Pada 1635, ibu kota Kutai Martapura diagresi Kerajaan Kutai Kertanegara yang datang dari daerah Kutai Lama.
Muara Kaman melawan. Namun, Raja Dermasatia akhirnya terbunuh.
Sejak saat itu, Kutai Martapura runtuh lalu dianeksasi Kutai Kertanegara.
Setelah itu, Kutai Kertanegara menambahkan nama kerajaannya menjadi Kutai Kertanegara ing Martapura.
Monarki ini memindahkan ibu kotanya dari Jembayan ke Tenggarong pada 1782. Kota Tenggarong kini jadi ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kemudian, kekuasaan politik Kerajaan Kutai Kertanegara berakhir setelah 15 tahun Proklamasi Negara Indonesia 1945.
"Raja terakhirnya adalah Sultan Aji Muhammad Pasikesit pada tahun 1960," jelas dia.
Pada 2001 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menghidupkan kembali Kerajaan Kutai Kertanegara di Tenggarong, dengan menobatkan putra Sultan Pasikesit, yakni Aji Muhammad Salehuddin II sebagai Sultan.
Namun, fungsi kerajaan baru ini hanya sebagai sarana pelestari budaya, bukan pemilik otoritas politik seperti dahulu kala.
Nama kerajaannya juga tidak sama persis dengan nama tempo dulu.
Kini kerajaan itu bernama Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Terjadi perubahan vokal /e/ menjadi /a/ pada kata “kerta”. Lalu, ada penambahan suku kata “di” pada tengah kata “marta” dan “pura”.