Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebaran Prihatin di Tengah Pandemi Covid-19...

Kompas.com - 21/05/2020, 09:29 WIB
Rachmawati

Editor

'Mau marah, saya enggak bisa marah ke siapa-siapa'

Riska Hilna, 26 tahun, kesulitan menyambut Lebaran dengan gembira. Jauh dari keluarga di kampung halaman, perempuan asal Palembang itu untuk pertama kalinya akan menghabiskan hari raya Idul Fitri sendirian di rumahnya di Ciampa, Bogor. "Enggak tahu rasanya Lebaran di sini gimana," katanya.

Biasanya, sepekan sebelum Lebaran, ia sudah ada di rumah orang tuanya di Palembang. Dalam menyambut hari raya, keluarganya punya tradisi membuat kue dan mengadakan kenduri.

Satu hari sebelum Lebaran, saat buka puasa terakhir di bulan Ramadan, keluarga Riska biasanya berkumpul di rumah orang tuanya untuk makan besar. Makanan favorit mereka antara lain sambal jengkol atau petai, pindang daging, dan sambal tempoyak.

Baca juga: PSBB Parsial Cianjur Diperpanjang, Sanksi Dipertegas Pasca-Lebaran

"Apapun yang diminta, pasti diturutin sama orang tua. Kan anaknya banyak yang merantau," kata Riska.

Tahun ini, ia hanya berencana memasak tempe untuk dirinya sendiri dan tidak keluar rumah. "Paling tiduran di kamar," ujarnya.

Perasaan biru karena jauh dari keluarga ini menambah kesedihan yang dialami Riska di masa wabah virus corona. Ia baru saja di-PHK dari sebuah klinik kesehatan di Jakarta, tempatnya bekerja sebagai pegawai kontrak selama tiga tahun.

Ia berkata seharusnya tahun ini ia diangkat menjadi karyawan tetap. Namun sehari sebelum kontraknya habis, bagian HRD memberi tahunya bahwa perusahaan tidak akan memperpanjang kontraknya. "Rasanya bagai disambar petir," kata Riska.

Baca juga: Ganjar Prediksi Pemudik ke Jawa Tengah Akan Mencapai 1 Juta Saat Lebaran

Kini ia tanpa pendapatan, dan menyisakan cicilan rumah yang baru dibelinya pada tahun lalu. Riska mengaku sudah mendaftar untuk kartu prakerja, tapi belum ada balasan.

Satu hal yang paling Riska sayangkan ialah tahun ini ia tidak bisa mengirimkan uang kepada keluarganya. Biasanya ia membelikan baju lebaran untuk orang tuanya, juga membagikan 'THR' kepada para keponakan.

Baca juga: PSBB Parsial Cianjur Diperpanjang, Sanksi Dipertegas Pasca-Lebaran

"Sekarang, lagi kondisi kayak gini, buat diri sendiri aja syukur-syukur cukup," kata Riska. Malah, ia mungkin harus meminta bantuan ke kakak-kakak dan orang tuanya demi menyambung hidup.

Riska mengatakan ia merasa sedih dan marah sekaligus pasrah dengan situasinya.

"Mau marah, saya enggak bisa marah ke siapa. Mau menyalahkan, saya enggak bisa menyalahkan siapa-siapa."

Baca juga: Wapres Maruf Ingatkan Masyarakat Manfaatkan Teknologi untuk Silaturahim Lebaran

'Saya harap virus corona cepat hilang dari Indonesia'

Ahmad Munir rindu berbagi cerita dan berbagi rezeki dengan kerabat dan handai taulan di kampung halaman. Ahmad Munir Ahmad Munir rindu berbagi cerita dan berbagi rezeki dengan kerabat dan handai taulan di kampung halaman.
Bagi Ahmad Munir, 38 tahun, pandemi virus corona adalah kejutan besar. Penghasilannya anjlok dari Rp12-13 juta per bulan dari berjualan buah-buahan ke kafe di sekitar kota Yogyakarta, menjadi nol rupiah.

Sebagai wirausahawan, bapak dua anak itu menganggap ini sebagai dinamika bisnis. Tapi ia menyayangkan bahwa pada Lebaran tahun ini ia tidak bisa "berbagi rezeki".

Sudah menjadi kebiasaan bagi pria asal Madura itu di saat Lebaran, membagikan hadiah dalam bentuk uang atau makanan dengan kerabat dan handai tolan di kampung halamannya.

Baca juga: Kasus Covid-19 Akan Terus Bertambah Jika Masyarakat Tak Patuh Saat Lebaran

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com