KOMPAS.com - Yenrika (27) warga Kampar membawa bayi laki-lakinya yang masih berusia 2 bulan ke posko kesehatan karena sering bersin dan tidur tidak nyaman, sejak kabut asap menyelimuti Riau dan Kalimantan beberapa pekan terakhir.
"Kalau sesak napas, alhamdulillah enggak ada. Tapi karena khawatir dia sering bersin dan tidur nggak nyaman, makanya tadi pagi saya bawa motor sendiri datang ke posko kesehatan ini," ucap warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
Bayi mungil tersebut tampak tenang setelah diberi nebulizer oleh perawat di posko kesehatan yang didirikan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Riau, Jumat (13/9/2019).
Baca juga: Terpapar Kabut Asap, Warga Pekanbaru Antre Oksigen di Posko Kesehatan
Yenrika sendiri mengaku juga terpapar asap kabut. Ia merasakan sesak nafas dan sakit kepala sejak dua minggu terakhir ini.
Selain Yenrika dan bayinya, ada beberapa warga yang memakai nebulizer dan mendapat oksigen.
Salah satu dokter di posko kesehatan tersebut mengatakan dari 45 pasien yang ditangani, hampir semuanya mengeluhkan sesak nafas dan batuk pilek yang disebabkan kabut asap.
Baca juga: Korban Kabut Asap Manfaatkan Pengobatan Gratis dari Polantas di Pekanbaru
"Beberapa pasien yang kita periksa sebagian besar diuap atau di-nebulizer dan diberikan oksigen," kata dokter Rio.
Selain sesak napas dan batuk filek, ada beberapa pasien yang diberikan obat karena mengalami muntah dan diare.
Sebagian besar pasien yang dilayani adalah anak-anak dan ibu hamil. Menurut dokter Rio, semua pasien positif mengalami gangguan asap kabut.
Baca juga: Cerita Warga Pekanbaru yang Kini Takut Keluar Rumah karena Kabut Asap
Prakirawan BMKG Stasiun Pekanbaru Bibin Sulianto menjelaskan pada Jumat (13/9/2019) pagi, terdeteksi sebanyak 239 titik panas atau hotspot di Riau. Titik panas tersebut tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Riau.
Dia mengatakan ada empat wilayah yang diselimuti kabut asap dengan jarak sangat terbatas.
"Pantauan kita jam 07.00 WIB, Pekanbaru jarak pandang 300 meter, Kabupaten Indragiri Hulu 300 meter, Dumai 400 meter, dan Pelalawan 200 meter," jelas Bibin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Kabut Asap, Udara di 5 Wilayah Provinsi Riau Berstatus “Berbahaya”
Puluhan warga Kota Pekanbaru, Riau, terpaksa mengungsi akibat terpapar kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Jumat (13/9/2019).
Sebagian warga mengungsi di posko pengungsian yang dibuka oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Riau.
Pantauan Kompas.com, para pengungsi terdiri dari orangtua dan anak-anaknya, lanjut usia (lansia) dan ibu hamil.
Warga yang mengungsi, tampak berkumpul di beberapa ruangan tertutup yang dijadikan posko di kantor PKS Riau, yang terletak di Jalan Seokarno Hatta, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Kabut asap menutupi jembatan yang besar dan tinggi itu dan hanya bagian atas jembatan yang terlihat.
Kendaraan yang melintas pun harus menyalakan lampu kendarannya untuk menghindari tabrakan karena jarak pandang terbatas.
Sementara di Pekanbaru, selain siswa sekolah, tiga universitas meliburkan mahasiswanya, yakni Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Universitas Riau (UR), dan Universitas Islam Riau (UIR).
Baca juga: Penampakan Parahnya Kabut Asap di Sumsel, Jembatan Ikon Ogan Ilir Pun Sampai Tak Terlihat
Surat pemberitahun libur telah dikeluarkan secara resmi oleh pihak UMRI, Kamis (12/9/2019), yang ditandatangi Wakil Rektor II Bakaruddin.
Rektor UMRI Dr Mubarak Msi saat dikonfirmasi mengatakan, aktivitas perkuliahan akan aktif seperti biasa pada Senin (16/9/2019) jika kondisi kabut asap berkurang.
Selain itu jadwal belajar enam SMA di Sumatera Selatan, dimundurkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) setempat, karena kondisi udara yang kian menurun saat pagi hari.
Enam SMA yang diundurkan jadwal belajarnya terdiri dari tiga unit di Kabupaten Musi Rawas, satu di Ogan Ilir, satu di Ogan Komering Ilir (OKI) dan satu SMA di Banyuasin.
Baca juga: Kabut Asap Pekat, Jadwal Belajar 6 SMA di Sumsel Dimundurkan
Jadwal belajar yang semula berlangsung pada pukul 07.00 WIB dimundurkan menjadi pukul 08.00 WIB.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Widodo mengatakan, surat edaran pengunduran jam belajar tersebut telah dikirimkan ke sekolah masing-masing
Pemberlakuan jam belajar pukul 08.00 WIB akan terus berlangsung sampai kondisi udara sudah dalam kembali normal.
"Untuk di Palembang belum ada sekolah SMA yang jadwalnya diundurkan, sejauh ini masih relatif aman," kata Widodo, Kamis (12/9/2019).
Ia juga mengatakan pihak sekolah diperbolehkan menggunakan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli masker.
Baca juga: Kabut Asap Pekat di Pekanbaru, 3 Universitas Liburkan Mahasiswanya
"Kebakaran ini yang menyebabkan adalah manusia itu sendiri. Dan ini kaitannya dengan perilaku. Jadi, untuk mengatasi perilaku yang merugikan ini caranya dengan penegakan hukum," kata dia.
Bagi Rusmadya, upaya pemerintah dalam mengatasi dampak kebakaran hutan ini dirasa kurang maksimal karena kasus semacam ini tidak pernah menemui titik akhir.
"Kenyataanya, peristiwa ini terjadi setiap tahun. Ini adalah indikasi kegagalan pemerintah dalam kasus ini," ujarnya.
Baca juga: Pekanbaru Diselimuti Asap Pekat, Penderita ISPA Meningkat
Rusmadya juga menilai aparat-aparat negara seperti TNI dan polisi yang ikut turun tangan dalam memadamkan kebakaran perlu diapresiasi.
Meski demikian, kapasitas mereka dalam mengatasi kasus karhutla ini kurang memadai.
"Kita apresiasi kontribusi aparat yang ikut membantu dalam mengatasi kebakaran ini. Tapi sesungguhnya, kapasitas mereka bukan untuk hal ini. Bisa jadi mereka tidak dibekali kemampuan dan peralatan yang standar untuk menghentikan kebakaran," paparnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Idon Tanjung, Amriza Nursatria, Aji YK Putra, Ariska Puspita Anggraini)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.