang seperti ini juga terdapat di Gua Pindul, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nah, di ruang kedua ini pengunjung dapat melihat sosok batuan stalagmit berjenis flowstone, dikenal juga sebagai batu alir.
Batuan ini merupakan endapan dari kalsium karbonat, gipsum, dan bahan mineral lain yang terakumulasi dari miliaran kali tetesan air yang menetes perlahan ke permukaan atau dinding gua.
Kandungan mineral termasuk kalsit ini kemudian menyelubungi bongkahan batu atau tanah.
Baca juga: Mencicipi Nasi Buk, Kuliner Khas Madura yang Berkembang di Kota Malang