Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebentuk Cinta Profesor Birute pada Orangutan

Kompas.com - 28/04/2018, 21:42 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Kompas TV Pemburuan Orangutan Tapanuli yang terus terjadi membuat Orangutan Tapanuli terancam punah.

Leakey kemudian menyebut Birute, bersama Jane Goodall, ahli simpanse, dan Dian Fossey (1932 - 1985), pakar gorila gunung, yang lebih dahulu melakukan penelitian, sebagai The Trimates.

Baca juga : Kenapa Orangutan di Penangkaran Lebih Cerdas daripada di Alam?

Karena riset orangutan itu pula, Birute meraih doktor dari University of California Los Angeles (UCLA) dengan disertasi berjudul Orangutan adaptation at Tanjung Puting Reserve, Central Borneo pada 1978. Selain menjadi profesor di Simon Fraser, Birute juga menjadi guru besar luar biasa pada Universitas Nasional Jakarta.

Ia juga menerima begitu banyak penghargaan yang diberikan padanya, termasuk kalpataru dari Pemerintah Republik Indonesia karena perannya dalam menggerakkan konservasi lingkungan hidup.

Perempuan berdarah Lituania ini kemudian mendirikan OFI sebagai lembaga yang memayungi aktivitas penelitian, konservasi dan rehabilitasi orangutan pada 1986. Kini ada 230 karyawan yang bekerja di OFI.

Birute memperlakukan orangutan layaknya manusia. Di hadapan peserta pelatihan interpreter, ia mengaku mencuci tangan sampai 20 kali sehari, demi menjaga agar orangutan tak tertular bakteri yang dapat menimbulkan penyakit.

"Kita harus menghormati orangutan, seperti manusia," tutur Birute.

Orangutan dan pariwisata

Menurutnya, orangutan dan Tanjung Puting bisa hidup karena pariwisata. Tapi pariwisata harus diatur. Ini karena orangutan merupakan primata liar, yang sensitif terhadap kegaduhan dan cahaya terang. "Orangutan memang bisa dekat, tapi masih berjiwa liar," ujarnya.

"Kalau orangutan mati, kita sering bikin otopsi. Banyak yang mati karena stres. Jadi kita jangan ribut-ribut seperti orang Spanyol," kata Birute.

Ia meminta para pemandu wisata bersikap profesional. Melayani dengan serius, tapi juga tegas dalam menerapkan aturan dalam kawasan taman nasional.

Baca juga : Kok Orangutan Bisa Merokok, Begini Kata Dokter Hewan...

Birute menerbitkan memoar berjudul Reflections of Eden: My Years with the Orangutans of Borneo pada 1995. Baginya, orangutan dan Tanjung Puting sebagai habitatnya layaknya surga. Meski begitu, dalam perjanalannya kini level, keaslian Tanjung Puting, tidak seperti lebih empat dekade lalu, saat ia pertama kali datang.

"Masih ada tempat di Tanjung Puting yang belum tersentuh. Yang paling perawan, di dalam. Itu di rawa, masih ada pohon ulin. Memang tidak begitu banyak. Tapi sepuluh, dua puluh ribu hektare masih ada," kata dia

"Kalau dulu burung yang alami, burung ruwai masih ada. Tapi sekarang sudah tidak ada. Pernah juga ada badak. Saya datang tahun 1971 ke Desa Sekonyer. Masih lihat ada lumpur, tempat mereka mandi lumpur," lanjutnya.

Birute mengaku begitu khawatir akan keberlanjutan orangutan dan Tanjung Puting. Namun, ia merasa tertolong dengan kehadiran pelaku pariwisata di Tanjung Puting. "Oh khawatir sekali. Itu sebabnya saya senang sekali ada pemandu yang mau training, sampai mereka bisa bantu masa depan Tanjung Puting," ujarnya.

"Suatu kali saya mengucapkan terima kasih pada pemandu, waktu mereka melawan api, di kawasan taman nasional. Satu pemandu bilang sama saya, tidak perlu ucapkan terima kasih. Kami berjuang untuk pekerjaan kita. Mereka paham tidak ada hutan, tidak ada orangutan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com