KUPANG, KOMPAS.com - Anggota DPRD NTT dari Partai Demokrat Boni Bonjer Jebarus, menyayangkan mahalnya biaya untuk melakukan rapid test di sejumlah rumah sakit di wilayah itu.
"Kami sayangkan penarikan biaya rapit test sebagaimana ditemukan oleh Ombudsman NTT di beberapa rumah sakit yang kisaran tarifnya Rp 400.000, bahkan lebih," ungkap Bonjer, saat dihubungi Kompas.com, melalui telepon seluler, Rabu (20/5/2020).
Bonjer meminta, pemerintah setempat harus mengintervensi hal itu, agar masyarakat jangan terbebani dengan tarif yang mahal itu.
Langkah yang harus dilakukan pemerintah, lanjut Bonjer, yakni menggunakan APBD yang sudah dianggarkan oleh masing-masing pemerintah daerah, dengan melakukan tes massal.
Setiap kabupaten dan kota di NTT, sebut Bonjer, sudah dialokasikan dana rata-rata di atas Rp 10 miliar dan Provinsi NTT di atas ratusan miliar rupiah.
Menurut Bonjer, mestinya pemerintah bersyukur atas kesadaran masyarakat untuk melakukan tes mandiri atas kesehatan dirinya.
Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di NTT, harus tegas dengan uji massal.
Langkah ini baik untuk pencegahan maupun penindakan. Uji massal dengan gratis mesti dilakukan agar penangan secara komprehensif dan sistemik.
Pemerintah daerah, kata Bonjer, juga harus menerima dengan tangan terbuka terhadap tes mandiri yang dilakukan oleh masyarakat.
Bonjer pun menganjurkan agar rapid test bisa menggunakan BPJS atau kartu sehat.
"Bagi yang sudah memiliki BPJS bisa menggunakan itu. Bagi yang belum punya kartu BPJS bisa minta surat dari pemerintah daerah setempat," ujar dia.
"Intinya, masyarakat jangan dibebankan untuk urusan kesehatan. Sebab, sehat itu hak sebagai warga negara. Dan Pemerintah harus hadir dan jangan cuci tangan," tegas dia.
Terkait dengan hal itu, Kepada Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu, mengatakan, idealnya seluruh rakyat di NTT bisa melakukan rapit test.
Tetapi kata Marius, anggaran yang disediakan tidak mungkin bisa menjangkau seluruhnya.
"Kami menyediakan rapit test, lebih diutamakan bagi mereka yang memang dicurigai ada gejala-gejala klinis tertentu. Jadi, sangat selektif," kata Marius.
Di samping itu, sebut Marius, selain anggaran tidak hanya untuk rapit test, persediaan rapit test di pasaran juga sangat terbatas.
"Yang memesan rapit test bukan hanya kita, tapi seluruh provinsi dan kabupaten serta kota se-Indonesia, bahkan berbagai negara di dunia," kata Marius.
Sebelumnya diberitakan, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menerima keluhan dari masyarakat di wilayah itu soal mahalnya biaya pemeriksaan kesehatan untuk mendiagnosa Covid-19.
Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT Darius Beda Daton, saat dihubungi Kompas.com, melalui sambungan telepon, Rabu (15/4/2020).
Darius menuturkan, biaya pemeriksaan yang mahal itu terjadi di sejumlah rumah sakit di Kota Kupang.
"Ini sangat membebankan masyarakat, karena biaya pemeriksaan kesehatan untuk diagnosa Covid-19 totalnya berkisar di atas Rp 400.000," ungkap Darius.
Akibatnya, lanjut Darius, masyarakat akan malas memeriksa kesehatan di rumah sakit yang biayanya mahal itu.
Dia menyebut, mahalnya biaya pemeriksaan kesehatan tersebut akibat banyaknya jenis pemeriksaan seperti pendaftaran, pemeriksaan kesehatan fisik, pemeriksaan darah lengkap hingga PCR.
https://regional.kompas.com/read/2020/05/20/12215991/dprd-sayangkan-mahalnya-biaya-rapid-test-di-ntt