DPRD Jember menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan dan Undang-undang.
Menurutnya, DPRD Jember hanya bisa memakzulkan bupati secara politik. Lembaga yang bisa memecat bupati secara sah adalah Kementerian Dalam Negeri melalui fatwa Mahkamah Agung.
“Kami akan meminta fatwa pada MA terkait keputusan HMP ini,” tegas dia.
Bupati Faida tak hadir dalam sidang paripurna yang digelar secara tatap muka dengan protokol pencegahan Covid-19.
Faida hanya memberikan jawaban tertulis sebanyak 21 halaman yang dikirimkan kepada DPRD Jember.
Namun, anggota DPRD Jember sepakat tak membacakan jawaban tertulis itu dalam sidang paripurna.
Baca juga: Penuhi Syarat Dukungan, Calon Petahana Maju Lewat Jalur Perseorangan di Pilkada Jember
Dalam keterangan tertulisnya, Faida mengatakan penggunaan HMP sudah diatur dalam Pasal 78 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018.
Pasal tersebut berbunyi, pengusulan hak menyatakan pendapat disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit, materi dan alasan pengajuan usulan pendapat serta materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan atau hak angket.
Faida menyebut, surat PRD Jember yang diterimanya tak memiliki dokumen pendukung seperti yang diatur dalam aturan tersebut.
“Tidak dilampirkannya dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat membawa kerugian pada bupati,” kata Faida dalam keterangan itu.
Faida mengaku tak mengetahui secara pasti alasan DPRD mengajukan hak menyatakan pendapat. Ia pun menilai usulan hak menyatakan pendapat tak memenuhi syarat.
Sidang Paripurna Diwarnai Demo Ribuan Warga
Ribuan warga Jember yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jember (AMJ) menggelar demonstrasi di DPRD Jember. Aksi tersebut menuntut Bupati Jember Faida mundur dari jabatannya.