Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Pengajar Penghayat Kepercayaan, Mengajar Tanpa Bayaran: Paling Utama Regenerasi

Kompas.com - 21/06/2020, 05:45 WIB
Rachmawati

Editor

Tidak seperti di Cilacap yang memiliki 50 siswa, di Yogyakarta hanya ada tujuh siswa yang mengikuti pelajaran penghayat di sekolah.

Kuswijoyo bercerita masih ada sejumlah oknum di sekolah yang belim bisa menerima kenyataan jika siswa penghayat berhak atas pelajaran sesuai keyakinannya.

Baca juga: KTP untuk Penghayat Kepercayaan Didistribusikan Mulai 1 Juli 2018

“Kurikulum, silabus, dan lainnya tidak ada masalah. Tantangan besarnya seberapa jauh keterbukaan sekolah terbuka bagi setiap siswa atau siapapun yang akan mengambil penghayat kepercayaan. Kalau negara sudah cukup terbuka, cukup baik memberikan pelayanan untuk pendidikan,” kata Kuswijoyo.

Kuswijoyo mengatakan proses besar yang harus diperjuangan adalah agar pelajaran penghayat ini masuk secara integral ke dalam kurikulum nasional.

Dengan langkah tersebut sangat memungkinkan setiap daerah di Indonesia secara sama memberikan pelayanan pelajaran bagi penghayat kepercayaan.

Baca juga: Warga Penghayat Kepercayaan Akan Dapat E-KTP Baru Setelah Pilkada 2018

Sehingga pelajaran penghayat kepercayaan akan memiliki kesetaraan dengan pelajaran agama yang sudah diajarkan selama ini.

Dalam beberapa kesempatan, kata Kuswijoyo, ia beberapa kali didatangi oleh sejumlah siswa yang mengaku ingin mempelajari ajaran para leluhur ini.

Mereka datang dari berbagai macam latar belakang, termasuk agama yang berbeda-beda.

Niat itu terbentur oleh kewajiban untuk mendiskusikan pilihan tersebut dengan orang tua siswa, dan iklim sekolah yang kadang kurang kondusif.

Baca juga: Soal Putusan MK Terkait Penghayat Kepercayaan di KTP, Ini Perintah Jokowi kepada Mendagri

Karena itulah, jumlah penghayat kelompok usia muda di Yogyakarta jumlahnya tidak terlalu besar.

Hingga saat ini, para siswa penghayat menerima pelajaran dengan buku yang disusun bersama oleh 187 paguyuban kepercayaan di Indonesia.

Mereka bergabung dalam Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Lembaga ini, selain mengkoordinasi penyusunan buku, juga berperan dalam menyediakan penyuluh di sekolah.

“Kami sudah sepakat untuk merumuskan bersama, dan hasilnya dituangkan dalam bentuk buku ajar ini,” tambah Kuswijoyo.

Baca juga: Pemerintah Siapkan KTP Khusus untuk Penghayat Kepercayaan

Sejarah panjang penghayat kepercayaan

Prof Al Makin Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan penghayat kepercayaan memiliki sejarah panjang di Indonesia.

Namun eksistensi mereka sangat berkaitan erat dengan kondisi politik.

Al Makin adalah penulis Buku Nabi-Nabi Nusantara, Keragaman dan Perbedaan: Budaya dan Agama dalam Lintas Sejarah Manusia, dan Membela yang Lemah demi Bangsa dan Ilmu.

Dalam catatannya, ada sekitar 1.300 paguyuban atau kelompok kepercayaan di Indonesia dengan kurang lebih 10 juta pengikut.

Baca juga: Soal E-KTP Penghayat Kepercayaan, Ini Opsi Pemerintah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com