Meski bisa menjadi alternatif, pertumbuhan fintech di bidang pertanian masih minim.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan INDEF mencatat, nilai pinjaman fintech per Juni 2019 berdasarkan data OJK mencapai Rp 44,8 triliun, meningkat 97,6 persen dalam satu tahun terakhir.
Sementara jumlah transaksi peminjam (borrower) menembus 9,7 juta akun di periode yang sama. Penyaluran dana fintech dan investasi menyumbang output nasional sebesar Rp 60 triliun ayau naik 130 persen di 2019.
Dari jumlah itu, kontribusi terbesar terjadi pada jasa lembaha keuangan sebesat 68 persen. Sedangkan pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 0,004 persen.
Begitupun dalam penambahan tenaga kerja, naik 1.613 atau 0,04 persen. Meski kecil, pada msayarakat desa, golongan tenaga kerja yang memiliki manfaat besar akibat adanya fintech adalah petani dan pengusaha usaha penunjang pertanian. Artinya, fintech lebih banyak bergerak di perkotaan.
Dalam hal pertumbuhan pendapatan, kenaikan lebih banyak dinikmati rumah tangga perkotaan dari berbagai kalangan dan rumah tangga pengusaha pertanian dibanding rumah tangga pedesaan.
Penambahan pendapatan buruh tani naik Rp 2,287 miliar atau 1,29 persen dari Rp 176,756 miliar. Sedangkan pengusaha pertanian naik Rp 9,767 miliar atau 1,34 persen dari pendapatan awal Rp 731,562 miliar.