Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Soeroto Koento, Mahasiswa Kedokteran yang Bobol Radio Jepang, Kawal Soekarno Pidato, hingga Hilang Diculik

Kompas.com - 11/11/2020, 06:37 WIB
Farida Farhan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Selama masa Perang Dunia II semua pesawat radio di wilayah kependudukan Jepang disegel oleh tentara Jepang. Namun, diam-diam Soeroto Koento dan Soebianto Djojohadikoesoemo, mahasiswa Sekolah Kedokteran atau Ikadaigaku membongkar segel radio itu.

Alhasil mereka dapat mengikuti perkembangan Perang Dunia II melalui siaran radio Sekutu.

Soeroto Koento dan Soebianto yang memperoleh informasi menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada dini hari segera menghubungi rekannya di Markas Pusat PETA, Asrama Budi Kemuliaan Jakarta.

Hal itu diungkapkan Mayor Oetarjo dalam Buku Sejarah Perjuangan Soeroto Koento Bersama Masyarakat Karawang. Buku itu disusun oleh Sukarman, Warliyah, dan Ii Wahyudin yang dipublikasikan Dinas Penerangan Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang pada 2006.

Baca juga: Fakta SM Amin, Pahlawan Nasional Kelahiran Aceh, Gubernur Pertama Sumut dan Riau

Berbekal informasi itu, para perwira PETA langsung menemui Dan Yon PETA Abdoel Kadir di rumahnya. Mereka merundingkan langkah yang harus diambil sebelum tentara Sekutu datang.

Tak mau peristiwa saat Belanda menyerahkan Bangsa Indonesia kepada Jepang Terulang, disepakatilah Dan Ton PETA Daan Jahja dan Soebianto Djojohadikoesoemo segera mendatangi Bung Hatta.

Mereka memohon agar Bung Hatta bersama Bung Karno segera memproklamasikan kemerdekaan atas kekuasaan sendiri dan tanpa campur tangan pihak manapun.

Sementara itu, dengan maksud yang sama, suatu kelompok pemuda lainnya dari Asrama Menteng Raya 31, Soekarni dan kawan-kawan telah mendatangi Soekarno di kediamannya. Rupanya kedua kelompok pemuda tersebut gagal mencapai tujuan.

Kedua kelompok itu sepakat bergabung.

Baca juga: Merayakan HUT RI, Jangan Lupakan Sejarah Rengasdengklok, Kini Ada Versi Komiknya

Rengasdengklok dan proklamasi kemerdekaan

Lantaran diperhitungkan bakal terjadi situasi gawat di Jakarta akibat adanya rencana pemberontakan terhadap Jepang, Dan Ton PETA Singgih, Dr Soetjipto dari Batalyon I PETA Jakarta, dan Soekarni mengantarkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok demi keamanan.

Keduanya diamankan ke daerah Kompi PETA Soebono di Rengasdengkok. Daerah ini sejak 16 Agustus 1945 dini hari telah dikuasai.

Tentara Jepang telah dilucuti dan ditawan oleh pasukan PETA di bawah pimpinan Umar Bachsan, Affan, dan Soeharjana. Pada tanggal itu pula, bendera Jepang di Rengasdengklok diturunkan dan bendera Merah Putih dikibarkan.

Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta sepakat memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada esok harinya, 17 Agustus 1945.

Baca juga: Kisah Fatmawati Teteskan Air Mata Saat Menjahit Merah Putih

 

Mengawal Bung Karno pidato di Lapangan Ikada

Soeroto Koento rupanya turut mengawal Bung Karno pada rapat raksasa di Lapangan Ikatan Atletik Djakarta (Ikada), sekarang Lapangan Monas.

Anak kedua pasangan Raden Koento dan Sitikadariah itu melakukan pengawalan bersama lima orang lainnya dari mahasiswa Prapatan 10.

Mereka datang dari arah timur. Mobil Soekarno dan Hatta berhenti di batad Jalan Merdeka Timur.

Keduanya kemudian berjalan kaki menuju mimbar dikawal Moeffreni dan Ali Sastroamidjojo di samping regu pengawal yang terdiri atas Soeroto Koento dan rekannya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com