KUPANG, KOMPAS.com - Anggota DPRD NTT dari Partai Demokrat Boni Bonjer Jebarus, menyayangkan mahalnya biaya untuk melakukan rapid test di sejumlah rumah sakit di wilayah itu.
"Kami sayangkan penarikan biaya rapit test sebagaimana ditemukan oleh Ombudsman NTT di beberapa rumah sakit yang kisaran tarifnya Rp 400.000, bahkan lebih," ungkap Bonjer, saat dihubungi Kompas.com, melalui telepon seluler, Rabu (20/5/2020).
Bonjer meminta, pemerintah setempat harus mengintervensi hal itu, agar masyarakat jangan terbebani dengan tarif yang mahal itu.
Langkah yang harus dilakukan pemerintah, lanjut Bonjer, yakni menggunakan APBD yang sudah dianggarkan oleh masing-masing pemerintah daerah, dengan melakukan tes massal.
Baca juga: 173 TKI Tiba di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Seorang Reaktif Rapid Test
Setiap kabupaten dan kota di NTT, sebut Bonjer, sudah dialokasikan dana rata-rata di atas Rp 10 miliar dan Provinsi NTT di atas ratusan miliar rupiah.
Menurut Bonjer, mestinya pemerintah bersyukur atas kesadaran masyarakat untuk melakukan tes mandiri atas kesehatan dirinya.
Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di NTT, harus tegas dengan uji massal.
Langkah ini baik untuk pencegahan maupun penindakan. Uji massal dengan gratis mesti dilakukan agar penangan secara komprehensif dan sistemik.
Pemerintah daerah, kata Bonjer, juga harus menerima dengan tangan terbuka terhadap tes mandiri yang dilakukan oleh masyarakat.
Bonjer pun menganjurkan agar rapid test bisa menggunakan BPJS atau kartu sehat.
"Bagi yang sudah memiliki BPJS bisa menggunakan itu. Bagi yang belum punya kartu BPJS bisa minta surat dari pemerintah daerah setempat," ujar dia.