Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berangkat dari Keresahan, Pemuda Ini Buat Aplikasi yang Memudahkan Nelayan Mencari Ikan di Laut

Kompas.com - 31/12/2020, 06:00 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

BADUNG, KOMPAS.com –Jro Mangku Made Tina (47) nampak mengutak-atik ponsel pintar yang dikalungkan di lehernya, Minggu (20/12/2020) sore.

Saat itu ia sedang memeriksa prakiraan cuaca di perairan selatan Bali yang menjadi tempatnya mengais rezeki. Ponsel pintar yang dibungkus pelindung air itu memberinya informasi akan ada gelombang tinggi dan cuaca diperkirakan buruk.

Nelayan tradisional di Pantai Kelan, Badung, Bali, ini pun mengurungkan niatnya melaut. Memang, saat itu angin bertiup cukup kencang meski langit nampak cerah.

Made Tina menyebutkan, cuaca pada Desember memang kerap tak menentu. Selainmelihat tanda alam, nelayan asal Desa Kelan ini mengaku sudah menggunakan teknologi untuk memantau cuaca.

Ia memperlihatkan ponselnya dan menunjukkan sebuah aplikasi bernama Fish Go yang sudah diunduhnya sejak pertengahan 2019.

Aplikasi ini membantunya melihat cuaca terbaru dan prediksi lokasi ikan berada. Kondisi cuaca untuk keselamatan sedangkan prediksi lokasi ikan untuk meningkatkan jumlah tangkapan dan menekan biaya bahan bakar.

Ia pun menceritakan awal mula berkenalan dengan Fish Go, aplikasi yang dikembangkan oleh pemuda kelahiran Buleleng, Bali, bernama Gede Merta Yoga Pratama (24).

Sekitar awal Juli 2019, sejumlah pemuda mendatanginya ketika sibuk menyiapkan jala di jukungnya. Para pemuda itu menawarinya untuk pergi ke satu titik lokasi di perairan Pantai Kelan.

Ia tak langsung percaya dan sempat ragua. Namun, ia terus diyakinkan dan akhirnya setuju ke lokasi yang disebutkan.

Padahal saat itu ia berencana menuju ke arah selatan. Sedangkan, titik yang ditunjukkan para pemuda itu berada di barat daya perairan dekat Pura Uluwatu.

Baca juga: Cabai Rawit Kuning Dicampur dengan yang Bercat Merah, Diduga untuk Siasati Harga Mahal

“Ya bagimana namanya belum pernah mencoba ya ragu. Rencana mau ke selatan bukit ternyata di barat daya Uluwatu atau 10 mil dari sini (Pantai Kelan),” kata Made Tina kepada Kompas.com di Pantai Kelan, Badung, Bali, Minggu (20/12/2020) lalu.

Bersama satu temannya, Made Tina menuju ke lokasi yang ditunjukan para pemuda itu. Mereka tiba sekitar pukul 22.00 WITA.

Keduanya lantas menebar jala dan mengaku terkejut karena jaring yang diangkat selalu penuh ikan. Hampir 100 kilogram ikan tongkol ia tangkap.

Made Tina pulang dengan gembira.

“Saya narik jaring jam 10 malam, udah banyak dapat itu hampir penuh jukung,” kata dia.

Sebelum menggunakan aplikasi ini, Made Tina mencari ikan dengan mengandalkan insting dan tanda-tanda alam.

“Pokoknya meraba dan menebar jala,” kata dia.

Hal yang sama disampaikan Ketua Kelompok Nelayan Samanjaya Kedonganan, Nyoman Sudiarta. Ia mengakui Fish Go bisa meningkatkan hasil tangkapan nelayan, berdasarkan pengalamannya mencari ikan di kawasan perairan Badung Selatan.

"Sebelum menggunakan aplikasi Fish Go hasil tangkapan kami tidak menentu, kadang-kadang dapat ikan, kadang-kadang tidak dapat,” katanya ditemui di Pantai Kelan.

Saat ini kelompok nelayannya beranggotakan 30 orang. Dari jumlah itu baru 15 orang yang aktif menggunakan aplikasi ini.

 

Sementara sisanya merupakan nelayan yang usianya sudah senja dan sudah jarang ikut melaut.

Kelompok Nelayan Samanjaya Kedonganan dikenalkan dengan Fish Go sekitar Juli 2019. Setahun lebih menggunakan Fish Go, anggota kelompok nelayan itu mengaku selalu mendapatkan ikan.

Sebelumnya paling banyak tangkapan 100 kilogram dan bahkan kosong. Kini rata-rata tangkapannya bisa di atas 200 kilogram.

Hal yang tak kalah penting lainnya yakni bisa berhemat bahan bakar. Sebelumnya, bahan bakar menjadi pengeluaran yang cukup boros karena sistem mencari ikan yang meraba-raba.

Kemudian waktu melaut yang menjadi lebih singkat. Sebelumnya, mereka melaut selama 8 hingga 14 jam, mengakibatkan interaksi sosial rendah dan waktu berkumpul dengan keluarga sedikit. Kini, dengan Fish Go waktu melautnya sering di bawah 8 jam.

“Kalau kita masih meraba kadang mencari ikan di selatan ternyata kumpulnya di barat. Kalau dulu bisa habis dua tangki sekarang ya bisa cuma satu tangki,” katanya.

Nelayan menunjukan hasil tangkapannya di Pantai Kelan, Badung, Bali, usia menggunakan Fish Go.Istimewa/ Fish Go Nelayan menunjukan hasil tangkapannya di Pantai Kelan, Badung, Bali, usia menggunakan Fish Go.

Sebelum bergantung pada teknologi, kata Sudiarta, nelayan tradisional mengandalkan cara dengan membaca cuaca, tanda alam, rasi bintang, dan insting.

Kini, cara-cara tersebut sudah tak setepat puluhan tahun lalu. Menurutnya, cuaca lebih sulit diprediksi yang berdampak pada sulitnya menentukan lokasi ikan.

"Dulu pakai kode atau pakai patokan, sekarang berubah sekali engga bisa ditentukan. Kadang siang panas, sore bisa ada badai," kata dia.

Dengan semua keuntungan itu, para nelayan juga memiliki kendala dalam menggunakan aplikasi tersebut. Khususnya, saat berada di wilayah sulit sinyal ketika di laut.

Baca juga: Nelayan Selayar Temukan Benda Mirip Rudal Seberat 175 Kg

Sebab, sinyal internet terkadang hilang di titik tertentu. Selain itu, jenis ikan yang terdapat di aplikasi terbatas, hanya tongkol, lemuru, kenyar, dan layur.

Terkadang lokasi ikan bergeser dari titik yang ada, meski tak terlalu jauh.

"Mungkin perpindahan ikannya agak geser karena arus laut," kata dia.

Sudiarta berharap Fish Go tak berhenti dikembangkan. Misalnya, menambah jenis ikan seperti tuna atau kerapu.

 

Sementara itu, seorang nelayan di Pantai Kedonganan bernama Malik (40) mengaku masih mengandalkan cara-cara tradisional dalam mencari ikan.

Ia mendatangi tempat yang sudah ditandai sebelumnya. Kemudian melihat permukaan air. Jika air nampak memerah maka di sana kemungkinan menjadi tempat ikan berkumpul.

Hasil tangkapan juga dipengaruhi banyak faktor, seperti cuaca dan arus air laut. Malik menilai, cara tradisional itu masih efektif.

Ia selalu mendapat ikan ketika melaut, meski hasilnya bervariasi tergantung kondisi dan situasi.

"Insting, sudah tahu lihat tanda alam, misalnya warna merah airnya itu pasti ada ikannya. Ini pengalaman," katanya di Pantai Kedonganan, Sabtu (26/12/2020).

Hingga saat ini, ia mengaku belum mengandalkan teknologi untuk mengetahui posisi ikan.

 

Teknologi, kata dia, saat ini hanya digunakan untuk melihat prakiraan cuaca. Ia juga belum mengetahui ada teknologi yang bisa memprediksi lokasi ikan bernama Fish Go.

Jika ditawari menggunakannya, ia mengaku akan mempertinbangkannya.

"Lihat aja nanti. Saya belum tahu," kata dia.

Digagas Pemuda

Aplikasi Fish Go digagas I Gede Merta Yoga Pratama (24) bersama tiga temannya saat masih kuliah di Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Udayana.

Ide utamanya adalah sebuah alat yang mampu memprediksi lokasi ikan berkumpul. Dengan aplikasi yang dikembangkannya ini, Yoga bertekad mewujudkan kesejahteraan nelayan tradisional.

 I Gede Merta Yoga Pratama (24), penemu Fish GoKompas.com/ Imam Rosidin I Gede Merta Yoga Pratama (24), penemu Fish Go

Yoga lahir di Buleleng pada tahun 1996. Sejak bangku SMP, ia mengaku menyukai ilmu alam seperti Geografi dan Geologi.

Bahkan, pada 2013, sempat menjuarai olimpiade nasional Geografi di Universitas Negeri Malang.

Ia mengaku awalnya tak pernah berniat kuliah di Jurusan Ilmu Kelautan. Sebab cita-cita awalnya adalah di dunia perminyakan atau pertambangan.

Namun, saat mendaftar di jurusan tersebut ia tak diterima. Saran dari kakeknya, ia lalu masuk ke Jurusan Ilmu Kelautan.

Pada awal kuliah, Yoga mengaku malas-malasan dan jarang masuk kelas. Ia jadi perbincangan dan diremehkan teman-temannya.

Baca juga: Sering Bikin Mampet Saluran Air, Ampas Kopi Diubah Jadi Bahan untuk Menjernihkan Jelantah

"Intinya enggak mau sekelompok sama saya karena jarang masuk. Lalu itu memacu saya," kata dia.

Setelah itu, ia mulai rajin kuliah. Perlahan kecintaannya terhadap ilmu kelautan mulai tumbuh.

Di jurusan ini, membuatnya seringkali bertemu dengan nelayan dan masyarakat pesisir lainnya. Teman-temannya juga sebagian besar anak nelayan.

Berawal dari keresahan

Yoga mengatakan, Fish Go muncul karena keresahannya dengan kondisi nelayan Indonesia dan Bali khususnya. Indonesia dengan potensi laut yang melimpah, namun hampir 25 persen masyarakat kurang mampu adalah nelayan.

Nelayan tradisional, kata Yoga, berangkat sore dan pulang pada pagi hari dengan hasil tangkapan yang tak seberapa. Tangkapan yang dibawa kadang hanya cukup untuk makan sehari-hari.

"Mereka tak dapat ikan yang tak makan. Ini sejauh yang saya temui. Juga karena tak bisa mengelola uang dan tak memanfaatkan teknologi," kata dia.

Cerita-cerita ini ia dengar dari kawan-kawannya yang sebagian besar merupakan anak nelayan dan kuliah dengan beasiswa.

Selain itu Yoga juga mengaku sering bertemu nelayan untuk sebuah penelitian saat masih kuliah. Dari cerita-cerita itu, ia juga tahu bagaimana kondisi nelayan tradisional.

"Mereka cerita susah hidupnya sebagai anak nelayan, ABK ya khususnya (nelayan tradisional) bukan sebagai pemilik kapal," kata dia.

Tak ingin ide hanya berakhir jadi karya tulis

Sekitar 2015, Yoga bersama teman-temannya sempat ikut kerja magang di Balai Penelitian dan Observasi Laut di Jembrana, Bali.

 

Balai yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan ini mengenalkannya tentang metode penggunaan citra satelit atau penginderaan jarak jauh untuk memetakan sebaran ekosistem di perairan.

Saat itu, ia bersama timnya tertarik dengan metode pemetaan sumber daya perikanan. Di akhir magang, apa yang dipelajarinya tersebut selesai dan menjadi sebuah karya tulis.

Ia berpikir mengapa karya tulis itu hanya berakhir sebagai laporan akhir tanpa pernah direalisasikan. Akhirnya, ia bertekad mewujudkan idenya agar bisa digunakan dan memberi manfaat.

"Setelah ikut project itu kok cuma jadi laporan akhir. Kan, sangat disayangkan," katanya.

Selain itu, ide ini juga muncul saat ramainya permainan online Pokemon Go. Dalam permainan ini, pemain bisa menangkap pokemon yang sudah ditentukan lokasinya secara virtual.

Ia berpikir harusnya hal semacam ini bisa dilakukan di dunia nyata.

Jadi, ide utama Fish Go membaca prediksi di mana ikan berkumpul. Metode dasarnya mengumpulkan data koordinat nelayan tebar jaring dan tarik jaring.

Data lapangan ini juga termasuk jenis ikan dan kondisi perairan. Sehingga diketahui gambaran jenis ikan dan kondisi fisiologis atau lokasi nyaman untuk hidup ikan dan lokasi ikan mencari makan. Data ini dikumpulkan melalui riset di lapangan bersama nelayan.

Data itu dipadukan dengan data satelit dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) Ocean Color.

Baca juga: Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Layanan Rapid Test di Rumah

Data itu didapatkan setiap hari karena sifatnya sumber terbuka (open source). Data ini berisi kualiatas air, suhu, arus, dan lain sebagainya.

Sehingga dengan membaca data satelit maka lokasi ikan berkumpul bisa diprediksi. Nah, koordinat ini yang selanjutnya diinformasikan ke nelayan.

"Kita membaca misalnya ikan jenis tongkol dari data lapangan dia nyaman di suhu dan kedalaman berapa. Data dibuatkan model dan dipadukan dari data satelit ini yang bisa membaca variabel kualitas air, suhu, klorofil, salinitas," katanya.

Awal pengembangan, informasi tersebut disediakan dalam sebuah situs. Tetapi, nelayan ternyata kesulitan mengakses situs itu, apalagi harus mencocokkan peta terlebih dulu.

Akhirnya, Yoga dan rekannya memutuskan membuat aplikasi agar mudah diakses dan digunakan.

Bersama timnya, Yoga membuat karya tulis hingga mampu menang di Inovation Festival yang diadakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Badung pada 2017.

Dari sana, Fish Go dapat pendanaan untuk membuat purwarupa. Timnya pun semakin berkembang. Dari awalnya tiga orang, terus membesar menjadi 13 orang.

"Dana pendanaan digunakan sosialisasi dan riset dan dapat dukungan hingga berkembang sampai saat ini," kata dia.

Kondisi cuaca, lokasi ikan, hingga SOS

Yoga menjelaskan, Fish Go memiliki fitur kondisi cuaca terbaru, wilayah potensial penangkapan, rute penangkapan, dan waktu penangkapan terbaik, layanan darurat atau SOS.

Cuaca menjadi penting karena menyangkut keselamatan. Jadi nelayan bisa tahu cuaca terbaru yang diperbarui tiap jam.

 

Kemudian informasi tinggi gelombang untuk mengetahui aman atau tidak untuk melaut.

"Untuk faktor keselamatan, kalau sudah dua meter ombak kan bahaya. Sistemnya juga per jam," kata dia.

Jika nelayan mengalami masalah di tengah laut, mereka tinggal menekan tombol SOS di aplikasi. Tombol ini langsung terhubung dengan nomor telepon tim penyelamat seperti Basarnas.

Lalu, prediksi lokasi ikan berkumpul. Jadi di aplikasi ini menunjukan titik-titik di mana lokasi ikan berada.

Nelayan tinggal menuju ke titik itu melalui rute perjalanan yang sudah disediakan di aplikasi. Kemudian dihitung estimasi jarak tempuhnya dan kapan waktu penangkapan terbaik.

"Ada estimasi waktu tempuh, waktu penangkapan terbaik, ketinggian gelombang di sana, kecepatan angin. Jadi memang kita mudahkan nelayan cari lokasi ikan," kata dia.

Ia mengatakan, aplikasi ini belum bisa menjamin 100 persen nelayan bisa membawa pulang banyak tangkapan.

Sebab, jumlah tangkapan ikan berbeda-beda tiap waktu, tergantung musim dan kondisi di lapangan. Hanya saja, aplikasi itu menjamin nelayan tak pulang dengan tangan kosong.

Lalu, yang terpenting adalah waktu penangkapan lebih pendek. Sebab nelayan sudah tahu di mana harus menebar jaring.

Mereka tak tebar di banyak titik seperti sebelum-sebelumnya. Sehingga bahan bakar akan lebih hemat dan bisa menekan pengeluaran ongkos.

"Dengan aplikasi kami, mereka hanya butuh di satu lokasi untuk tebar jaring jadi enggak perlu keliling lagi. Waktu penangkapan, jika dulu 8-16 jam kita efektifkan dua jam atau kurang dari 8 jam," katanya.

Yoga dan timnya berencana menambahkan fitur fish finder dalam aplikasi Fish Go. Fitur itu bisa melihat jumlah ikan secara real time.

Selain itu, fitur itu bisa memetakan ikan air dalam. Namun, fitur tersebut belum sempurna dan butuh riset lanjutan.

"Alatnya seperti fish finder jadi setiap ada ikan yang lewat muncul di aplikasi," kata dia.

Sempat diragukan

Ia mengatakan kesulitan dalam pengembangan aplikasi ini adalah saat meyakinkan pengguna untuk mengunduhnya.

Pertama kali mengenalkan aplikasi ini, para nelayan banyak yang ragu dan menolaknya.

Para nelayan sudah nyaman dengan metode pencarian lokasi ikan yang dipelajari turun temurun. Mereka menggunakan metode penanggalan, rasi bintang, sebaran burung, hingga mencelupkan tangan ke laut untuk mendeteksi lokasi ikan.

Memang cara tradisional tersebut tidak salah. Hanya saja dari sejumlah riset terbukti perairan di Indonesia mengalami fenomena perubahan iklim.

Hal ini menyebabkan kualitas air berubah. Sehingga lokasi ikan berkumpul juga berubah.

"Ke mana pergerakannya ikan ini yang bisa pantau kan teknologi," kata Yoga.

 

Tim Fish Go melakukan riset di perairan Badung Selatan.Istimewa/ Fish Go Tim Fish Go melakukan riset di perairan Badung Selatan.
Ia mengatakan Fish Go terus melakukan sosialisasi masif dan dibantu Pemkab Badung. Sosialisasi menyasar kelompok-kelompok nelayan yang ada di Kabupaten Badung.

Dari awalnya tiga kelompok nelayan hingga saat ini ada 22 kelompok nelayan yang sudah menggunakan Fish Go.

"Kalau kita bergerak sendiri sulit, datang minta nelayan pakai ini enggak bisa. Akhirnya didukung pemda, dikumpulin nelayan sosialisasi uji coba," kata dia.

Ingin banyak nelayan muda

Yoga berharap aplikasi ini bisa dimanfaatkan di daerah lain. Namun ia tentu butuh riset lagi karena karakter di tiap perairan berbeda.

Untuk saat ini, aplikasi ini sudah diunduh 1.000 lebih di play store. Dari jumlah itu yang sudah mendaftar sekitar 488 orang. Sementara yang aktif menggunakannya sekitar 155 nelayan.

Selain itu, ia berharap nantinya lebih banyak anak muda yang mau menjadi nelayan. Sebab saat ini nelayan dipandang sebelah mata.

Padahal Indonesia memiliki potensi perikanan yang luar biasa.

"Kalau mau maju dan sejahtera kita harus berangkat dari pesisir. Pemerintah, swasta, anak muda, harus bahu membahu. Kemudian riset-riset di Universitas," harapnya.

Terbaru, Fish Go sedang mendampingi salah satu kelompok nelayan untuk mengolah ikan menjadi keripik. Hal ini dengan harapan nilai jual bisa lebih tinggi dan menambah pendapatan nelayan.

"Yang didampingi terutama yang perempuan," katanya.

Fish Go yang dikembangkan bersama Balitbang Badung ini resmi diluncurkan di Ruang Kerta Gosana, Pusat Pemerintahan Badung, Jalan Raya Sempidi, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (16/12/2020).

Baca juga: Bali Terapkan Jam Malam Menjelang Pergantian Tahun Selama 4 Hari

Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta mengatakan, Fish Go memiliki beragam fitur yang akan mampu meningkatkan hasil tangkapan ikan nelayan.

"Karena kami punya prinsip, saat ini nelayan tidak lagi mencari ikan tapi nelayan harus menangkap ikan," katanya dalam sambutannya.

Ia mengapresiasi peluncuran aplikasi ini karena penemunya yang masih muda. Sehingga, ia mendorong generasi muda lainnya terus berinovasi dalam membuat aplikasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Kepala Dinas Perikanan, Nyoman Suardana mengatakan, nelayan di kawasan Badung memang masih mengandalkan cara-cara tradisional untuk mencari ikan. 

Berbekal pengalaman, mereka turun ke laut mencari di mana lokasi ikan berkumpul. Namun hal ini tentu dipengaruhi banyak faktor seperti cuaca atau tinggi gelombang.

"Misalnya pada bulan ini mencari ikan jenis A, atau bulan lainnya dengan jenis ikan berbeda. Walaupun tidak mengambang sekali, setidaknya dia sudah ada bayangan (lokasi ikan) dengan pengalaman sebagai nelayan," katanya dihubungi, Rabu (23/12/2020).

Keberadaan teknologi diharapkan bisa membantu nelayan. Sehingga nelayan tak perlu mencari ikan di laut, tetapi menangkapnya.

"Kita berharap dengan adanya teknologi ini berharap nelayan bukan mencari ikan lagi, tapi menangkap karena sebelumnya sudah diketahui titik lokasi ikan," kata dia.

Sementara jumlah nelayan tradisional di Kabupaten Badung tercatat sebanyak 1.702. Mereka tergabung dalam 56 kelompok nelayan yang tersebar di 16 desa pesisir yang menjadi sentra nelayan.

Adapun rata-rata jumlah tangkapan nelayan ini yakni sekitar 7.300 ton dengan jenis ikan seperti lemuru, cakalang, tongkol, hingga tuna.

 

Ia mengatakan, nelayan di Badung rata-rata memiliki pekerjaan sampingan di dunia pariwisata.

Mereka tak hanya mengandalkan hasil tangkapan sebagai penghasilan utama. Tetapi, karena pandemi Covi-19, mereka kembali fokus bekerja sebagai nelayan.

"Di samping dia sebagai nelayan juga bekerja di pariwisata, terutama di daerah yang kawasan pariwisata seperti kawasan Kedonganan, Jimbaran, seputaran Nusa Dua, dan Tanjung Benoa," katanya.

Panggilan untuk pemuda lain

Belum lama ini, Yoga menerima SATU Indonesia Awards 2020 di bidang teknologi lewat karyanya. Menurutnya, penghargaan ini membantu Fish Go dikenal lebih luas.

Selain itu, apresiasi semacam ini sangat diperlukan karena banyak anak muda di Indonesia yang menemukan atau memiliki ide yang luar biasa.

Sehingga dengan apresiasi ini bisa memicu pemuda lain berbuat hal serupa. Ia berpesan agar para pemuda tak takut mewujudkan ide yang bisa membantu atau bermanfaat bagi orang lain.

Baca juga: 1 ABK Mengamuk, Kapal Nelayan Terdampar di Garut dan 5 Kru Lompat ke Laut

"Dampak terbesar kami, kami kini diapresiasi sebagai sebuah teknologi bukan lagi sebagai sebuah ide," katanya.

General Affairs Koordinator Wilayah Grup Astra Bali Alexandra Dewi mengatakan, Yoga menerima penghargaan tersebut karena aplikasi yang dikembangkannya berdampak langsung ke masyarakat.

Dengan Fish Go, nelayan bisa memetakan lokasi ikan, efisiensi waktu, jarak, dan pulang dengan membawa ikan.

Alexandra berharap, dengan adanya SATU Indonesia Awards, pemuda di Indonesia terpantik mewujudkan idenya.

"Kami berusaha menemukan intan bangsa sehingga diapresiasi dan menginspirasi pemuda lainnya. Pasti ada Yoga Yoga yang lain di luar sana yang tentu banyak sekali dan punya ide luar biasa tapi masih sungkan untuk membagikan," kata dia di Denpasar, Selasa (29/12/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com