Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan Seksual UII Yogyakarta, Korban Tak Hanya di Indonesia Tapi Juga di Australia (2)

Kompas.com - 17/06/2020, 07:37 WIB
Rachmawati

Editor

"Kurang lebih modusnya sama dengan apa yang terjadi di Yogyakarta. Memang kalau di Yogyakarta bervariasi kasusnya, sampai ada percobaan perkosaan, sementara di yang di Melbourne lebih ke sentuhan fisik," kata Annisa.

Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak di Sulut Kebanyakan Orang Dekat

Kebanyakan dari mereka bertemu dengan IM di acara-acara kampus dan acara yang digelar oleh komunitas mahasiswa Indonesia, tambah Annisa.

"Dan karena kita tahu image pelaku adalah ustaz, mereka kebingungan dengan kelakuan pelaku ini, misalnya melakukan sentuhan-sentuhan yang tidak berdasarkan consent," ujarnya.

Akhirnya, Annisa bersama sejumlah alumni Universitas Melbourne membuat petisi mendesak kampus untuk menginvestigasi kasusnya.

Mereka juga membuat petisi lain yang mendesak Australia Award Scholarship untuk mencabut beasiswa yang diberikan kepada IM.

Baca juga: Nadiem Bicara 3 Dosa di Sekolah: Radikalisme, Kekerasan Seksual, dan Bullying

Australia Awards adalah program beasiswa yang diberikan oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) kepada mahasiswa dari negara berkembang untuk kuliah di Australia.

Melalui surat elektronik kepada BBC News Indonesia, DFAT mengaku "menyadari adanya dugaan pelanggaran seksual" yang dilakukan oleh penerima beasiswa Australian Awards.

"Penyelidikan sedang dilakukan oleh universitas Australia di mana penerima beasiswa sedang belajar, sesuai dengan kebijakan yang diuraikan dalam Australia Award," tulis juru bicara DFAT.

Baca juga: WCC Nurani Perempuan: Siswi SMA yang Buang Bayi Diduga Korban Kekerasan Seksual

Pernyataan itu juga menegaskan bahwa penerima beasiswa Australian Awars menandatangani perjanjian kode etik yang mensyaratkan "standar perilaku yang tinggi" dan semua penerima beasiswa "harus mematuhi kebijakan program, termasuk standar perilaku."

Terkait desakan pencabutan beasiswa IM, juru bicara DFAT menegaskan "sampai penyelidikan selesai, DFAT tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut."

Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IM di Australia, dikonfirmasi oleh Bruce Tobin, pejabat urusan publik Universitas Melbourne yang mengatakan "dua alumni telah membuat tuduhan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa laki-laki pada tahun 2018 dan 2019".

Baca juga: Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan, Nadiem: Langsung Keluarkan Jika Terbukti...

"Kedua alumni, yang sekarang tinggal di luar negeri, sudah ditawarkan dukungan dan diyakinkan bahwa informasi lebih lanjut yang mereka berikan kepada Universitas akan diselidiki secara menyeluruh," tulis Bruce Tobin melalui surat elektronik.

Dia menjelaskan bahwa kampus telah menghubungi terduga pelaku dan menawarkan bantuan kepadanya, namun menegaskan Universitas Melbourne "tidak memiliki toleransi terhadap kekerasan seksual dan pelecehan seksual."

"Universitas Melbourne berkomitmen untuk memastikan bahwa kampus adalah tempat dimana siswa, staf dan pengunjung merasa aman dan diperlakukan dengan hormat," tegasnya.

Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak Kebanyakan Orang Dekat

Apa respons IM dan bagaimana reaksi tentang itu?

R berharap, kasus pelecehan ini bisa menjadi titik balik bagi kampus untuk membuat aturan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di kampus. UII Bergerak R berharap, kasus pelecehan ini bisa menjadi titik balik bagi kampus untuk membuat aturan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di kampus.
BBC News Indoneia telah berupaya menghubungi IM untuk mengklarifikasi kasus pelecehan yang dituduhkan kepadanya, namun hingga berita ini diturunkan IM tak mereponsnya.

Akan tetapi, dalam unggahan di akun instagramnya pada 29 April silam, dia menyebut apa yang dituduhkan padanya sebagai "pembunuhan karakter". Sebab, pemberitaan kasus kekerasan seksual ini muncul tanpa memberinya "kesempatan untuk membela diri".

Pelajar yang saat ini sedang mengerjakan tugas akhirnya di Universitas Melbourne itu mempersilakan pihak terkait "untuk menempuh jalur hukum".

Baca juga: Bocah SD Tewas dengan 2 Sayatan di Leher, Polisi Dalami Dugaan Kekerasan Seksual

"Jika memang ada yang pernah merasa dirugikan, sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional saya persilahkan untuk menempuh jalur hukum," tulisnya dengan tulisan tangan.

"Hadirkan saya bersama orang yang merasa pernah dirugikan. Kita bisa saling beradu argumen dan klarifikasi dengan cara yang baik," imbuhnya, seraya menambahkan dirinya siap menerima segala konsekuensi atas perbuatannya.

"Saya meyakini bahwa kebenaran hanya akan bisa ditempuh melalui pengadilan, bukan dengan cara aseperti ini yang bias dan penuh dengan narasi penggiringan opini," tegasnya.

Baca juga: Komisi VIII DPR Ingin Jenis-jenis Kekerasan Seksual Masuk RKUHP

Fasya Teixera yang mendapat puluhan aduan dari para penyintas melalui dunia maya mengatakan para penyintas dan teman penyintas "kesal" dan "meremehkan" jawabah IM atas tudingannya, namun dia mereka tak kaget dengan respons IM tersebut.

"Ibaratnya mana ada maling ngaku," kata dia.

Sementara, alumni Universitas Melbourne yang membuat petisi daring tentang kasus pelecehan seksual IM, Annisa Dina, menyebut respons IM layaknya pelaku pelecehan seksual lain yang "memanfaatkan celah hukum yang ada".

Baca juga: Fisik hingga Sosial, Begini Dampak Korban Kekerasan Seksual

"Tipikal pelaku kekerasan seksual seperti itu, mereka mengetahui celah hukum yang ada, di mana ketika kita membawa ini ke kepolisian pun tidak mudah untuk membuktikan kasus itu, karena beban pembuktiannya semuanya ada di penyintas," ujar Annisa.

Maka dari itu dalam petisi, Annisa mendesak agar beban pembuktian tidak hanya dibebankan pada para penyintas, namun juga kepada terduga pelaku untuk membuktikan bahwa dirinya tak bersalah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com