KOMPAS.com -Sebanyak 30 perempun berniat menempuh jalur hukum terkait kasus dugaan kekerasan seksual, yang diduga dilakukan oleh alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Hingga kini, tim pencari fakta penanganan kasus kekerasan seksual di UII Yogyakarta masih terus menyelidiki kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh alumninya, yang kini menempuh pendidikan di Universitas Melbourne, Australia, sebulan setelah kasus itu bergulir.
Baca juga: Kekerasan Seksual UII Yogyakarta, Penyintas: Saya Takut dan Gugup (1)
Mengapa kasus-kasus kekerasan seksual ini baru muncul sekarang?
Kasus dugaan pelecehan seksual di UII Yogyakarta mencuat pertama kali ketika Lani, yang didampingi temannya, mengadu ke LBH Yogykarta pada 17 April silam.
Lani, bukan nama sebenarnya, bercerita tentang temannya bahwa dirinya menjadi korban pelecehan seksual oleh IM.
Tak lama, satu per satu penyintas lain berani berbicara tentang yang mereka alami. Sebagian dari mereka memberanikan diri untuk bersuara di media sosial dengan mengadukan kasus tersebut kepada akun instagram UII Bergerak, gerakan yang diinisiasi oleh para mahasiswa UII, seperti yang dilakukan R.
Baca juga: Buntut Dugaan Pelecehan Seksual Alumnus UII, 2 Petisi Beredar di Australia
"Tadinya saya emang agak ragu buat lapor, cuma karena saya merasa punya bukti yang bisa mendukung kalau perilaku IM agak aneh, akhirnya saya merasa ikut lapor ke UII Bergerak dan syukurnya UII Bergerak sangat merespons baik aduan saya," tutur R.
"Dibanding harus lapor ke kampus kayaknya UII Bergerak lebih serius menangani kasus pelecehan seksual oleh IM," ujarnya kemudian.
Beberapa penyintas lain mengadu kepada salah satu alumni UII Yogyakarta, Fasya Teixera—yang merupakan salah satu teman penyintas. Fasya kemudian membagikan pengalaman yang dialami temannya via Instagram.
Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Alumnus UII, Media Asing Kupas Kronologinya
Kepada BBC Indonesia, Fasya mengatakan lebih dari 20 penyintas atau teman penyintas yang menceritakan pengalaman serupa. Sebagian besar dari mereka, kata Fasya, mengaku mendapat pelecehan fisik dan verbal dari IM.
"Kebanyakan korban-korbannya nggak berani cerita karena mereka takut nggak dipercaya, karena image-nya IM," ujarnya.
Tak sedikit dari mereka hingga kini masih mengalami trauma, imbuh Fasya.
Baca juga: LBH Yogyakarta Terima 30 Pengaduan Dugaan Kekerasan Seksual Alumnus UII
Fasya kemudian mendorong mereka untuk melakukan pengaduan ke LBH Yogyakarta terkait kasus itu.
Hingga 4 Mei, LBH telah mendapatkan laporan pengaduan dari 30 penyintas.
Kasus dugaan pelecehan seksual dengan jumlah yang fantastis ini menjadi perbincangan di lingkungan kampus dan Alumni UII Yogyakarta.
Baca juga: Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Alumnus UII Disorot Media Asing
Kampus juga menegaskan akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kepada IM pada 2015 silam.
Akan tetapi, sebulan setelah tim pencari fakta dibentuk, belum ada kemajuan terkait investigasi kasus dugaan pelecehan seksual ini.
Baca juga: Warga AS yang Sewa PSK Anak merupakan Residivis Kasus Pelecehan Seksual
Paul dari UII Bergerak menuding kampus tidak transparan dan tidak terbuka dalam penyelidikan kasus IM.
"Kami tidak tahu keberpihakan tim pencari fakta ini seperti apa karena menurut kami, sikap tim ad hoc yang tertutup ini adalah bentuk dari kampus yang tidak demokratis," ujar Paul.
Namun tudingan itu dibantah oleh Ketua Tim Pencari Fakta, Syarif Nurhidayat, yang menegaskan Surat Keputusan pencabutan gelar mahasiswa berprestasi telah diserahkan kepada IM dan mengakui itu "bukan konsumsi publik".
Baca juga: Polisi Tangkap Kakek 70 Tahun Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Anak Laki-laki di Jambi
Dia pun menjelaskan, penyelidikan kasusnya hingga kini terus berjalan, namun dia menegaskan "penyelidikan belum terungkap", kampus tidak akan melibatkan IM dalam segala kegiatan di kampus.
"Karena kita sudah mengambil sikap bahwa selama ini belum terungkap secara pasti di hadapan hukum, kami tidak membuka peluang terlebih dahulu," kata dia.
Baca juga: Anaknya Jadi Korban Pelecehan Kakek 70 Tahun, Ketua RT Lapor Polisi
Hal ini diakui Annisa Dina, salah satu alumni Universitas Melbourne.