Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Yusuf Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh, Bayar Utang Perjalanan Sampai Mati

Kompas.com - 14/07/2020, 13:12 WIB
Rachmawati

Editor

Selama terkatung-katung di laut, mereka meminum air laut.

"Satu hari makan, tiga hari tidak makan. Kalau haus kita harus mengambil baju untuk mengambil air laut, baru kemudian diperas dan diminum," kata Muhammad Nabi.

Setelah terombang ambing di laut selama 4,5 bulan, mereka ditolong sejumlah nelayan Aceh yang melihat kapal yang mereka tumpangi naik turun dibawa ombak tanpa mesin yang berfungsi.

Baca juga: Cerita Pengungsi Rohingya: Ingin Mengadu Nasib ke Malaysia Malah Terdampar di Aceh, 15 Meninggal Saat Perjalanan

Berdasarkan kesaksian beberapa nelayan Aceh, kapal yang ditumpangi para pengungsi Rohingya rusak sekitar 80 mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, sehingga air menutupi hampir setengah lambung kapal.

Muklisin, kapten kapal yang melakukan penjemputan mengatakan "waktu saya merapat ada yang menangis, ada saya lempar [minuman dan makanan] dan mereka berebutan karena kelaparan dan kehausan," katanya.

Baca juga: Rapid Test, 99 Pengungsi Rohingya di Aceh Utara Nonreaktif

Menanti kejelasan nasib

Muhammad Yusuf kini hidup bersama 98 pengungsi Rohingya lainnya di Balai Latihan Kerja (BLK) Desa Mee Kandang, Lhokseumawe, Aceh.

Ke-43 orang dewasa dan 56 anak-anak itu masih menunggu kepastian terkait nasib mereka.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan perlu dilakukan langkah-langkah preventif guna mencegah warga Rohingya tidak menjadi korban perdagangan manusia.

Menlu Retno Marsudi menyebut upaya repatriasi ribuan warga Rohingya dari kamp-kamp pengungsian di Bangladesh ke Rakhine State, Myanmar, harus terus diprioritaskan oleh ASEAN, walau rencana repatriasi hingga kini belum dapat terlaksana mengingat situasi keamanan dan pandemi Covid-19.

Baca juga: Cerita Nelayan Selamatkan Pengungsi Rohingya, Suara Minta Tolong dan Terseret Angin

Otoritas Indonesia juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya unsur penyelundupan manusia sehingga migran ireguler tersebut menjadi korban.

"Penyelundupan manusia adalah kejahatan yang harus dihentikan dan memerlukan kerja sama kawasan dan internasional. Perjalanan laut yang tidak aman ini dipastikan akan terus terjadi sepanjang akar masalah tidak diselesaikan," kata keterangan resmi Kemlu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com