Sejumlah tuntutan Kompak disampaikan dalam gugatan tersebut.
Pada, Selasa (18/8/2020), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan mengabulkan sebagian tuntutan Kompak.
Seperti meminta Gubernur Kaltim, melanjutkan penyusunan Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta memastikan alokasi wilayah tangkap bagi nelayan tradisional.
Kemudian, hakim juga mengabulkan tuntatan perda mengenai sistem informasi lingkungan hidup yang mencakup sistem peringatan dini yang dibuat Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan dan Bupati PPU.
Pemkab PPU hanya sedang menyusun Perda tersebut jauh sebelum putusan sehingga hakim meminta untuk melanjutkan.
Selain itu, hakim juga memerintahkan Menteri LHK menerbitkan Permen tentang sistem informasi lingkungan hidup sebagai peringatan dini jika ada potensi ancaman dan peraturan tentang penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Selain Menteri LHK, hakim juga memerintahkan Menteri Perhubungan (menhub) untuk menyusun prosedur penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut atau protap tier 3.
Lakukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim
Tak puas karena hanya sebagian tuntutan dikabulkan, para penggugat Kompak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim, pada 2 September 2020.
Salah satu penggugat, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menilai hal-hal yang dikabulkan majelis hakim tidak jadi tuntutan pokok, hanya berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan.
“Yang sebenarnya itu menjadi kewajiban dan kewenangan para tergugat. Jadi tanpa putusan pengadilan pun, mestinya semua yang diperintahkan majelis hakim itu, dilaksanakan karena itu tugas mereka sebagai pejabat,” ungkap Rupang kepada Kompas.com, Rabu (7/4/2021).
Justru, hal yang strategis, kata Rupang, sebagaimana tuntutan mereka tak dikabulkan.
Misalnya, tuntutan mengenai pemulihan lingkungan, audit lingkungan, penegakan hukum, serta hal-hal lain dalam rangka pencegahan dan antisipasi terhadap potensi bencana yang sama.
Selain itu, penggugat juga meminta para tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat, juga mempublikasikan setiap upaya dan hasil dari tindakan tersebut.
“Sebab, dalam kurun waktu tiga tahun ini menyisakan derita lingkungan dan ancaman bagi nelayan tradisional, namun masih belum ada tindak lanjut dari segala permasalahan yang timbul akibat tragedi ini,” tegas Rupang.