Sementara itu, Direktur CV SBM Yongki Quidarusman membantah perusahaannya belum mengantongi amdal dan izin pendukung lainnya dari dinas terkait.
CV SBM, kata Yongki, telah mengantongi amdal yang disusun Universitas Pattimura.
Meski begitu, Yongki tak memerinci kapan memperoleh amdal tersebut.
“Ada dong (Amdal) kalau tidak ada berarti saya sudah dapat loko (tahan). Jadi begini sebelum IPK keluar, sebelum IUP keluar dari bupati, amdal sudah keluar duluan, itu aturan itu masa orang yang ngomong tidak tahu aturan,” ungkapnya.
Yongki juga mengklaim amdal, UKL, dan UPL yang dikantongi perusahaannya didapat atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat dan Universitas Pattimura.
“UKL UPL itu Pemda kerjasama dengan Unpatti itu dari dulu, kalau izin lingkungan hidup dari bupati bukan dari provinsi. Kerjasama dengan Unpatti itu ada dulu baru IUP bisa keluar,” katanya.
Yongki menegaskan UKL dan UPL yang dikantongi perusahaannya telah diteken Bupati Seram Bagian Timur Mukti Keliobas.
“Sudah tandatangan su (sudah) ambil, sudah lama,” katanya.
Baca juga: Protes Pembabatan Hutan Adat, Mahasiswa dan Satpol PP Ricuh di Kantor Gubernur Maluku
Aktivitas penebangan dan pengelolaan hutan yang dilakukan CV BSM di Hutan Adat Desa Sabuai menuai protes dari masyarakat setempat.
Perusahaan itu dinilai menebang hutan hingga wilayah keramat yang disakralkan warga setempat.
Kondisi di desa itu menjadi sorotan publik setelah 24 warga desa ditangkap karena mencoba menentang aktivitas penebangan tersebut. Dari 24 warga tersebut, dua warga ditetapkan sebagai tersangka.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan