Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kerja Serabutan Tidak Masalah, Kan Masih Bisa Sekolah"

Kompas.com - 18/09/2020, 11:17 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Nelson Nilmuseda (19) siswa kelas XII Jurusan Pertanian di SMKN I Seimanggaris Kabupaten Nunukan harus rela tinggal jauh dari sang ibu dan kerja serabutan agar bisa sekolah.

Saat ini ia tinggal di rumah kayu eks transmigran yang ia sewa Rp 100.00 per bulan.

Nelson berasal dari keluarga yang tidak mampu. Sang ayah sudah meninggal dunia saat ia masih berusia 13 tahun.

Baca juga: Demi Sekolah, Siswa SMK Kerja Serabutan, Tinggal di Rumah Kayu, dan Hanya Makan Ubi

Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sang ibu bekerja di perusahaan sawit mengumpulkan biji sawit bersama adik Nelson.

Untuk sekarung biji sawit, ibu Nelson diupah Rp 5.000. Penghasilan tersebut terbilang kecil dibandingkan tenaga yang harus dikeluarkan ibu Nelson.

Nelson pun berkeinginan mengangkat derajat keluarganya dan bercita-cita masuk ke perguruan tinggi.

Baca juga: UNICEF: 24 Juta Siswa di Dunia Terancam Putus Sekolah Akibat Pandemi

Karena rumahnya jauh dari sekolah, Nelson pun memilih tinggal terpisah dengan keluarganya.

"Mamakku kerja di perusahaan sawit, kumpul kernel sama adikku, saya pilih terpisah dari mamak karena ingin sekolah tinggi,’’ujarnya melalui sambungan telepon seluler, Kamis (17/9/2020).

"Semua anak pasti ingin bahagiakan ibu, setidaknya saya harus terus sekolah setinggi mungkin," katanya.

Baca juga: Positif Covid-19 dari Klaster Sekolah Seminari Sintang Bertambah 6 Kasus

Tinggal di rumah kayu eks transmigrasi

Ilustrasi rumah tusuk sate.iStock Ilustrasi rumah tusuk sate.
Awalnya Nelson tinggal di rumah temannya. Namun karena rumah yang ia tempati menjadi tempat berkumpulnya keluarga besar, Nelson memutuskan pidah,

Ia tinggal di rumah kayu eks transmigrasi yang ia sewa Rp 100.000 per bulan. Rumah tersebut berjarak sekitar 1 kilometer dari tempatnya bersekolah.

Setiap hari ia bangun lebih pagi dan harus berjalan kaki lewat jalan pintas di tengah hutan sawit agar tepat waktu sampai di sekolah.

Baca juga: Kepulauan Seribu Jadikan Gedung Sekolah sebagai Tempat Isolasi Pasien Covid-19

Tak jarang di jalan ia berpapasan dengan ular kobra hitam.

"Sering saya jumpa ular kobra hitam, memang kalau hutan sawit tempat banyak binatang berbisa, tapi itu bukan halangan bagi saya," katanya lagi.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Nelson bekerja serabutan seperti mengangkut kayu atau kerja di kebun. Upah yang ia dapatkan digunakan untuk makan.

Baca juga: Perantau dari Papua Positif Covid–19, Pasar dan Sekolah di Toraja Utara Ditutup

"Dulu sering tidak makan, awal-awal sekolah, tapi itu sudah biasa, toh banyak ubi atau daun sayur yang bisa dimakan,"lanjutnya.

"Kerja serabutan tidak masalah, kan masih bisa sekolah, masih bisa makan meski kadang hanya ubi, itu sudah cukup, pokoknya harus terus sekolah, dan tidak merepotkan mamak," kata remaja yang memiliki cita-cita sebagai atlet voli.

Sebagai anak sulung, Neslon memiliki tekad untuk terus sekolah agar tidak putus di tengah jalan.

Baca juga: Pemprov Papua: Siswa Tidak Terjangkau Internet Harus Dapat Bantuan

Cerita Nelson dibuat film pendek

Ilustrasi film di bioskopIlustrasi | Shutterstock Ilustrasi film di bioskop
Perjalanan hidup Nelson didoukmentasikan rekan sekolahnya di film pendek yang berjudul Semangat. Film pendek tersebut diunggah di kanal YouTube.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah SMKN 1 Seimanggaris Rusmini Hakim. Ia mengatakan kegigihan Nelson untuk terus belajar mendapatkan acungan jempol.

Menurut Rusmini, Nelson memilih sifat pantang menyerah yang bisa menginspirasi siswa lainnya.

Baca juga: Ketua DPR: Jakob Oetama Tokoh Pers Inspiratif, Memiliki Keterkaitan Sejarah dengan Bung Karno

"Semangatnya luar biasa, kebetulan kisah Nelson didokumentasikan murid saya yang lain bernama Ikmal, dia buat film pendek berjudul ‘Semangat’, dan diupload di YouTube, semoga itu menginspirasi siswa siswi di sekolah kita," katanya.

Rusmi menceritakan pihak sekolah dan siswa kerap membuat produk yang dipasarkan ke perusahaan seperti buah, sayur, dan kerajinan tangan.

Hasil dari penjualan produk tersebut kemudian didonasikan ke siswa yang membutuhkan salah satunya Nelson.

"Seimanggaris banyak perusahaan, jadi sayur dan buah yang kita tanam kita pasok ke mereka, kita biasakan siswa kita mandiri, mereka berkreasi dan memasarkan produk, hasilnya kembali ke mereka," kata Rusmini.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Ahmad Zulfiqor | Editor: Khairina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com