Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Asap Riau, Kualitas Udara Berbahaya Indikasi Kegagalan Pemerintah Indonesia

Kompas.com - 14/09/2019, 06:56 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Yenrika (27) warga Kampar membawa bayi laki-lakinya yang masih berusia 2 bulan ke posko kesehatan karena sering bersin dan tidur tidak nyaman, sejak kabut asap menyelimuti Riau dan Kalimantan beberapa pekan terakhir.

"Kalau sesak napas, alhamdulillah enggak ada. Tapi karena khawatir dia sering bersin dan tidur nggak nyaman, makanya tadi pagi saya bawa motor sendiri datang ke posko kesehatan ini," ucap warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.

Bayi mungil tersebut tampak tenang setelah diberi nebulizer oleh perawat di posko kesehatan yang didirikan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Riau, Jumat (13/9/2019).

Baca juga: Terpapar Kabut Asap, Warga Pekanbaru Antre Oksigen di Posko Kesehatan

Yenrika sendiri mengaku juga terpapar asap kabut. Ia merasakan sesak nafas dan sakit kepala sejak dua minggu terakhir ini.

Selain Yenrika dan bayinya, ada beberapa warga yang memakai nebulizer dan mendapat oksigen.

Salah satu dokter di posko kesehatan tersebut mengatakan dari 45 pasien yang ditangani, hampir semuanya mengeluhkan sesak nafas dan batuk pilek yang disebabkan kabut asap.

Baca juga: Korban Kabut Asap Manfaatkan Pengobatan Gratis dari Polantas di Pekanbaru

"Beberapa pasien yang kita periksa sebagian besar diuap atau di-nebulizer dan diberikan oksigen," kata dokter Rio.

Selain sesak napas dan batuk filek, ada beberapa pasien yang diberikan obat karena mengalami muntah dan diare.

Sebagian besar pasien yang dilayani adalah anak-anak dan ibu hamil. Menurut dokter Rio, semua pasien positif mengalami gangguan asap kabut.

Baca juga: Cerita Warga Pekanbaru yang Kini Takut Keluar Rumah karena Kabut Asap

 

Kualitas udara berbahaya

Kabut asap makin pekat di Pekanbaru, Riau, dengan jarang pandang sekitar 300 meter, Jumat (13/9/2019).KOMPAS.COM/IDON Kabut asap makin pekat di Pekanbaru, Riau, dengan jarang pandang sekitar 300 meter, Jumat (13/9/2019).
Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Pekanbaru menunjukkan kualitas udara di kota tersebut berada di level tidak sehat hingga berbahaya dengan angka di atas 300.

Prakirawan BMKG Stasiun Pekanbaru Bibin Sulianto menjelaskan pada Jumat (13/9/2019) pagi,  terdeteksi sebanyak 239 titik panas atau hotspot di Riau. Titik panas tersebut tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Riau.

Dia mengatakan ada empat wilayah yang diselimuti kabut asap dengan jarak sangat terbatas.

"Pantauan kita jam 07.00 WIB, Pekanbaru jarak pandang 300 meter, Kabupaten Indragiri Hulu 300 meter, Dumai 400 meter, dan Pelalawan 200 meter," jelas Bibin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat.

Baca juga: Kabut Asap, Udara di 5 Wilayah Provinsi Riau Berstatus “Berbahaya”

Puluhan warga Kota Pekanbaru, Riau, terpaksa mengungsi akibat terpapar kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Jumat (13/9/2019).

Sebagian warga mengungsi di posko pengungsian yang dibuka oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Riau.

Pantauan Kompas.com, para pengungsi terdiri dari orangtua dan anak-anaknya, lanjut usia (lansia) dan ibu hamil.

Warga yang mengungsi, tampak berkumpul di beberapa ruangan tertutup yang dijadikan posko di kantor PKS Riau, yang terletak di Jalan Seokarno Hatta, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.

 

Jembatan tak terlihat, 3 universitas diliburkan

Jembatan Pesona Tanjung Senai yang merupakan icon Ogan Ilir terlihat samar tertutup kabut asap sisa kebakaran lahan di Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir, Jumat (13/9/2019). KOMPAS.com/AMRIZA NURSATRIA HUTAGALUNG Jembatan Pesona Tanjung Senai yang merupakan icon Ogan Ilir terlihat samar tertutup kabut asap sisa kebakaran lahan di Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir, Jumat (13/9/2019).
Kabut asap sisa kebakaran lahan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) membuat jembatan Pesona Tanjung Senai yang menjadi ikon Kabupaten Ogan Ilir nyaris tak terlihat pada Jumat (13/9/2019).

Kabut asap menutupi jembatan yang besar dan tinggi itu dan hanya bagian atas jembatan yang terlihat.

Kendaraan yang melintas pun harus menyalakan lampu kendarannya untuk menghindari tabrakan karena jarak pandang terbatas.

Sementara di Pekanbaru, selain siswa sekolah, tiga universitas meliburkan mahasiswanya, yakni Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Universitas Riau (UR), dan Universitas Islam Riau (UIR).

Baca juga: Penampakan Parahnya Kabut Asap di Sumsel, Jembatan Ikon Ogan Ilir Pun Sampai Tak Terlihat

Surat pemberitahun libur telah dikeluarkan secara resmi oleh pihak UMRI, Kamis (12/9/2019), yang ditandatangi Wakil Rektor II Bakaruddin.

Rektor UMRI Dr Mubarak Msi saat dikonfirmasi mengatakan, aktivitas perkuliahan akan aktif seperti biasa pada Senin (16/9/2019) jika kondisi kabut asap berkurang.

Selain itu jadwal belajar enam SMA di Sumatera Selatan, dimundurkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) setempat, karena kondisi udara yang kian menurun saat pagi hari.

Enam SMA yang diundurkan jadwal belajarnya terdiri dari tiga unit di Kabupaten Musi Rawas, satu di Ogan Ilir, satu di Ogan Komering Ilir (OKI) dan satu SMA di Banyuasin.

Baca juga: Kabut Asap Pekat, Jadwal Belajar 6 SMA di Sumsel Dimundurkan

Jadwal belajar yang semula berlangsung pada pukul 07.00 WIB dimundurkan menjadi pukul 08.00 WIB.

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Widodo mengatakan, surat edaran pengunduran jam belajar tersebut telah dikirimkan ke sekolah masing-masing

Pemberlakuan jam belajar pukul 08.00 WIB akan terus berlangsung sampai kondisi udara sudah dalam kembali normal.

"Untuk di Palembang belum ada sekolah SMA yang jadwalnya diundurkan, sejauh ini masih relatif aman," kata Widodo, Kamis (12/9/2019).

Ia juga mengatakan pihak sekolah diperbolehkan menggunakan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli masker.

Baca juga: Kabut Asap Pekat di Pekanbaru, 3 Universitas Liburkan Mahasiswanya

 

Indikasi kegagalan pemerintah

Prajurit TNI dari Kodim 0301 Kota Pekanbaru dibantu Masyarakat Peduli Api (MPA) berusaha menghalau api yang membakar semak belukar dengan alat seadanya saat menunggu bantuan petugas Pemadam datang ke lokasi lahan gambut yang terbakar di Pekanbaru, Riau, Kamis (12/9/2019). Tidak adanya sumber air di lokasi lahan yang terbakar membuat petugas kewalahan untuk melakukan pemadaman di lokasi tersebut.ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN Prajurit TNI dari Kodim 0301 Kota Pekanbaru dibantu Masyarakat Peduli Api (MPA) berusaha menghalau api yang membakar semak belukar dengan alat seadanya saat menunggu bantuan petugas Pemadam datang ke lokasi lahan gambut yang terbakar di Pekanbaru, Riau, Kamis (12/9/2019). Tidak adanya sumber air di lokasi lahan yang terbakar membuat petugas kewalahan untuk melakukan pemadaman di lokasi tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Rusmadya Maharuddin mengatakan hanya penegakan hukum yang transparan, konsisten, dan serius yang efektif untuk mengatasi kasus karhutla.

"Kebakaran ini yang menyebabkan adalah manusia itu sendiri. Dan ini kaitannya dengan perilaku. Jadi, untuk mengatasi perilaku yang merugikan ini caranya dengan penegakan hukum," kata dia.

Bagi Rusmadya, upaya pemerintah dalam mengatasi dampak kebakaran hutan ini dirasa kurang maksimal karena kasus semacam ini tidak pernah menemui titik akhir.

"Kenyataanya, peristiwa ini terjadi setiap tahun. Ini adalah indikasi kegagalan pemerintah dalam kasus ini," ujarnya.

Baca juga: Pekanbaru Diselimuti Asap Pekat, Penderita ISPA Meningkat

Rusmadya juga menilai aparat-aparat negara seperti TNI dan polisi yang ikut turun tangan dalam memadamkan kebakaran perlu diapresiasi.

Meski demikian, kapasitas mereka dalam mengatasi kasus karhutla ini kurang memadai.

"Kita apresiasi kontribusi aparat yang ikut membantu dalam mengatasi kebakaran ini. Tapi sesungguhnya, kapasitas mereka bukan untuk hal ini. Bisa jadi mereka tidak dibekali kemampuan dan peralatan yang standar untuk menghentikan kebakaran," paparnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Idon Tanjung, Amriza Nursatria, Aji YK Putra, Ariska Puspita Anggraini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com