Salin Artikel

Pembabatan Hutan Adat di Maluku, Pemprov dan Perusahaan Beda Pendapat soal Izin

Masyarakat Desa Sabuai menolak keberadaan perusahaan yang telah beroperasi sejak 2019 itu karena diduga menebang dan mengelola hasil hutan adat tanpa izin.

“Sampai hari ini kami dari Dinas Lingkungan Hidup juga belum pernah memproses satu pun dokumen baik itu amdal (analisis dampak lingkungan) dan dokumen lingkungan lainnya,” kata Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta usai menemui anggota DPRD Seram Bagian Timur di kantornya, Jumat (28/2/2020).

Dinas LH Maluku memanggil perwakilan CV SBM setelah dugaan pembalakan liar ramai diperbincangkan publik. 

Dinas LH Maluku ingin memastikan kelengkapan dokumen perusahaan itu.

“Pada 25 Februari, kami sudah layangkan surat pemanggilan kepada SBM, tapi sampai hari ini mereka tidak mau datang, dan kami menjadwalkan pemanggilan kedua,” kata Roy.

Menurut Roy, perusahaan itu tak mengantongi izin upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Seram Bagian Timur.

“Kemarin kita sudah koordinasi dengan ibu Kadis Lingkungan Hidup, dan kadis menjawab bahwa dokumen itu pernah dibahas di dinas dan sudah selesai tapi sampai sekarang belum dikeluarkan izinnya oleh Pak bupati, belum ditandatangani bupati,” jelas Roy.

Roy memastikan, perusahaan itu hanya mengantongi izin usaha perkebunan.

“Artinya kalau belum punya izin (lingkungan) berarti ilegal, persyaratan berinvestasi itu kan harus lengkap dokumen termasuk izin lingkungan,” kata Roy.

Sementara itu, Direktur CV SBM Yongki Quidarusman membantah perusahaannya belum mengantongi amdal dan izin pendukung lainnya dari dinas terkait.

CV SBM, kata Yongki, telah mengantongi amdal yang disusun Universitas Pattimura.

Meski begitu, Yongki tak memerinci kapan memperoleh amdal tersebut.

“Ada dong (Amdal) kalau tidak ada berarti saya sudah dapat loko (tahan). Jadi begini sebelum IPK keluar, sebelum IUP keluar dari bupati, amdal sudah keluar duluan, itu aturan itu masa orang yang ngomong tidak tahu aturan,” ungkapnya.

Yongki juga mengklaim amdal, UKL, dan UPL yang dikantongi perusahaannya didapat atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat dan Universitas Pattimura.

“UKL UPL itu Pemda kerjasama dengan Unpatti itu dari dulu, kalau izin lingkungan hidup dari bupati bukan dari provinsi. Kerjasama dengan Unpatti itu ada dulu baru IUP bisa keluar,” katanya.

Yongki menegaskan UKL dan UPL yang dikantongi perusahaannya telah diteken Bupati Seram Bagian Timur Mukti Keliobas.  

“Sudah tandatangan su (sudah) ambil, sudah lama,” katanya.

Aktivitas penebangan dan pengelolaan hutan yang dilakukan CV BSM di Hutan Adat Desa Sabuai menuai protes dari masyarakat setempat.

Perusahaan itu dinilai menebang hutan hingga wilayah keramat yang disakralkan warga setempat.

Kondisi di desa itu menjadi sorotan publik setelah 24 warga desa ditangkap karena mencoba menentang aktivitas penebangan tersebut. Dari 24 warga tersebut, dua warga ditetapkan sebagai tersangka.

  

https://regional.kompas.com/read/2020/02/29/17585221/pembabatan-hutan-adat-di-maluku-pemprov-dan-perusahaan-beda-pendapat-soal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke