Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah 3 Tahun, Tragedi Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan Tunggu Putusan Banding

Kompas.com - 07/04/2021, 22:48 WIB
Zakarias Demon Daton,
Dony Aprian

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Tragedi tumpahan minyak dan kebakaran di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, sudah tiga tahun berlalu sejak 31 Maret 2018.

Peristiwa itu dipicu pipa bawah laut milik PT Pertamina (Persero) bergeser hingga patah karena tarikan jangkar Kapal MV Ever Judger bermuatan 74.000 ton batu bara yang melintas di areal itu.

Jangkar kapal dengan bobot 82.000 ton itu, menyeret  pipa hingga bergeser 120 meter dari titik awal. Seketika tumpahan minyak memenuhi lautan.

Baca juga: Api Tangki Minyak Balongan Kembali Membesar Kamis Malam, Ada Bunyi Ledakan 2 Kali

Sebab, pipa itu sedang ada aliri minyak mentah yang dipompa dari Terminal lawe-lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menuju Kilang Balikpapan.

Total minyak yang tumpah pada kejadian itu ditaksir mencapai 40.000 barrel dengan areal lautan yang tercemar sekitar 7.000 hektar dari panjang pantai di sisi Balikpapan dan PPU sekitar 60 kilometer, menurut laporan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sementara hasil analisis citra satelit oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) pada 1 April 2018, luasan lautan yang tercemar mencapai 12.987,2 hektar.

Peristiwa itu menewaskan lima orang, terdiri dari ABK Kapal MV Ever Judger karena tersambar api.

Baca juga: Pasca-ledakan Kilang Minyak Balongan, Brimob Dikerahkan Jaga Rumah Pengungsi

Selain ABK, ada juga nelayan yang memancing diduga terjebak saat api membesar dan tak bisa menyelematkan diri.

Dampak pascakejadian, nelayan yang berada di pesisir Balikpapan dan PPU tak bisa melaut.

Seekor pesut juga ditemukan mati tubuh berlumur minyak.

Polda Kaltim menetapkan dua tersangka atas peristiwa tersebut yakni nahkoda Kapal MV Ever Judger dan petugas kontrol pipa PT Pertamina di area Teluk Balikpapan. Keduanya dianggap lalai saat menjalankan tugas.

Gugatan warga sipil

Satu bulan setelah kejadian, Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak) mengajukan gugatan warga sipil (citizen lawsuit) di Pengadilan Negeri Balikappan.

Gugatan itu ditujukan ke Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, Bupati PPU, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Perhubungan dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Enam tergugat itu, menurut Kompak, lalai dalam melaksanakan kewajiban hukumnya dan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Sejumlah tuntutan Kompak disampaikan dalam gugatan tersebut.

Pada, Selasa (18/8/2020), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan mengabulkan sebagian tuntutan Kompak.

Seperti meminta Gubernur Kaltim, melanjutkan penyusunan Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta memastikan alokasi wilayah tangkap bagi nelayan tradisional.

Kemudian, hakim juga mengabulkan tuntatan perda mengenai sistem informasi lingkungan hidup yang mencakup sistem peringatan dini yang dibuat Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan dan Bupati PPU.

Pemkab PPU hanya sedang menyusun Perda tersebut jauh sebelum putusan sehingga hakim meminta untuk melanjutkan.

Selain itu, hakim juga memerintahkan Menteri LHK menerbitkan Permen tentang sistem informasi lingkungan hidup sebagai peringatan dini jika ada potensi ancaman dan peraturan tentang penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Selain Menteri LHK, hakim juga memerintahkan Menteri Perhubungan (menhub) untuk menyusun prosedur penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut atau protap tier 3.

Lakukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim

Tak puas karena hanya sebagian tuntutan dikabulkan, para penggugat Kompak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim, pada 2 September 2020.

Salah satu penggugat, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menilai hal-hal yang dikabulkan majelis hakim tidak jadi tuntutan pokok, hanya berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan.

“Yang sebenarnya itu menjadi kewajiban dan kewenangan para tergugat. Jadi tanpa putusan pengadilan pun, mestinya semua yang diperintahkan majelis hakim itu, dilaksanakan karena itu tugas mereka sebagai pejabat,” ungkap Rupang kepada Kompas.com, Rabu (7/4/2021).

Justru, hal yang strategis, kata Rupang, sebagaimana tuntutan mereka tak dikabulkan.

Misalnya, tuntutan mengenai pemulihan lingkungan, audit lingkungan, penegakan hukum, serta hal-hal lain dalam rangka pencegahan dan antisipasi terhadap potensi bencana yang sama.

Selain itu, penggugat juga meminta para tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat, juga mempublikasikan setiap upaya dan hasil dari tindakan tersebut.

“Sebab, dalam kurun waktu tiga tahun ini menyisakan derita lingkungan dan ancaman bagi nelayan tradisional, namun masih belum ada tindak lanjut dari segala permasalahan yang timbul akibat tragedi ini,” tegas Rupang.

Aksi di Pengadilan Tinggi Kaltim

Tepat, Rabu (31/3/2021) lalu, Rupang dkk tergabung dalam Kompak menggelar aksi di Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim, Jalan M Yamin, Samarinda

Mereka meminta agar hakim PT Kaltim bisa memutus perkara banding itu dengan seadil-adilnya.

Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko juga tergabung dalam Kompak mengatakan aksi massa tersebut sebagai peringatan peringatan tragedy tumpahan minyak di Balikpapan.

“Bahwa aksi kami itu mengingatkan Pengadilan Tinggi Kaltim, bahwa masyarakat pesisir dan nelayan tradisional di Teluk Balikpapan belum lupa akan tragedi 3 tahun lalu dan masih menantikan keadilan ditegakkan lewat putusan banding,” ungkap Tiko.

Selain menggelar orasi dan teatrikal, Kompak juga meminta agar tuntutan mereka dikabulkan PT Kaltim, sebagai bentuk perlindungan negara atas keselamatan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional di perairan Teluk Balikpapan.

Direktur Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo juga bagian dari Kompak menambahkan aksi tersebut tidak mengintervensi hakim.

“Sifatnya hanya mengingatkan saja, bahwa proses hukumnya sudah terlalu lama. Sementara masyarakat yang terkena dampak butuh kepastian hukum,” kata Buyung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga di Klaten Tewas Diduga Dianiaya Adiknya, Polisi Masih Dalami Motifnya

Warga di Klaten Tewas Diduga Dianiaya Adiknya, Polisi Masih Dalami Motifnya

Regional
KM Bukit Raya Terbakar, Ratusan Penumpang di Pelabuhan Dwikora Pontianak Batal Berangkat

KM Bukit Raya Terbakar, Ratusan Penumpang di Pelabuhan Dwikora Pontianak Batal Berangkat

Regional
Cari Ikan di Muara Sungai, Warga Pulau Seram Maluku Hilang Usai Digigit Buaya

Cari Ikan di Muara Sungai, Warga Pulau Seram Maluku Hilang Usai Digigit Buaya

Regional
Dendam Kesumat Istri Dilecehkan, Kakak Beradik Bacok Warga Demak hingga Tewas

Dendam Kesumat Istri Dilecehkan, Kakak Beradik Bacok Warga Demak hingga Tewas

Regional
Digigit Buaya 2,5 Meter, Pria di Pasaman Barat Luka Parah di Kaki

Digigit Buaya 2,5 Meter, Pria di Pasaman Barat Luka Parah di Kaki

Regional
Raih Satyalancana dari Jokowi, Bupati Jekek Ajak Semua Pihak Terus Bangun Wonogiri

Raih Satyalancana dari Jokowi, Bupati Jekek Ajak Semua Pihak Terus Bangun Wonogiri

Regional
TKN Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Tanggapan Gibran

TKN Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Tanggapan Gibran

Regional
Penumpang yang Tusuk Driver 'Maxim' di Jalan Magelang-Yogyakarta Terinspirasi Film 'Rambo'

Penumpang yang Tusuk Driver "Maxim" di Jalan Magelang-Yogyakarta Terinspirasi Film "Rambo"

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Ayah Gembong Narkoba Fredy Pratama Divonis 1,8 Tahun Penjara, Seluruh Hartanya Dirampas Negara

Ayah Gembong Narkoba Fredy Pratama Divonis 1,8 Tahun Penjara, Seluruh Hartanya Dirampas Negara

Regional
Berangkat dari Jakarta, 'Driver' Maxim Dibunuh Penumpangnya di Jalan Magelang-Yogyakarta

Berangkat dari Jakarta, "Driver" Maxim Dibunuh Penumpangnya di Jalan Magelang-Yogyakarta

Regional
Penumpang KMP Reinna Jatuh ke Laut, Saksi Sebut Posisi Korban Terakhir di Buritan

Penumpang KMP Reinna Jatuh ke Laut, Saksi Sebut Posisi Korban Terakhir di Buritan

Regional
Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Regional
Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Regional
Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com