Melalui donasi ini juga, Jazir berharap agar kekuatan alutsista pertahanan dapat diperkuat terutama untuk TNI AL yang memiliki tantangan tugas berat.
"Laut itu sulit sekali diawasi sehingga perlu banyak kapal selam untuk negara maritim yang sangat luas ini, sementara armada AL kita hanya sedikit. Seyogianya TNI AL diperkuat dengan armada kapal yang lebih banyak terutama kapal selam," kata Jazir.
Baca juga: Terinspirasi Patriotisme Rakyat Aceh, Masjid Jogokariyan Galang Dana untuk Beli Kapal Selam Baru
Senada dengan itu, menurut pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie perlu dilakukan revolusi anggaran pertahanan dengan menggunakan basis kemampuan ataupun basis ancaman - tidak seperti sekarang yang menggunakan basis anggaran.
"Hitungan dalam disertasi saya itu tujuh persen dari PDB (produk domestik bruto), berarti tujuh kali lipat dari hari ini sebesar Rp 137 triliun. Jadi dilakukan revolusi modernisasi besar-besaran mengejar ketertinggalan. Lalu tahun berikutnya turun bertahap, karena tinggal pemeliharaan," kata Connie.
Baca juga: TNI AL Klaim KRI Nanggala-402 Aktif Latihan di 3 Tahun Terakhir
Musibah KRI Nanggala merupakan "pukulan keras" untuk segera dilakukan revolusi anggaran pertahanan. Jika tidak dilakukan dan masih menggunakan basis anggaran, maka musibah-musibah di masa mendatang sulit terelakan.
"Kalau masih menggunakan budget base, jangan kaget kalau besok-besok ada musibah lagi, ditambah lagi dari anggaran yang ada 70 persennya buat anggaran rutin, jadi untuk modernisasi dan peremajaan itu hanya 30 persen," kata Connie.
Connie mencontohkan, Indonesia harusnya memiliki setidaknya 12 kapal selam, namun kenyataanya hanya ada 5 unit dan satu telah tenggelam.
Baca juga: Jokowi Berikan Bantuan Rumah untuk Para Istri Awak KRI Nanggala-402 yang Gugur
Sementara itu, Indonesia juga memiliki 282 kapal perang yang terdiri dari 7 fregat, 24 jenis korvet, 5 unit kapal selam, 156 kapal patroli dan 10 kapal penyapu ranjau.
Sementara di sisi lain, luas perairan Indonesia lebih dari 5,8 juta kilometer persegi sementara daratan hanya 2 juta kilometer persegi yang tersebar di 17.499 pulau.
Untuk alokasi anggaran militer Indonesia, sebagian besar tersalurkan pada belanja matra darat.
Data yang dihimpun dari Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI 2020 mengungkapkan pada tahun 2019, anggaran untuk TNI AD sebesar Rp 44,96 miliar, TNI AL sebesar Rp 17,44 miliar dan TNI AU sebesar Rp 13,76 miliar.
Di tahun 2020, anggaran untuk TNI AD juga paling besar yaitu Rp 55,92 miliar, lalu diikuti TNI AL Rp 22,08 miliar dan TNI AU Rp 15,50 miliar.
Sementara untuk program modernisasi alutsista pada tahun 2020, Kementerian Pertahanan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10,86 triliun, yang terdiri dari Rp 4,59 triliun untuk matra darat, Rp 4,16 triliun untuk matra laut dan Rp 2,11 triliun untuk matra udara.
Baca juga: [HOAKS] KRI Nanggala 402 Hancur Ditorpedo Kapal Selam China 093B
Di antaranya adalah jatuhnya Pesawat Hercules C-130 TNI AU di Medan pada 30 Juni 2015 yang menyebabkan 122 orang meninggal, kemudian jatuhnya pesawat tempur Hawk Mk-209 di Riau 15 Juni 2020.