Hal itu mereka lakukan karena mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
"Kami jujur yang merambah hutan karena banyak kesulitan hidup. Kami sudah telanjur merambahnya. Kami minta belaskasihan dari pemerintah. Masyarakat juga dengan keadaan masing-masing karena kemiskinan," ucap ketiganya mengakui.
Kepala Desa Golowuas, Kristianus Naba mengatakan, selama ini ada masyarakat yang memang tidak mengetahui bahwa hutan yang dirambah merupakan hutan konservasi.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Gorgonius Bajang yang ikut dalam dialog itu mengatakan, pihaknya menerima informasi dari masyarakat tentang perambahan hutan.
Dampak dari perambahan hutan itu adalah debit air di bagian selatan terus mengecil.
Bahkan dampak nyata Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) tidak lagi menyala karena debit air kecil.
Dua pekan lalu pihaknya sudah mengunjungi wilayah kerusakan hutan di Lokpahar, Kecamatan Pocorana Timur, dan Sambirampas,
"Jadi bagian utara dan selatan dari hutan konservasi ini sudah terjadi kekurangan air untuk dialirkan ke sawah dan untuk air minum," jelasnya.
Lucius Modo, anggota Komisi B DPRD Manggarai Timur mengibaratkan bentang alam hutan konservasi Taman Wisata Alam Ruteng sama seperti punggung kuda.