Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Mahasiswa Demonstran, Kendaraan Dirazia hingga Didukung Masyarakat

Kompas.com - 01/10/2019, 16:22 WIB
Rachmawati

Editor

"Dari setiap titik itu, di pinggir jalan itu ada dukungan dari ibu-ibu, anak-anak, bahkan ada orang yang tiba-tiba kasih uang, 'Nak buat beli minum, buat beli roti'," cerita Sayid tentang unjuk rasa mereka 23 September 2019 lalu.

Dalam unjuk rasa ini, Sayid bersama ribuan mahasiswa di Kaltim terlibat aksi dorong dengan aparat polisi pasca menggeruduk gedung DPRD setempat. Aksi kemudian berakhir dengan semprotan meriam air dan gas air mata.

Baca juga: Demo di Makassar: Mahasiswa Tutup Jalan, Polisi Ajak Shalat Berjamaah

"Masyarakat itu betul-betul mendukung. Siap kasih rumahnya ketika ada tembakan gas air mata dan ketika kita sesak napas. Dengan sangat luar biasa. Buat kita masuk. Atur napas. Sediakan minuman," lanjut Sayid.

"Semua masyarakat itu mendukung. Jadi, kami tak didanai sama siapa-siapa. Kepentingan satu: Indonesia adil, makmur dan sejahtera," tambahnya.

Baca juga: 6 Fakta Demo Mahasiswa di Daerah, Bandung Rusuh hingga Hoaks Usai #GejayanMemanggil2

Sayid mengaku awal terlibat dalam aksi, karena resah dengan sejumlah rancangan undang undang bermasalah yang akan disahkan DPR. Menurutnya, keresahan ini karena ia tak melihat adanya keterlibatan masyarakat dalam pembuatan RUU.

Ia kemudian diskusikan bersama teman-teman kampus, sekaligus membagikan ke media sosial.

"Tapi untuk propaganda paling besar jelas itu lewat media sosial. Karena baru share saja itu bisa sampai ratusan orang yang baca dan lihat," kata Sayid melalui sambungan telepon, Jumat (27/9/2019).

Baca juga: Di Pekanbaru, Mahasiswa Larang Siswa SMA dan SMK Ikut Demo

Salah satu yang ia soroti adalah isu pasal penghinaan presiden dalam RKUHP. Baginya, ini seperti memukul mundur reformasi ke Orde Baru.

"Kan orang hebat itu dibangun karena kritik, kalau sampai mengkritik, lalu ditangkap. Sama saja seperti Orde Baru. Kita kembali. Ke rezim Orde Baru," katanya.

Kebersamaan dan solidaritas adalah pengalaman tak ternilai selama aksi berlangsung. Hal ini Sayid alami saat bentrok terjadi.

Baca juga: 7 Fakta Demo Mahasiswa di Tanah Air, Ibu Hamil Tertembak hingga 3 Anggota DPRD Dikurung Massa

"Mau kami ditembak gas air mata, mau ditembak water canon, mau kita dipukul pakai pentungan, tidak pernah mundur. Tangannya tetap erat bersimpul, kakinya tetap tegak berdiri," katanya.

Saat barisan mulai goyah karena tembakan air dan gas air mata, massa aksi terberai tanpa lupa dengan mereka yang terjatuh ke aspal.

"Kami balik, mau sekabut apa pun gas air mata kami balik, sebesar apa pun hujanan batu, kami balik gotong teman-teman kami. Dan itu yang benar-benar persatuan yang luar biasa," lanjut Sayid.

Baca juga: Didesak Mahasiswa, Anggota DPRK Aceh Tengah Akhirnya Surati Jokowi Tolak UU KPK


#GejayanMemanggil

Poster aksi massa Gejayan Memanggil kedua, Senin (30/9/2019) di YogyakartaInstagram/@gejayanmemanggil Poster aksi massa Gejayan Memanggil kedua, Senin (30/9/2019) di Yogyakarta
Sopyan adalah satu dari ribuan peserta aksi #GejayanMemanggil di Yogyakarta, 23 September 2019 lalu. Itu adalah unjuk rasa ketiga sepanjang hidup mahasiswa strata dua tersebut.

Meski lahir dari keluarga yang disebutnya tidak melek politik, Sopyan merasa dirinya perlu turun ke jalan untuk menyuarakan harapan publik.

Sopyan berkata, jika aksi seperti #GejayanMemanggil tak terjadi, ia dan generasi mendatang bakal menjadi orang-orang yang terdampak pasal-pasal karet.

"Walau bukan orang hukum, saya sempat baca rancangan undang-undangnya. Saya juga terprovokasi media sosial," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.

Baca juga: #GejayanMemanggil dan Suara dari Gejayan...

"Lalu saya lihat ada tagar #gejayanmemanggil dan seruan untuk turun ke jalan. Dari situ, aku putuskan ikut menumpahkan kecemasan itu," tuturnya.

Dan sesampainya di Gejayan, Senin pekan lalu, Sopyan melihat riuh rendah kerumuman orang yang belum pernah dilihatnya dalam sebuah unjuk rasa di Jogja.

Sopyan pun kagum pada gerakan yang diikutinya, "santun dan tidak anarkis".

"Saya merinding. Mereka membawa poster yang isinya lebih humanis, tanpa kesan provokasi. Baru kali ini saya lihat poster demonstrasi lucu tapi kena subtansi," kata Sopyan.

Baca juga: Cerita Pedagang Buah yang Bagikan Jeruk dan Apel kepada Mahasiswa Demonstran di Yogyakarta

Kepolisian mengklaim masih mendalami kematian dua mahasiswa di Kendari dalam bentrokan antara personel mereka dengan pengunjuk rasa. ANTARAFOTO/RENO ESNIR Kepolisian mengklaim masih mendalami kematian dua mahasiswa di Kendari dalam bentrokan antara personel mereka dengan pengunjuk rasa.

Aksi #GejayanMemanggil diinisiasi Aliansi Rakyat Bergerak. Mereka bekerja secara kolektif, tanpa ketua atau koordinator.

Gerakan ini memiliki lebih dari 17.000 pengikut di Instagram. Tak hanya aksi turun ke jalan, mereka juga mempublikasikan hasil kajian atas serangkaian RUU yang mereka nilai kontroversial.

Nailendra, juru bicara Aliansi Rakyat Bergerak, menyebut aksi mereka berawal dari diskusi kantin kampus. Empat hari setelahnya, aksi turun ke jalan itu menutup Gejayan, salah satu kawasan padat di Yogyakarta bagian utara.

Baca juga: #GejayanMemanggil, Ribuan Mahasiswa Unjuk Rasa di Yogyakarta

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com