Ditanya tentang filosofi Jawa yang perlu dipraktikkan kembali di masa krisis pandemi, dia menyebutkan tiga hal.
Pertama, hamemayu hayuning bawono, yakni bagaimana kita bisa meninggalkan dunia yang lebih indah daripada saat kita lahir.
Kedua, manunggaling kawula gusti.
“Jangan lupa masyarakat butuh pemimpin, tapi jangan lupa pemimpin juga butuh rakyat. Golong gilig itu sepeti bola, jadi antara pemimpin dan rakyat bersatu,” paparnya.
Baca juga: Buruh Yogya Protes soal UMP, Sultan HB X: Rp 5 Juta Saja Tak Layak, kalau...
Ketiga, sangkan paraning dumadi. Yakni, jangan lupa kita semua nantinya akan mati.
“Jadi jangan berbuat yang aneh-aneh,” imbuhnya.
Sementara itu, Penghageng KHP Nitya Budaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara menyampaikan tentang aktivitas museum Keraton Yogyakarta di masa pandemi.
Dia mengungkapkan, di masa awal pandemi pihaknya sedang di tengah-tengah penyelenggaraan pameran.
Saat itu, pihak museum Keraton Yogyakarta harus bergerak cepat menyesuaikan dengan protokol kesehatan yang masih berubah-ubah.
“Sempat tutup museum, akhirnya buka lagi Juni,” imbuhnya.
“Kami perketat protokol kesehatan, supaya tidak hanya museum saja tapi UMKM di sekitar sana bisa terbantu. Sekarang kami memberanikan diri untuk memulai pameran lagi,” sambungnya.
Baca juga: Tak Ikut Perintah Menaker, Ganjar dan Sultan Kompak Naikkan UMP 2021
Tahun lalu, pihak museum Keraton Yogyakarta sudah menggelar pameran di area pagelaran.
Di era pandemi dibuat pameran dalam skala yang lebih kecil yakni di dalam Cepuri Keraton Yogyakarta.