YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi protes buruh terkait kenaikan upah minimum provinsi ( UMP) yang dinilai masih sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
Menurut Sultan, kenaikan hingga Rp 5 juta pun dirasa tidak layak jika kebutuhannya mencapai Rp 10 juta.
Menurutnya, kenaikan upah yang disetujui telah melalui proses negosiasi terlebih dahulu.
"Ya Rp 5 juta pun belum layak kalau kebutuhannya Rp 10 juta. Tapi, bagaimana kita menaikkan kalau dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) kan negosiasinya dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)," ujarnya saat ditemui wartawan di kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Kecewa Kenaikan UMP Tak Sesuai KHL, Buruh di Yogya Gelar Topo Pepe
Ia mengatakan, peran pemerintah daerah (pemda) hanya memfasilitasi kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak, dalam hal ini SPSI dan Apindo.
"Ya kan, Apindo itu serendah (inginnya) mungkin, kalau karyawan setinggi mungkin, kan gitu. Sedangkan pemda dalam pengupahan hanya memfasilitasi, kalau sekarang Rp 3 juta lebih suruh nego sendiri sama Apindo coba bisa ndak," ucap Sultan.
Menurut Sultan, meskipun UMP telah ditetapkan di angka Rp 1.765.000, angka tersebut bukan untuk semua karyawan.
Akan tetapi, UMP untuk mereka yang bekerja dengan masa kerjanya kurang dari satu tahun.
"Faktanya biarpun Rp 1.765.000 bagi pekerja baru bukan seluruh pekerja, pekerja baru yang belum punya masa kerja satu tahun kan hanya itu yang kita fasilitasi. Berarti apa, yang sudah kerja lebih dari satu tahun kan sudah di atas UMP, ya kan," ucap Sultan.
Dirinya tidak mau seenaknya dalam menentukan UMP, tetapi didasari dengan kesepakatan yang telah dicapai antara Apindo bersama para karyawan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan