Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Asa Dasawarsa Gempa Yogyakarta

Kompas.com - 26/05/2016, 07:00 WIB
Kontributor Surakarta, Michael Hangga Wismabrata

Penulis

Tidak terlalu sulit untuk mencari lokasi rumah "teletubbies" tersebut, karena semenjak mendeklarasikan sebagai Desa Wisata, rumah Dome Teletubbies menjadi buah bibir.

Pemerintah daerah Sleman memasang papan penunjuk arah menuju lokasi. Desa Wisata Rumah Teletubbies, Desa Nglepen, menjadi salah satu destinasi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sulasmono (25), salah satu warga rumah "teletubbies" menceritakan kondisi kejiwaan warga Nglepen sangat terpukul pasca-gempa dahsyat tersebut. Harta benda dan kemapanan yang diperoleh meski hidup terpencil di kaki perbukitan seribu seakan terenggut secara tiba-tiba oleh bencana alam.

"Masih ada yang tidak terima, karena pas itu termasuk orang kaya dan memiliki rumah besar berkeramik, namun tiba-tiba harus tinggal di pengungsian dan setelah itu tinggal di rumah yang 'aneh', sempit dan sama dengan yang lainnya," kata Sulasmono saat menemani Kompas.com berkeliling kompleks.

Sulasmono menambahkan secara bersama-sama, meskipun kadar traumanya berbeda, warga Nglepen berusaha untuk bangkit. Bangkit mengalahkan trauma yang tidak bisa dihindari, dan mulai untuk melangkah kembali.

Hubungan persaudaran yang kuat dan solidaritas tinggi membuat warga bahu-membahu dan menghadapi bersama-sama masalah yang ada.

"Saat itu kita harus membayar uang sewa karena kompleks ini kan di atas tanah kas desa, jadi kita harus berpikir membayarnya. Saat itu, kita menarik uang parkir dari para pengunjung atau wisatawan yang datang untuk melihat rumah dome," kata Sulasmono.

Dalam perkembangannya, semakin banyak wisatawan yang datang dan mencari informasi terkait keberadaan rumah dome. Saat itulah muncul ide untuk menjadikan lokasi pengungsian warga Nglepen menjadi sebuah Desa Wisata Nglepen atau rumah "teletubbies".

Sakiran dan Sulasmono, pionir Desa Wisata rumah teletubbies, menceritakan latar belakang desa wisata tersebut.

"Tiga tahun menjadi pengungsi dan harus dibebani uang sewa, sedangkan kita waktu itu belum ada pekerjaan tetap pasca-gempa, kita melihat peluang. Banyaknya tamu yang datang dan bertanya-tanya tentang dome, maka pada tahun 2009, kita wujudkan menjadi Desa Wisata. Syukurlah, ide kita tersebut disambut baik oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman," kata Sakiran.

Selain untuk memenuhi uang sewa, tambah Sakir, ternyata seiring dengan waktu, desa wisata menjadi obat mujarab untuk memulihkan trauma. Desa Wisata juga membuka kesempatan penghuni rumah "teletubbies" menambah pendapatan sehari-hari.

"Ada keuntungan, yang pertama banyaknya tamu yang datang, membuat warga sering berinteraksi dengan orang-orang dari daerah lain, dan itu membuat warga percaya diri. Selain itu, banyak warga membuka toko kelontong untuk melayani para wisatawan yang berkunjung ke kompleks kami," kata Sakiran.

Sulasmono yang ditunjuk menjadi Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Nglepen mengatakan, Desa Wisata juga memberikan kesempatan kerja bagi para warga.

"Daripada pulang sekolah hanya nongkrong, bisa membantu di sini dan mendapatkan penghasilan," kata Sulasmono.

Berbagai kegiatan terkait pengelolaan Desa Wisata diikuti oleh warga untuk mewujudkan desa wisata "teletabbies" semakin maju dan profesional.

"Setiap tiga bulan kita kirim orang untuk mengikuti acara pelatihan atau pelatihan, sehingga kita semakin tahu bagaimana membenahi desa wisata," kata Sulasmono.

Sejak 2009 ditetapkan menjadi Desa Wisata, warga sendiri juga terpacu untuk menjaga aset utama desa wisata Nglepen, yaitu rumah "teletubbies".

"Ada perubahan perilaku yang terlihat dari warga penghuni, misalnya dalam hal membuang sampah. Karena sudah menjadi Desa Wisata, kebersihan salah satu andalannya, maka warga tidak sembarang membuang sampah. Ini berbeda dengan dulu, sebelum gempa, kadang kita asal buang sampahnya, namun saat ini tidak," kata Sakiran.

Untuk menunjang fasilitas Desa Wisata, Sulasmono dan Sakirman serta warga juga membuat arena taman bermain anak-anak, menghiasi sejumlah dome dengan mural yang unik dan lucu, seperti dengan gambar tokoh kartun "teletubbies". Bahkan juga menyewakan kostum boneka tokoh "teletubbies" seperti Poo, Lala, Dipsi, dan Tinky Winky.

"Kita ke depan memang ingin menguatkan brand rumah 'teletubbies' menjadi daya tarik, bahkan kita juga ingin mengajak warga di dalam kompleks untuk menyesuaikan desain tambahan di rumah mereka dengan senada bentuk lingkaran," kata Sulasmono.

Tidak hanya di dalam kompleks yang berdandan menjadi Desa Wisata, namun saat berkunjung ke rumah "teletubbies", wisatawan akan diajak menikmati suasana sunset di atas bukit "teletubbies". Dari atas bukit, pengunjung bisa menikmati keindahan pemandangan alam dan tentu saja melihat kompleks rumah "teletubbies".

Perjalanan menuju atas bukit "teletubbies" cukup menantang. Saat menuju ke atas bukit, pengunjung juga akan dapat melihat lokasi gempa yang membuat 71 kk desa Nglepen harus mengungsi. Jalannya cukup terjal dan berbatu, namun itu akan terbayar saat melihat keindahan alam di bukit teletubbies.

Berkah alam

Setelah 10 tahun berlalu dari bencana gempa bumi di wilayah DIY, tidak ada lagi wajah muram dan kekecewaan saat Kompas.com berbincang dengan sejumlah warga di rumah "teletubbies" di Desa Nglepen, Prambanan, Sleman.

Suasana hangat dan sejuk terasa saat pertama kali masuk ke gerbang bertuliskan "Selamat datang di New Nglepen". Kata "new" sengaja ditambahkan karena diharapkan menjadi niatan bagi warga korban gempa untuk memulai hidup dan semangat baru.

"Refleksi bagi saya pribadi mas, setelah 10 tahun ini bahwa bencana membawa berkah. Bencana gempa tidak bisa kita hindari, namun ternyata Tuhan mempunyai rencana lain, dan itu saya yakini yang terbaik, minimal bagi saya dan saya harap juga warga yang lain," kata Sakiran.

"Dulu kita tinggal di atas bukit, jauh dari keramaian dan seakan terpencil, setelah gempa, kita justru didatangi banyak orang dari berbagai daerah, bahkan orang asing, dan kita tidak lagi bergantung dari hasil tani. 180 derajat berubah dan kita bersyukur bisa bangkit," kata Sakiran.

Harnorejo pun berpendapat demikian. Meski hanya tinggal dengan suaminya, dirinya merasa untung bisa dibantu dan mendapat rumah unik.

"Mboten saget kesupen niku. Ning sak punika pun mboten masalah, seneng, saget nyawang anak putu pun seneng," kata Harnorejo.

Sementara itu, Sulasmono berharap, Desa Wisata New Nglepen akan terus berkembang.

"Pekerjaan rumahnya masih banyak mas, masih bisa terus berkembang dan kita harapkan dukungan segala pihak untuk bisa mandiri dan tentu saja membantu para korban gempa di Nglepen bangkit," kata Sulasmono.

Nantikan berita-berita khusus tentang 10 tahun gempa Yogyakarta mulai Jumat (27/5/2016) besok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com