Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahasiswa Unpad soal Pemilu 2019: Panasnya Atmosfer hingga Sistem yang Rumit

Kompas.com - 29/04/2019, 10:27 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Hingar bingar pesta demokrasi di Indonesia, 17 April 2019 masih terasa hingga sekarang.

Sebagai bagian dari suara 5 juta pemilih di Jabar versi Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, mereka merasakan pengalaman yang luar biasa pada Pemilu 2019.

Bukan hanya di kalangan elit politik, keriuhan juga terjadi di kalangan pemilih pemula, pemilih muda ataupun pemilih milenial, seperti mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad).

Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa Unpad di Bandung terkait pandangan mereka soal pemilu serentak 2019. Ini hasil wawancaranya.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unsoed Purwokerto soal Pemilu 2019: Peran Penting Medsos hingga Antusiasme Tinggi

 

Pemilih pemula

“Ini pertama kalinya saya memilih. TPS nya di gedung sekolah gitu. Buat saya, Pemilu 2019 ini sangat menarik,” ujar mahasiswa semester 6 Manajemen Produksi Media Unpad, Muhammad Furqon Hendrata saat dihubungi melalui telepon seluler, Jumat (26/4/2019). 

Furqon mengatakan, Pemilu 2019 sangat menarik karena jumlah pemilih pemula membludak. Mereka adalah orang-orang berwawasan yang berupaya melek politik dan berani menyuarakan suaranya.

Namun ia tidak ingin asal memilih. Sebelum masuk ke bilik suara, ia berupaya mencari informasi tentang para caleg, partai politik, dan calon presiden dan wakil presiden dari aplikasi Line.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unsoed soal Polemik Quick Count Vs Real Count pada Pemilu 2019

 

Atmosfer pemilu panas

Hal menarik lainnya adalah panasnya atmosfer pemilu 2019. Seperti yang dirasakan mahasiswa semester 4 Peternakan Unpad, Iman Taufik Ramadhan.

Iman mengatakan, atmosfer pemilu tahun ini panas akibat sentimen yang dibangun masing-masing kubu. Kegaduhan yang ditimbulkan cukup membuat semua kalangan masyarakat resah bahkan nyaris terbelah.

Bahkan, isu-isu sara dan hoaks tumbuh subur dan diproduksi secara masif oleh barisan pendukung masing-masing kubu. Kondisi ini mendominasi kontestasi politik 2019.

Hal serupa dirasakan Tamimah Ashilah, mahasiswa semester 6 Jurnalistik Unpad. Ia melihat adanya polarisasi antar pendukung kedua pasangan calon yang juga terjadi di pemilu sebelumnya.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unsoed soal Presiden Indonesia Lima Tahun Mendatang

“Tapi sebagai pemilih pemula, saya baru merasakan itu saat ini, ditambah adanya sebutan cebong dan kampret, yang semakin mengukuhkan identitas pemilih,” ucapnya.

Ridzky Rangga Pradana, mahasiswa semester 4 Unpad ini juga melihat berbagai fenomena dalam Pilpres 2019. Selain masyarakat yang terbagi dua kubu yang sama kuat, terdapat hal menarik lainnya, yakni diskon khusus pemilu.

Kritik terhadap kerumitan Pemilu serentak

Sebagai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Diba Andalusia melihat sistem pemilu di Indonesia yang sangat rumit dan tidak efisien.

Mahasiswa semester 6 Unpad ini mencontohkan penghitungan suara yang harus ditulis secara manual ke dalam berita acara. Padahal Sistem Informasi Penghitungan (Situng) telah disediakan.

“Meski sudah disediakan, tapi masih harus diinput secara manual, ini memberatkan kerja petugas TPS,” tutur Diba.

Baca juga: Kata Mahasiswa Universitas Brawijaya Soal Pemilu 2019 dan Pahlawan Demokrasi yang Gugur

Selain, penghitungan suara Pilpres, DPD, Pileg DPR, DPRD provinsi/kota/kabupaen harus selesai satu hari untuk diinput ke pusat. Kondisi ini sangat menguras tenaga. Tak heran jika setelah pemilu, banyak sekali anggota KPPS yang sakit bahkan meninggal dunia.

Hal ini memilukan, apalagi tidak ada jaminan atau asuransi bagi para petugas KPPS yang bekerja siang dan malam untuk menyukseskan pesta demokrasi.

Sistem rumit ini pun berlaku dalam proses pemilihan. Masih banyak masyarakat yang kurang teredukasi.

“Saya banyak menjumpai warga yang asal memilih karena terlalu banyak dan terlalu besar surat suara bagi caleg,” imbuh Diba.

Baca juga: Kata Mahasiswa Universitas Brawijaya Soal Quick Count dan Saling Klaim Kemenangan

Bagi pemilih yang masih muda, hal itu tak jadi soal. Tapi bagi lansia sangat memusingkan. Padahal para caleg ini yang nantinya akan membuat dan menentukan suatu kebijakan.

Tingginya partisipasi pemilih

Sementara itu, mahasiswa S3 Unpad, Safutra Rantona melihat, hal positif dari pemilu kali ini adalah tingginya partisipasi pemilih. 

Antusiasme masyarakat Indonesia pada Pemilu 2019 lebih baik dibanding sebelumnya. Gampangnya, bisa dilihat di media sosial, warganet berlomba memposting jari bertinta sebagai tanda dia telah memilih.

“Partisipasi kita bagus tahun ini,” tutupnya. 

Baca juga: Kata Mahasiswa Universitas Brawijaya soal Sosok Presiden Idaman: Tegas, Jujur, Merakyat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com