Ahmad Hassan, terpidana mati, yang saat ini mendekam di Lapas Permisan--yang berjarak sekitar setengah jam naik bus dari Lapas Batu--sempat berada dalam satu sel bersama Rois dan Aman.
Di Lapas Permisan, penjagaan tidak seketat di Batu dan para petugas tidak menggunakan penutup wajah.
"Waktu itu Aman Abdurahman datang ke (Lapas) Kembang Kuning. Banyak yang baiat. Dia masuk ke blok warga binaan yang lain … mereka memaksa supaya pahamnya sama dengan mereka," cerita Hassan.
Pendirian Jamaah Ansarut Daulah (JAD) pada 2014 oleh Aman Abdurrahman disebutkan jaksa penuntut dalam pengadilan pada 18 Mei 2018.
Baca juga: Wiranto Kunjungi UGM, Cari Masukan untuk Disampaikan ke Presiden
Jaksa Anita Dewayani saat itu menyatakan, "Adalah fakta, bahwa sekitar Oktober 2014, Aman Abdurrahman memanggil Marwan alias Abu Musa, Zainal Anshori alias Abu Fahry untuk datang menjenguknya di Lembaga Pemasyarakatan Kembang Kuning Nusakambangan, dan pada saat itu terdakwa menyampaikan tentang Daulah Islamiyah ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi, dan umat Islam wajib mendukungnya."
Wadah tersebut, kata jaksa, oleh Marwan dinamakan "Jamaah Ansharut Daulah atau JAD yang maknanya adalah jemaah pendukung daulah."
Saat baiat inilah, Hassan menyatakan mengalami sendiri apa yang terjadi saat itu.
"Saat ramai-ramainya baiat ISIS, itu saya enggak bisa tidur, saya takut. Takut lengah saat tidur. Kita satu kamar, itu banyak. Saya sama Pak Subur (Subur Sugiarto, terpidana Bom Bali 2) berdua dan yang tidak berbaiat dianggap murtad."
Baca juga: Tulis Komentar Nyinyir di Facebook soal Penusukan Wiranto, Warga Tanjungpinang Diamankan
"Kita bantah pendapat-pendapat mereka, terutama mereka yang selalu memusuhi aparat atau pemerintah," papar Hassan.
Dia mengatakan sempat berteman baik dengan Rois "yang menghadapi satu perkara dengannya" selama sekitar dua tahun.
Namun, kata Hassan, situasi berubah setelah datangnya Aman.
Baca juga: Terpidana Bom Bali Umar Patek Diusulkan Dapat Pembebasan Bersyarat
"Mereka punya pemahaman mengkafirkan. Jangankan aparat, saya juga, sama Pak Subur. Saya dikafirkan dan hukumnya menurut syariat Islam, darahnya halal. Berarti saya berhak dibunuh sama mereka," tambahnya.
Hassan mengatakan, saat itu mereka "bertujuh dan kami cuma berdua dengan Pak Subur, ada Aman Abdurrahman dan Rois."
Hassan juga mengatakan, ia akhirnya terbebas setelah petugas "memindahkan dan tidak dicampur dengan mereka".
"Saya waswas. Lama-lama petugas sipir tahu, saya dan Pak Subur disuruh pilih kamar di mana. Saya waswas sekali, kalau kita lengah, (bisa) lewat gitu saja," katanya lagi.
Baca juga: Umar Patek: Kelompok Teroris Harusnya Menghentikan Aksi Terornya
Hassan juga menambahkan, kekhawatirannya saat itu bahwa narapidana kejahatan lain "ikut-ikutan mereka".
Kepala Lapas Batu, Erwedi Supriyanto, menyatakan, saat ini kemungkinan saling memengaruhi di lapas risiko tinggi "kecil" karena sel napi yang dipisahkan.
Di Lapas Batu, yang sebenarnya diperuntukkan untuk narkoba, saat ini terdapat 18 orang napi terorisme.
"Mereka tak lagi bisa berkomunikasi di antara mereka. Dulu waktu belum ada revitalisasi, khususnya untuk high risk, mereka kan masih bisa sering berkomunikasi, sering bertemu, sehingga bisa saling mempengaruhi. Tapi sejak Lapas Batu dan Pasir Putih menjadi lapas yang high risk, satu orang satu sel dan mereka tidak bisa berkomunikasi intens dengan yang lain," kata Erwedi.
Baca juga: 36 Napi Terorisme dari Cipinang dan Gunung Sindur Dipindahkan ke Nusakambangan