Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KTP untuk Penghayat Kepercayaan Didistribusikan Mulai 1 Juli 2018

Kompas.com - 12/04/2018, 15:39 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri segera merealisasikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik khusus untuk para penghayat kepercayaan. Mereka akan diberikan e-KTP mulai 1 Juli 2018 mendatang.

"Untuk penghayat, arahan Bapak Presiden, jadi akan dilakukan pemberian KTP mulai 1 Juli," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, seusai Musrembang tingkat Provinsi Jateng di Semarang, Kamis (12/4/2018).

Selain KTP, pemerintah juga akan mengganti kartu keluarga (KK) para penganut aliran kepercayaan itu. Perubahan data di dalam KTP maupun KK dapat dilakukan di masing-masing kantor Catatan Sipil atau kantor kecamatan.

"KK juga akan mulai diganti pada 1 Juli, tapi prosesnya bisa lebih awal. Mulai Mei bisa mengurus dengan mengisi perubahan data penduduk," ujarnya.

Jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia sendiri diprediksi mencapai 180.000 orang. Namun, jumlah itu diprediksi bakal meningkat.

"Kalau datanya 180.000, itu se-Indonesia, tapi prediksi kami jumlahnya akan meningkat," tambahnya.

Baca juga : MK: Hak Penganut Kepercayaan Setara dengan Pemeluk 6 Agama

Zudan menjelaskan, identitas nantinya yang diubah di dalam KTP, yaitu pada bagian kolom agama. Nantinya di kolom itu akan diganti dengan kepercayaan, dan tidak menyebut nama organisasi penghayat kepercayaan.

"Jadi itu mengisi atau mengubah, misal yang dulu agamanya Islam, Buddha diubah menjadi penghayat. Itu boleh. Jadi, namanya ditulis penghayat, tidak menyebut nama organisasi mislanya Sapta Darma, Sunda Wiwitan, itu tidak," pungkasnya.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.

Baca juga : Penganut Agama Leluhur: Sakitnya Kami Selalu Diperlakukan Beda...

Hal itu diatur sebagaimana di dalam Pasal 61 ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata "agama" dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Kompas TV Umat Parmalim Gelar Tradisi Suci Simbol Syukur Sipaha Lima
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com