Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Kasus Kematian "Vina Cirebon" 8 Tahun Lalu, dari Salah Tangkap hingga Teka-teki Orangtua Buronan

Kompas.com - 22/05/2024, 12:13 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Delapan tahun sejak Vina dan Eky tewas dibunuh, kasus hukum kedua remaja asal Cirebon, Jawa Barat, itu tak pernah benar-benar tuntas. Tiga orang pelaku masih menjadi buronan polisi hingga saat ini, dan di sisi lain, muncul klaim sejumlah terdakwa yang mengaku menjadi “korban salah tangkap” polisi.

Mengapa bisa terjadi dan kejanggalan apa saja yang mengemuka terkait kasus ini?

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, polisi harus membuktikan akuntabilitas penyelidikannya dalam kasus ini untuk menjawab berbagai klaim dan kejanggalan yang mengemuka.

Baca juga: Selama Buron, Terduga Pembunuh Vina Cirebon Jadi Tukang Bangunan

Sebab, klaim-klaim yang mengemuka itu, menurut Bambang, mengindikasikan pembuktian yang tidak cukup kuat terkait keterlibatan para terdakwa.

Dia mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan serta Direktorat Kriminal Umum Polri menelusuri dan memeriksa kembali apakah penyidikan kasus ini pada 2016 sudah berjalan sesuai prosedur.

Ada dua hal yang menurut Bambang penting untuk dibuka secara transparan.

Pertama, mengapa polisi belum juga menangkap tiga orang pelaku yang menjadi buronan selama delapan tahun terakhir. Padahal, menurut Bambang, “itu semestinya bukan hal yang sulit dilakukan oleh polisi”.

Kegagalan polisi menangkap tiga buronan dalam waktu delapan tahun membuat muncul spekulasi di media sosial yang menuding bahwa satu buron adalah anak dari perwira polisi. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Polda Jawa Barat.

Baca juga: Satu Terduga Pembunuh Vina yang Buron Ditangkap di Bandung

Lahan kosong di dekat SMPN 11 Cirebon ini menjadi saksi bisu kekejian yang dilakukan geng motor terhadap Vina dan pacarnya pada tahun 2016. 

Tribun Jabar/Eki Yulianto Lahan kosong di dekat SMPN 11 Cirebon ini menjadi saksi bisu kekejian yang dilakukan geng motor terhadap Vina dan pacarnya pada tahun 2016.
Kedua, polisi harus mempertanggungjawabkan penyelidikan kasus ini untuk menanggapi dugaan “salah tangkap” yang diungkap oleh salah satu terdakwa baru-baru ini.

Hanya saja, menurut Bambang, pembuktian polisi saat menangani kasus ini terlalu bertumpu pada pengakuan dan kesaksian para terdakwa, yang disebut bisa saja muncul akibat intimidasi.

“Kalau tidak [diusut], risikonya akan muncul lagi keraguan masyarakat terhadap kinerja kepolisian, jangan-jangan ada yang direkayasa atau ditutup-tutupi. Divisi Propam harus hadir untuk menyelidiki apakah ada pelanggaran SOP dalam penyelidikan delapan tahun lalu,” kata Bambang kepada BBC News Indonesia, Senin (20/5/2024).

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Jules Abraham Abast dan Direktur Kriminal Umum Kombes Surawan menolak diwawancara perihal ini, dan hanya mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa mereka “masih bekerja”.

Baca juga: Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Kasus Vina dan Eky kembali mengemuka setelah sebuah rumah produksi Dee Company mengadaptasi kisahnya menjadi film horor yang kontroversial berjudul Vina: Sebelum 7 Hari.

Sejauh ini, delapan orang telah divonis bersalah di pengadilan karena dinyatakan terbukti membunuh Vina dan Eky.

Salah satunya adalah Saka Tatal, yang sudah bebas usai menjalani masa tahanan selama tiga tahun delapan bulan.

Saka mengaku menjadi “korban salah tangkap” dan menyatakan dia “tidak ada di tempat kejadian” pada malam Vina dan Eky meninggal dunia.

Dia juga mengeklaim disiksa oleh polisi agar mau mengaku bersalah dalam kasus ini.

Akan tetapi, klaim itu berbeda dengan fakta-fakta persidangan yang terangkum di dalam putusan Pengadilan Negeri Cirebon bahwa Saka turut memukul Eky bersama para terdakwa lainnya.

Baca juga: Anaknya Dipenjara Seumur Hidup, Suratno Tetap Yakin Sudirman Bukan Pembunuh Vina

Ilustrasi hukum di pengadilan. DOK. Shutterstock Ilustrasi hukum di pengadilan.
Pengacara yang mendampingi Saka, Titin Prialanti, mengaku “sudah menempuh beragam cara” sejak masa-masa persidangan untuk membuktikan klaim itu.

Titin pernah melaporkan dugaan penghalangan bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum, pemaksaan pengakuan sebagai pelaku, serta dugaan penyiksaan oleh penyidik ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Barat pada 7 September 2016.

Kemudian dia juga melaporkan hal itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tanggal 13 September 2016, serta ke Komisi Yudisial pada 23 November 2016.

Laporan itu tidak membuahkan hasil dan proses hukum terus berjalan.

Baru belakangan ini, setelah kasus Vina kembali mengemuka, Saka mengaku ke publik bahwa dia menjadi “korban salah tangkap”.

“Saya ingin nama saya baik lagi seperti dulu, enggak dicap masyarakat, dipandang sebelah mata sebagai narapidana,” ujar Saka kepada wartawan Abdul Pahat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: Memburu 3 Pembunuh Vina

Dihubungi terpisah, Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing membenarkan bahwa lembaga ini pernah menerima laporan tersebut.

Setelah itu, Uli mengatakan Komnas HAM telah meminta klarifikasi Irwasda Polda Jawa Barat untuk memeriksa penyidik atas dugaan penyiksaan dan penghalang-halangan kunjungan keluarga.

“Kami belum menerima jawaban Polda Jawa Barat,” kata Uli terkait permintaan klarifikasi itu.

Kini, Komnas HAM kembali bersurat ke Polda Jawa Barat untuk meminta keterangan mengenai perkembangan pencarian tiga orang buronan, tindak lanjut proses hukumnya, serta memastikan perlindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga korban.

Klaim sebagai korban salah tangkap

Saka Tatal (kanan) mengeklaim dirinya menjadi korban salah tangkapBBC Indonesia/ABDUL PAHAT Saka Tatal (kanan) mengeklaim dirinya menjadi korban salah tangkap
Saka Tatal, terpidana yang telah bebas, mengaku dirinya tidak ada di tempat kejadian pada Sabtu, 27 Agustus 2016, ketika Vina dan Eky meninggal dunia.

“Saya ada di rumah paman sama kakak saya, sama paman saya, silang rumah tiga rumah dari sini. Saya di situ dari sebelum magjrib sampai jam 10 [malam] lewat,” kata Saka.

Sekitar pukul 23.00, dia pergi ke bengkel karena radiator motor milik temannya rusak.

“Sebelum saya berangkat ke bengkel, saya kan mau lewat jalan layang tuh, ada polisi baru nyampe. Saya di tengah jalan berhenti melihat di atas ada polisi, saya kira ada razia, saya sama teman saya enggak pakai helm sama sekali,” ujar Saka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahasiswa Kedokteran 'Nge-prank' Curi Mobil Teman Koas di Rumah Sakit, Kini Terancam Penjara

Mahasiswa Kedokteran "Nge-prank" Curi Mobil Teman Koas di Rumah Sakit, Kini Terancam Penjara

Regional
Warga Resah Aktivitas Tempat Hiburan Malam di Banyumas, Ada Promo Khusus Pakai Istilah Pendidikan

Warga Resah Aktivitas Tempat Hiburan Malam di Banyumas, Ada Promo Khusus Pakai Istilah Pendidikan

Regional
Banjir Ngarai Sianok Bukittinggi, Air Sampai Atap Rumah

Banjir Ngarai Sianok Bukittinggi, Air Sampai Atap Rumah

Regional
Optimalkan Pengelolaan Sampah di TPA Lelang, Bupati Aulia Serahkan Bulldozer D3 kepada DLHP HST

Optimalkan Pengelolaan Sampah di TPA Lelang, Bupati Aulia Serahkan Bulldozer D3 kepada DLHP HST

Regional
Mayat Misterius yang Tertimpa Potongan Beton di Banjar Kalsel Diduga Pemulung Besi Bekas

Mayat Misterius yang Tertimpa Potongan Beton di Banjar Kalsel Diduga Pemulung Besi Bekas

Regional
Caleg PDI-P di Banyumas Mundur akibat Sistem Komandate, KPU Klarifikasi

Caleg PDI-P di Banyumas Mundur akibat Sistem Komandate, KPU Klarifikasi

Regional
Korupsi Dana Hibah Pilkada, 5 Eks Anggota KPU Aru Maluku Divonis 1,5 Tahun Penjara

Korupsi Dana Hibah Pilkada, 5 Eks Anggota KPU Aru Maluku Divonis 1,5 Tahun Penjara

Regional
Partai Demokrat Resmi Dukung Andika Hazrumy di Pilkada Serang 2024

Partai Demokrat Resmi Dukung Andika Hazrumy di Pilkada Serang 2024

Regional
Pengungsi Rohingya Kabur di Aceh Barat, Aktivis Sebut Ada Pembiaran

Pengungsi Rohingya Kabur di Aceh Barat, Aktivis Sebut Ada Pembiaran

Regional
3 Bulan Upah Belum Dibayar, Puluhan 'Cleaning Service' RSUD Nunukan Mogok Masal

3 Bulan Upah Belum Dibayar, Puluhan "Cleaning Service" RSUD Nunukan Mogok Masal

Regional
Kecelakaan Truk di Tol Semarang, Sopir Asal Malang Tewas

Kecelakaan Truk di Tol Semarang, Sopir Asal Malang Tewas

Regional
Masih Ada 6 Nelayan Aceh Ditahan di Thailand

Masih Ada 6 Nelayan Aceh Ditahan di Thailand

Regional
PDIP Usung 5 'Incumbent' Kepala Daerah di Pilkada Bangka Belitung

PDIP Usung 5 "Incumbent" Kepala Daerah di Pilkada Bangka Belitung

Regional
Polda Maluku Tangkap 2 Terduga Mafia Tanah di Pulau Buru, 1 Masih Buron

Polda Maluku Tangkap 2 Terduga Mafia Tanah di Pulau Buru, 1 Masih Buron

Regional
Modus Latihan Silat, Remaja di Lampung Tengah Perkosa Siswi SD

Modus Latihan Silat, Remaja di Lampung Tengah Perkosa Siswi SD

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com