Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecewa Kenaikan UMP Tak Sesuai KHL, Buruh di Yogya Gelar "Topo Pepe"

Kompas.com - 02/11/2020, 18:55 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan buruh berkumpul di tengah-tengah Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Panas matahari dan juga lalu lalang kendaraan bermotor tidak mereka hiraukan.

Mereka berkumpul untuk melakukan aksi topo pepe. Topo dalam bahasa Indonesia berarti semedi sedangkan pepe jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya adalah jemur.

Sehingga topo pepe berarti semedi dengan cara berjemur di terik matahari.

Bukan tanpa alasan mereka melakukannya. Para buruh melakukan topo pepe sebagai bentuk protes lantaran Upah Minimum Provinsi tidak dinaikkan sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Baca juga: Lapak Akan Digusur, 5 PKL Aksi Topo Pepe Di Depan Keraton Yogyakarta

Pantauan Kompas.com tampak beberapa buruh mengenakan pakaian adat Jawa membawa sebuah spanduk dengan tulisan "gelar budaya topo pepe tolak upah murah 2021".

Spanduk tersebut mereka letakkan tepat di depan mereka duduk bersila.

Tak berapa lama, ada satu orang buruh yang menaburkan bunga di atas spanduk tersebut, disusul seorang buruh memberikan sebuah anglo atau sebuah tungku lengkap dengan bara api. Tak lama berselang, bara api diberi semacam kemenyan.

"Buruh di DIY sebenarnya sudah sangat kecewa dan hampir putus asa dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah (DIY), maka kita lakukan topo pepe agar Sultan Hamengku Buwono X bisa membantu buruh menasehati Gubernur DIY dan Presiden RI," kata Juru Bicara Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta, Irsyad Ade Irawan, saat ditemui di lokasi, Senin (2/11/2020).

Ia menambahkan aksi ini melibatkan seluruh elemen serikat buruh, dimana mereka menuntut kenaikan UMP dibarengi dengan kenaikan UMK sesuai dengan KHL.

Topo pepe sebagai simbol protes sekaligus menyampaikan keprihatinan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X.

"Beliau (Sultan) sebagai pelindung dan pengayom bisa mewujudkan tahta untuk rakyat dan membawa kemakmuran dengan cara menaikan upah dan menolak Omnibus Law di Yogyakarta," ujar Irsyad.

Baca juga: Usai Temui MK, Buruh Bubarkan Unjuk Rasa Siang Hari Ini

Menurut dia, kenaikan UMP harus dibarengi dengan UMK sesuai dengan KHL agar buruh Yogyakarta dapat hidup dengan layak.

"Kami ingin Sultan Hamengku Buwono X menasehati Gubernur DIY agar menaikkan sesuai dengan KHL yaitu rata-rata di atas Rp 3 juta. Kemudian yang kedua meminta kepada Hamengku Buwono X agar beliau menasehati Gubernur DIY untuk merealisasikan tekadnya memberantas ketimpangan kemiskinan, tekad seperti itu pernah disampaikan Gubernur DIY," ucapnya.

Sambung Irsyad, dengan menaikan setara dengan KHL maka upah minimum di DIY tidak menjadi yang terendah.

Ketika disinggung terkait dengan pernyataan dirinya soal Sultan menasehati Gubernur sebagai sindirian, dia tidak mau menjabarkan secara detail.

Dia menilai walaupun Sultan dan Gubernur adalah orang yang sama namun keduanya memiliki tanggung jawab yang berbeda.

"Meski sama dia memiliki tanggung jawab yang beda, gubernur mungkin secara kelembagaan memiliki keterbatasan, namun  Sultan pernah menguasai seluruh daerah warisan Mataram dan dia memiliki gelar yang sangat luar biasa," ujar Irsyad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com