Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Hutan Perempuan, Sepotong Surga di Teluk Youtefa Papua yang Rusak karena Tangan Manusia

Kompas.com - 23/03/2021, 11:11 WIB
Rachmawati

Editor

Dengan kondisi Hutan Perempuan yang kian menyusut, kata John, aktivitas para perempuan Enggros mencari kerang pun juga ikut terdampak.

"Hutan bakau yang sekarang ini kan benar-benar terbuka, aktivitas mama-mama yang cari hasil laut di situ kan sudah tidak bisa lagi seperti yang dulu, yang tidak boleh dilihat laki-laki tapi karena hutannya lebih banyak banyak terbuka, jadi aktivitas mencari, kesakralan itu sudah terdegradasi," kata dia.

Baca juga: Warga Jayapura Antusias Tunggu Peresmian Jembatan Youtefa

'Ada hewan mati yang mengapung'

Perempuan lain di kawasan itu, Ati Agustina Rumboyrusi, mengaku badannya kini kerap gatal tiap kali mencari kerang di Hutan Perempuan.

Jika ia ke Hutan Perempuan setelah hujan, alih-alih kerang yang ia dapat, tapi justru sampah.

"Banyak nyamuk karena sampah. Ada hewan mati yang mengapung, mengambang di atas air, sehingga menjadi suatu halangan untuk kami," ujar Ati.

"Tapi mau tidak mau kita juga harus sabar saja, cari, karena mau ke mana lagi. Itu sudah jadi mata pencaharian kami. Walaupun sedikit, setidaknya ada untuk kita makan dulu," kata Ati.

Baca juga: Komnas HAM Minta BNPT Tak Gegabah Tetapkan KKB di Papua Organisasi Terorisme

"Hutan perempuan kami juga semakin sempit, tidak seluas seperti dulu sehingga penghasilan yang kami dapat sangat terbatas. Tapi dengan kesabaran, kami kumpul sedikit demi sedikit," lanjutnya.

Kadar timbal 'jauh di ambang batas' pada air, ikan, kerang

Setidaknya ada empat sungai yang bermuara di Teluk Youtefa, yakni Sungai Acai, Sungai Entrop, Sungai Hanyaan, dan Sungai Siborogoni.

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cendrawasih, Hasmi, mengatakan ikan dan kerang di Teluk Youtefa yang berada di Jayapura, Papua, tercemar kandungan logam berat timbal atau plumbum (Pb) akibat pencemaran lingkungan dari sampah yang bermuara di teluk ini.

Baca juga: BNPT Bahas Kemungkinan KKB di Papua Masuk Kategori Organisasi Terorisme

Para perempuan Enggros bersantai dan bercengkerama di para-para rumah mereka.Ayomi Amindoni Para perempuan Enggros bersantai dan bercengkerama di para-para rumah mereka.
"Semua sampah dari Kota Jayapura itu muaranya ke sana. Jadi yang di daerah Skylane, daerah Abepantai, kemudian Nafri, itu sampahnya semua ke Teluk Youtefa. Sementara, ketika sampah itu masuk, dia tidak bisa dikeluarkan," jelas Hasmi.

Tidak seperti pantai-pantai yang lain yang ada proses ombak yang bisa membawa sampah itu, lanjut Hasmi, sampah di Teluk Youtefa terkurung di teluk itu.

"Masuk tapi tidak bisa keluar sehingga menyebabkan akumulasi dari kadar pencemaran."

"Dari 12 titik yang saya ambil sampel, justru di daerah Enggros itu yang paling tinggi kadarnya," kata Hasmi.

Baca juga: Dikelola 3 Generasi, Produksi Minyak Karo Laucih yang Banyak Khasiat Bisa Tembus Pasar Aceh sampai Papua

Hasil penelitiannya pada 2014 mengungkap bahwa kadar timbal dalam air, serta ikan dan kerang "melebihi ambang batas dari standar".

Kadar timbal pada air di Teluk Youtefa, kata Hasmi, "jauh di atas ambang batas" dari yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup, sebanyak 0,0080 mg/liter.

Penelitiannya juga meneliti kadar timbal dari ikan belanak, atau mugil cephalus yang hidup di Teluk itu.

Dari 12 titik tersebut, kadar timbal rata-rata pada ikan belanak adalah 2,46 mg/kg.

Baca juga: Gempa Hari Ini: M 5, 3 Guncang Papua Barat akibat Sesar Geser

Satu tumpuk kerang dijual dengan kisaran harga Rp25.000 hingga Rp50.000Ayomi Amindoni Satu tumpuk kerang dijual dengan kisaran harga Rp25.000 hingga Rp50.000
Angka ini jauh dari standar nasional yang sebanyak 0,5 mg/kg.

Demikian halnya dengan kerang. Dari 12 titik, kadar timbal pada kerang yang diteliti berkisar antara 0,076 -3,48 mg/liter, dengan rata-rata keseluruhan 0,58 mg/liter. Padahal, standar nasional adalah 0,3 mg/liter.

Kadar timbal yang tinggi di Teluk Youtefa, kata Hasmi, berasal dari sampah rumah tangga dan sampah perkotaan yang masuk ke air laut.

"Kemudian dikonsumsi oleh plankton. Plankton dikonsumsi oleh ikan dan ikan dikonsumsi oleh manusia," kata Hasmi.

Baca juga: Kapolda Papua Sebut Ada 2 Personel yang Positif Covid-19 Setelah Divaksin, Kondisinya Stabil

"Konsumen yang paling terakhir itu adalah manusia dan semakin terakhir dia mengkonsumsi, semakin banyak kadar plumbumnya."

"Jadi kalau diukur dari air, ikan, kerang dan manusia, manusia lah yang paling tinggi kadar plumbumnya," imbuh Hasmi kemudian.

Pada saat yang sama, ia meneliti kadar timbal dalam darah 40 warga yang tinggal di Teluk Youtefa.

Ia menemukan bahwa kadar rata-rata kandungan timbal pada darah mereka 1,0 µg/dl dengan kisaran 0,5 - 1,51 µg/dl.

Baca juga: Pemimpin KKB di Kabupaten Yapen Menyerahkan Diri, Begini Tanggapan Kapolda Papua...

Bunga, remaja perempuan Enggros dengan latar belakang Hutan PerempuanAyomi Amindoni Bunga, remaja perempuan Enggros dengan latar belakang Hutan Perempuan
"Ini juga melebihi ambang batas karena normalnya 0,64 µg/dl. Kemudian ada yang mencapai 1,51 µg/dl kadar plumbum dalam darahnya," katanya.

Lebih jauh Hasmi menjelaskan kadar timbal yang tinggi pada darah bisa menimbulkan keracunan timbal, yang mengakibatkan anemia dengan gejala seperti letih, lesu, dan loyo.

Tingginya kadar timbal dalam darah, menganggu kinerja enzim yang memproduksi hemoglobin -yang mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh- imbasnya, tubuh kekurangan oksigen.

Baca juga: Pemimpin KKB Menyerahkan Diri, Kapolda Papua: Semoga Makin Banyak yang Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Ini, menurutnya, berbahaya bagi anak-anak karena bisa menyebabkan anak tersebut memiliki intelijensia rendah.

Sementara, bahaya kadar timbal yang tinggi bagi masyarakat dewasa ialah kesehatan reproduksi yang terganggu.

"Waktu penelitian, ada beberapa rumah yang saya kunjungi, sudah berumur sekitar 60-an, tidak punya keturunan,. Jadi indikasinya ke sana," jelas Hasmi.

Lantas, apakah warga yang tinggal di Teluk Youtefa mengetahui bahwa habitatnya telah tercemar?

Baca juga: Sempat Ragu, Pimpinan KKB di Kepulauan Yapen Papua Akhirnya Serahkan Diri ke Polisi

Wadah yang dipersiapkan untuk menampung kerangAyomi Amindoni Wadah yang dipersiapkan untuk menampung kerang
Mama Ani menyadari hal itu.

"Memang ikan-ikan sudah tercemar karena limbah yang datang, sudah ada. Sampai di dalam daging ikan pun sudah ada itu."

"Apalagi kerang yang setiap hari terbuka, pasti dia masuk," ujarnya.

Selain kerang, ia juga kerap menyantap ikan yang ia tangkap dengan mengail sekadarnya dari dapur terbuka, yang berhadapan langsung dengan Hutan Perempuan.

"Mama khawatir juga, tapi kadang-kadang lebih baik mama goreng, biar dia matikan itu kuman," imbuhnya.

Baca juga: Remaja 18 Tahun di Papua Pelaku Pengedar Ganja Ditangkap

Kendati mengetahui kerang yang ia cari di Hutan Perempuan telah tercemar, ia terpaksa tetap menjualnya demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Kami mau ambil, mau jual, kalau orang jadi sakit juga, aduh, bagaimana dengan kehidupan. Terpaksa kami ambil untuk dijual, untuk kami punya kebutuhan," cetus Mama Ani.

'Surga kecil yang dirusak tangan manusia'

Adriana Meraudje, salah satu dari segelintir perempuan Enggros pelestari Hutan PerempuanAyomi Amindoni Adriana Meraudje, salah satu dari segelintir perempuan Enggros pelestari Hutan Perempuan
Orgenes Meraudje, tokoh masyarakat di Kampung Enggros menganggap Hutan Perempuan sebagai "surga kecil" yang mendapat ancaman dari berbagai sisi.

"Ibarat surga kecil, tapi sudah berubah, dirusak tangan manusia. Salah satunya hutan perempuan, dirusaki pembangunan.

Pembangunan, kata Orgenes, juga telah menggerus sebagian Hutan Perempuan di Kampung Enggros yang kini luasnya hanya 5 hektar saja.

Baca juga: Gempa Hari Ini: M 5,3 Guncang Papua Barat, Terasa hingga Nabire

Tak jauh dari Hutan Perempuan, kawasan mangrove telah ditimbun untuk dijadikan venue dayung pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan digelar Oktober mendatang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

Regional
Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Regional
Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Regional
Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Regional
Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Regional
Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Regional
Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Regional
Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Regional
Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Regional
Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, 'Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta'

Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, "Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta"

Regional
Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Regional
Sempat Menghilang, Pedagang Durian 'Sambo' Muncul Lagi di Demak

Sempat Menghilang, Pedagang Durian "Sambo" Muncul Lagi di Demak

Regional
Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Regional
Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Regional
Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com