Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Kasus Pelecehan Seksual KKN UGM, Tolak Istilah "Damai" hingga Alasan Hentikan Proses Hukum

Kompas.com - 08/02/2019, 17:55 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

3. Menolak kata "damai", ini alasan kuasa hukum penyintas

Korban pelecehan seksual, AN, keberatan dengan penggunaan diksi "damai" dalam penyelesaian dugaan pelecehan yang dialaminya. Suharti mengatakan, diksi "damai" memicu anggapan bahwa AN menyerah dengan perjuangannya.

"Kami sangat keberatan, menolak dan terganggu dengan penggunaan diksi 'damai'. Tidak melulu merujuk pada media, tetapi siapa saja yang menggunakan istilah damai dalam penyelesaian kasus ini," ujar Suharti, dalam jumpa pers yang digelar di kantor LSM Rifka Annisa, Jalan Ambon, Yogyakarta, Rabu (6/2/2019)

Penggunaan diksi "damai", lanjut dia, juga seolah-olah menyampaikan anggapan AN tidak berjuang untuk kasusnya. Diksi tersebut juga memicu anggapan bahwa perjuangan AN selama ini tidak membuahkan hasil.

"Banyak yang mengartikan istilah damai itu sebagai hal yang negatif dan seolah-olah kami tidak menghasilkan apa-apa. Penyintas pun demikian, menolak penggunaan istilah damai itu," ujar Suharti.

Baca Juga: Korban Pelecehan Seksual KKN UGM Keberatan dengan Istilah "Damai"

4. Proses pendampingan terhadap penyintas

Kuasa Hukum penyintas, Catur Udi Handayani (memegang Mic), Kuasa Hukum Penyintas, Sukiratnasari (tengah) dan Direktur Rifka Annisa, Suharti (mengenakan baju biru) saat jumpa pers di kantor Rifka Annisa, Kamis (10/1/2019).KOMPAS.com/ WIJAYA KUSUMA Kuasa Hukum penyintas, Catur Udi Handayani (memegang Mic), Kuasa Hukum Penyintas, Sukiratnasari (tengah) dan Direktur Rifka Annisa, Suharti (mengenakan baju biru) saat jumpa pers di kantor Rifka Annisa, Kamis (10/1/2019).

Direktur Rifka Annisa Suharti menyampaikan, dalam proses pendampingan bagi perempuan penyintas kekerasan, pihaknya mengedepankan prinsip-prinsip pendampingan, seperti keamanan dan keselamatan bagi perempuan penyintas, empowerment, dan self determination.

"Tujuan utama proses pendampingan, terpenuhinya rasa keadilan bagi penyintas kekerasan. Guna mencapai hal itu, maka suara penyintas menjadi penting untuk didengarkan," ungkap dia.

Seperti diketahui, penyintas selama ini mendapat pendampingan hingga kasus dugaan pelecehan tersebut berakhir.

Penyelesaian non-litigasi akhirnya dipilih untuk mengantisipasi psikis yang lebih buruk dari penyintas.

"Kami lebih memilih penyelesaian non-litigasi saja supaya kami fokus kepada keadilan-keadilan substantif yang kemudian dibutuhkan oleh penyintas," ujar dia.

Baca Juga: 6 Fakta Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM, Sepakat Damai hingga Bantuan Dana Pendidikan

Sumber: KOMPAS.com (Wijaya Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com