Pada adaptasi awal, media sulam pada kain batik ini dilakukan perajin dengan mengambil kain atau baju batik.
Pada sebuah riset yang dilakukan oleh Mursidahwaty Lagau, seorang peneliti dari Jurusan Desain dan Seni Rupa Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo (UNG), proses penyulaman dapat dilakukan secara bersamaan dengan proses pembatikan.
Tidak tanggung-tanggung, wanita ini berani menggabungkan tga teknik sekaligus, teknik sulam karawo, airbrush dan batik.
Hasilnya adalah produk-produk kreatif yang tampil lebih memikat, keluar dari kebiasaan dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Baca juga: Mengenal Keunikan Batik Banten, Ragam Motif Istimewa Warisan Kesultanan
Desain dan motif yang ditawarkan juga lebih spesifik, seperti tema satwa endemik Sulawesi yang disajikan dalam lukisan batik burung maleo (Macrocephalon maleo), pahangga (gula merah), hiu paus (Rhincodon typus), cincin pusaka kerajaan Gorontalo-Limboto.
Tema-tema lokal ini merupakan ikonik Gorontalo dalam memasarkan pariwisata yang berkelanjutan.
“Melalui produk ini semoga masyarakat semakin cinta dan bangga dengan buatan sendiri,” ujar Mursidahwaty Lagau.
Lain lagi dengan Briskawati Hudji, wanita muda yang merintis usaha tas karawo ini menyajikan produknya melalui tren mode dan pemikiran kaum milenial.
Baca juga: Puan: Batik Kekayaan Bangsa, Harus Kita Banggakan
Dia ketat dalam menjaga kualitas produknya hingga pelanggannya harus mengantre berbulan-bulan untuk mendapatkan tas karawo yang cantik.
"Batik yang indah telah lama menjadi identitas busana Indonesia, dan sulaman karawo menyempurnakannya," kata Briskawati Hudji,
Kehadiran batik dan karawo menjadikan dunia adibusana dan produk turunannya di Indonesia semakin semarak dan saling mengisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.