KOMPAS.com — Samiyati, salah seorang guru honorer di Kabupaten Ende, merasa lega saat namanya masuk dalam daftar nama guru tidak tetap (GTT) pada 2019.
Di tahun yang sama, ia mendapatkan insentif tambahan dari pemerintah melalui biaya operasional sekolah daerah (Bosda) selama 4 bulan.
Bosda adalah janji politik pemerintah daerah terhadap guru honorer yang dimulai pada 2018.
Sesuai kebijakan tersebut, guru honorer di pedalaman mendapatkan Rp 1.500.000, guru honorer di wilayah terpencil mendapatkan Rp 1.100.000, dan guru honorer yang ada dalam kota mendapatkan Rp 700.000.
Baca juga: Tangis Guru Honorer di Hadapan DPRD Ende, Sudah 11 Bulan Tidak Digaji
Pada Februari 2019, Samiyati diminta pihak Dinas Pendidikan untuk memasukkan data guru tidak tetap (GTT).
Namun, ternyata nama Samiyati dan beberapa guru lain yang terdaftar sebagai GTT dicoret dari daftar penerima Bosda dalam tahun anggaran 2019.
Hal tersebut diceritakan Samiyati di hadapan anggota DPRD Ende, Kamis (21/11/2019).
"Saya baru diberi tahu oleh kepala sekolah bahwa nama saya tiba-tiba tidak dimasukkan dalam daftar GTT yang akan menerima insentif tahun 2019. Ke manakah kami yang tidak digaji selama 11 bulan ini. Nama kami tidak muncul di daftar penerima Bosda 2019, bagaimana sudah nasib kami ini pak," kata Samiyati sambil menangis.
Baca juga: Cerita Guru Honorer di Samarinda, Ke Sekolah Jalan Kaki 2 Km, 10 Tahun Mengajar Digaji Rp 800.000
Samiyati mengaku kecewa namanya dicoret hingga selama 11 bulan tidak digaji
"Selama 11 bulan ini kami tidak terima upah dari Bosda. Kami kerja tanpa upah," ucap Samiyati.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.