KOMPAS.com - Masyarakat di Kelurahan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanujung Jabung Barat membuat Piagam Tebing Tinggi sebagai simbol toleransi di wilayah tersebut.
Piagam tersebut dibuat setelah muncul konflik pembangunan gereja di daerah Tebing Tinggi.
Piagam tersebut ditandatangani perwakilan umat Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan Konghucu pada Senin (1/2/2021)
Berikut isi Piagam Tebing Tinggi.
Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Kuasa. Kami atas nama masyarakat Kecamatan Tebing Tinggi dengan ini menyatakan sepenuh hati akan merawat Kebhinekaan, menjaga toleransi beragama, menjamin kebebasan beribadah sesuai keyakinan dan memelihara kerukunan antar umat beragama serta menjaga keutuhan NKRI.
Baca juga: Pembangunan Gereja di Jambi, Sempat Disegel hingga Muncul Piagam Tebing Tinggi
Saat itu masyarakat memprotes pembanguan gereja baru di dekat gereja lama. Pemerintah setempat kemudian menyegel dua gereja tersebut karena dianggap melanggar izin mendirikan bangunan.
Tokoh masyarakat setempat H As;ad menjelaskan masyarakat sekitar tidak melarang pendirian gereka.
Bahkan ia mengatakan sejak setahun terakhir umat Katolik beribadah dengan aman selama pembangunan gereja tidak bermasalah.
Baca juga: PGI Nilai Indonesia Berutang ke NU dalam Jaga Toleransi dan Persaudaraan
Namun menurutnya, persoalan itu muncul saat pembangunan gereja berbeda dengan permohonan awal pada masyarakat sekitar.
Pembangunan dilakukan bukan untuk renovasi gereja lama, namun membangun gereja baru. Apalagi setelah dibangun, ukuran gereja baru lebih besar dibandingkan gereja lama yang telah ada.
Sementara itu Ketua Pastoral Paroki Santa Teresia Jambi, Yustinus Vena Handono mengatakan jika Gereja Santo Yusuf Tebing Tinggi adalah bagian dari Pastoral Paroki Jambi dan di bawah Keuskupan Agung Palembang.
Ia mengatakan saat ini Gereja Santo Yusuf Tebing Tinggi menjadi tempat ibadah sekitar 200-an orang jemaat.
Baca juga: Belajar Toleransi Beragama dari Umat Muslim dan Kristiani Kernolong Jakpus...
Yustinus mengatakan pihaknya meminta maaf terkait pembangunan gereja yang tidak sesuai dengan IMB.
Untuk itu, umat Katolik akan membongkat bangunan lama agar tidak menimbukan persepsi ada dua gereja.