Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Kanoman, Mengubah Bencana Menjadi Kebangkitan

Kompas.com - 21/09/2018, 07:00 WIB
Windoro Adi,
Heru Margianto

Tim Redaksi

“Sebab hanya dia yang berani tetap membuka lapak di sini, meski petugas ketertiban pasar datang. Yang lain pada kocar kacir kabur, dia tidak. Biasanya kalau ada orang membandel tidak mau diatur kan sering dihardik, ‘seperti anak kecil saja’. Nah, Bu Suminah ini lebih dari anak kecil, ya bayi,” kata Kepala Pasar Kanoman, Ibu Suheri.

Mendengar cerita itu, Suminah yang berdagang di tempat itu sejak 20 tahun lalu, cuma tersenyum. Dia mengaku, dengan berdagang di situ dia sudah mengentaskan dua anak lelakinya, dan sukses.

Karena kekeraskepalaannya tetap berjualan di tempat terlarang itu, pengurus pasar pun akhirnya mengijinkan Suminah tetap berdagang di tempatnya.

“Ya inilah repotnya mengelola pasar tradisional, pasar rakyat. Kami mesti lebih banyak berempati pada para pedagang kecil. Sebagian besar mereka yang berdagang di sini kan lebih banyak untuk menyambung hidup, dari pada meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Suheri.

Pertimbangan lain yang membuat pengelola pasar membiarkan Bu Suminah berdagang di situ adalah jenis dagangannya yang lengkap, murah, dan sudah langka.

“Salah satu kelebihan pasar tradisional kan melayani pembelanja tradisional. Makanya di sini juga ada para pedagang bunga, menyan, gerabah, sampai bermacam makanan kecil khas Cirebon. Pak Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita pun sering mampir ke sini hanya untuk membeli pepes dage dan kerupuk aci. Ya ikut berdesak desak juga ke sini,” ungkap Dedy.

Pepes dage adalah pepes oncom dengan banyak daun kemangi, berbungkus daun pisang. Rasanya pedas.

Suheri dan Dedy kemudian memerkenalkan pedagang paling lama di Pasar Kanoman. Namanya Nuri Suyanto (78), ayah delapan anak.

Awalnya, di tahun 60-an, dia berjualan kayu bakar dan minyak tanah. Tetapi semenjak tahun 1976, dia berdagang sayuran karena permintaan akan kayu bakar menipis.

Pengembangan Pasar

Kata Dedy, Pasar Kanoman dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1922.

“Inilah pasar kedua di Kota Cirebon setelah Pasar Balongan yang dibangun tahun 1920,” kata Direktur PD Pasar Kota Cirebon, Akhyadi, saat ditemui di ruang kerjanya sambil menunjukkan foto dokumentasi Pasar Balongan, pekan lalu.

Dalam foto dokumentasi tahun 1925 yang tergantung di ruang kerjanya, tampak, bangunan awal Pasar Kanoman terdiri dari dua bangunan memanjang dan tinggi, bergaya arsitektur Eropa. Setiap bangunan dibuat los terbuka yang dipenuhi puluhan pedagang.

Hanya dalam waktu beberapa tahun, lanjut Dedy, Pasar Kanoman dikepung pemukim liar. Para pemukim liar ini kemudian mendirikan lapak lapak dagangannya di tahun 1967.

Tahun 70 sampai awal 80-an, sebagian tanah milik Keraton Kanoman pun akhirnya diokupasi para pemukim untuk membuka kios kios non permanen.

Tahun 1986 sampai tahun 1987, Pasar Kanoman diremajakan dan diperluas dengan menyertakan tanah Keraton Kanoman.

“Tapi ketika itu masih satu lantai. Baru pada peremajaan kedua tahun 1998 dibangun dua blok bangunan pasar berlantai dua,” papar Dedy yang menghabiskan masa kecilnya di Pasar Kanoman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com