Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Akar Rumput Nahdliyin: Dulu NU Mengharamkan Kerusakan Lingkungan, Kok Sekarang Menghalalkan?

Kompas.com - 11/06/2024, 11:11 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang batu bara menuai kritik dan kontroversi dari kalangan akar rumputnya sendiri.

Keresahan dan kekecewaan atas keputusan itu mengemuka dari Desa Wadas, Jawa Tengah, di mana mayoritas warga yang juga Nahdliyin telah merasakan pahitnya menjadi korban tambang.

Meski bukan korban tambang batu bara yang akan terdampak langsung oleh terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, mereka menyayangkan keputusan PBNU yang kontras dengan komitmen sebelumnya untuk mencegah kerusakan lingkungan.

“Kami kaget dengan pernyataan tokoh-tokoh NU belakangan ini, kok NU malah mau berperan dalam kerusakan lingkungan? Dulu NU mengharamkan kerusakan lingkungan, kok sekarang menghalalkan?” kata Tabudin, salah satu warga NU sekaligus korban tambang di Wadas kepada BBC News Indonesia, Minggu (09/06).

Baca juga: Soal Ormas Kelola Tambang, Bahlil: Baru NU yang Datang, yang Lain Belum

Dia merujuk pada putusan NU yang mengharamkan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia pada 2015.

NU, dalam muktamar tahun 2021, juga pernah merekomendasikan agar pemerintah menghentikan pembangunan PLTU batu bara dan mengurangi produksi batu bara mulai tahun 2022 untuk mempercepat proses transisi energi.

Namun sikap yang diambil oleh PBNU saat ini disebutnya justru berbanding terbalik dengan rekomendasi itu.

“Kami tidak akan percaya lagi, lembaga sebesar NU kok ngomongnya seperti itu,” ujar Tabudin yang mengaku “lebih dari kecewa” atas keputusan para petinggi NU tersebut.

Dua kader NU lainnya yang berbicara kepada BBC News Indonesia juga mengutarakan kekecewaan atas sikap itu.

Lewat keputusan ini, mereka khawatir NU justru akan menjadi aktor yang turut serta merusak lingkungan pada saat banyak Nahdliyin di Indonesia justru menjadi korban tambang.

Baca juga: Ormas Selain NU Tolak Ajukan Konsesi Tambang, Bahlil: Kita Enggak Boleh Memaksa...

"Kalau pada akhirnya PBNU tetap mengelola tambang, maka segenap warga NU harus memastikan bahwa pengelolaannya memberikan wajah baru pengelolaan yang bisa meminimalisir dampak lingkungan, dan hasilnya dikembalilan untuk kemaslahatan umat yang jauh lebih besar dari dampaknya," kata Wakil Ketua GP Ansor Purworejo, Muhammad Hidayatullah.

“Kalau pengelolaan tambangnya sama buruknya dengan yang terjadi selama ini, NU sebagai organisasi keagamaan akan bunuh diri. Seharusnya NU punya tanggung jawab sebagai penjaga lingkungan, kok malah merusak lingkungan,” sambungnya.

Penolakan senada juga datang dari 68 alumni Universitas Gadjah Mada yang merupakan warga NU.

"Kami meminta pemerintah membatalkan pemberian izin tambang ormas keagamaan," kata juru bicara warga NU alumni UGM, Slamet Tohari pada Minggu.

Baca juga: DPR Sebut NU Punya Kompetensi SDM untuk Kelola Tambang

Mereka berpendapat izin tambang tersebut berpotensi hanya menguntungkan segelintir elite dan menghilangkan tradisi kritis ormas.

Oleh sebab itu, mereka meminta agar PBNU kembali berkhidmah atau mengabdi kepada masyarakat dengan tidak menerima konsesi tambang.

PBNU menjadi satu-satunya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang telah mengajukan izin pengelolaan tambang batu bara kepada pemerintah sejauh ini.

NU bahkan telah menunjuk bendahara umum mereka, Gudfan Arif sebagai penanggung jawab atas pengelolaan usaha tambang NU.

Menanggapi kontroversi itu, Ketua PBNU Ahmad Suaedy meminta BBC News Indonesia mengutip tulisan opininya di surat kabar Media Indonesia tanggal 7 Juni 2024. Dia kemudian membagikan tautan tulisannya tersebut kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Dalam artikel opini berjudul Demokrasi Post-Secular dan Agenda Kesetaraan (Kasus Tambang untuk Ormas Keagamaan), Suaedy secara garis besar berargumen bahwa umat berhak mengelola tambang, setelah selama ini "disingkirkan oleh sekularisme dan liberalisme".

"Langkah [pemerintah] seharusnya menantang para akademisi dan intelektual untuk memikirkan suatu model pembangunan asimetris dengan berpihak kepada mereka yang lemah dan tertinggal," kata Suaedy dalam salah satu paragraf dalam tulisan opininya itu.

Lebih lanjut, dia menilai bahwa "agenda tentang moralitas dan etika publik, kelestarian lingkungan, serta tata kelola pemerintahan yang baik layak menjadi konsentrasi bersama dengan tetap memperhatikan keadilan dan kesetaraan".

Sebelumnya, pada Jumat (07/06), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) untuk PBNU sudah diproses dan akan rampung dalam pekan ini.

Baca juga: Profil Gudfan Arif, Bendahara Umum PBNU yang Bakal Pimpin Perusahaan Tambang NU

Menurut Bahlil, PBNU akan mendapat jatah di lahan bekas tambang batu bara PT Kaltim Prima Coal (KCP) di Kalimantan Timur.

“NU sudah jadi sudah diproses, saya akan memakai prinsip karena ini untuk tabungan akhirat, lebih cepat lebih baik. Insya Allah [minggu depan],” kata Bahlil.

Belum ada penjelasan rasional ke akar rumput

Salah satu murah yang ada du Desa Wadas tertulis Wadas Not For Sale atau Wadas tidak dijual masih banyak ditemukan. KOMPAS.COM/BAYUAPRILIANO Salah satu murah yang ada du Desa Wadas tertulis Wadas Not For Sale atau Wadas tidak dijual masih banyak ditemukan.
Ketika Desa Wadas dikepung oleh aparat yang hendak mengukur tanah milik warga untuk pembebasan lahan demi pertambangan batu andesit, Talabudin mengatakan kelompok-kelompok masyarakat sipil lah yang banyak membantu perjuangan warga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bocah 13 Tahun Dicabuli Ayah Tiri hingga Hamil, Ibu Korban Tahu Perbuatan Pelaku

Bocah 13 Tahun Dicabuli Ayah Tiri hingga Hamil, Ibu Korban Tahu Perbuatan Pelaku

Regional
Takut Dimarahi, Seorang Pelajar Minta Tolong Damkar Ambilkan Rapor

Takut Dimarahi, Seorang Pelajar Minta Tolong Damkar Ambilkan Rapor

Regional
Cerita Tatik, Dua Dekade Jualan Gerabah Saat Grebeg Besar Demak

Cerita Tatik, Dua Dekade Jualan Gerabah Saat Grebeg Besar Demak

Regional
BNPB Pasang EWS dengan CCTV di Sungai Berhulu dari Gunung Marapi

BNPB Pasang EWS dengan CCTV di Sungai Berhulu dari Gunung Marapi

Regional
PPDB SMA/SMK Dibuka Malam Ini, Pj Gubernur Banten Ultimatum Tak Ada Titip Menitip Siswa

PPDB SMA/SMK Dibuka Malam Ini, Pj Gubernur Banten Ultimatum Tak Ada Titip Menitip Siswa

Regional
Kasus Ayah Bunuh Anak di Serang, Warga Lihat Pelaku Kabur Bawa Golok dengan Bercak Darah

Kasus Ayah Bunuh Anak di Serang, Warga Lihat Pelaku Kabur Bawa Golok dengan Bercak Darah

Regional
4 Orang Tewas Ditabrak Mobil Elf di Aceh Timur, Ini Kronologinya

4 Orang Tewas Ditabrak Mobil Elf di Aceh Timur, Ini Kronologinya

Regional
Pilkada Salatiga Rawan Politik Uang, Gerindra Sebut Elektabilitas Tinggi Tak Jaminan Terpilih

Pilkada Salatiga Rawan Politik Uang, Gerindra Sebut Elektabilitas Tinggi Tak Jaminan Terpilih

Regional
Sebelum Bunuh Anaknya, Pria di Serang Banten Sempat Minta Dibunuh

Sebelum Bunuh Anaknya, Pria di Serang Banten Sempat Minta Dibunuh

Regional
Berantas Judi Online, Ponsel Aparat di Polres Bengkulu Utara Diperiksa

Berantas Judi Online, Ponsel Aparat di Polres Bengkulu Utara Diperiksa

Regional
KAI Tanjungkarang Tutup Perlintasan Sebidang Liar di Martapura

KAI Tanjungkarang Tutup Perlintasan Sebidang Liar di Martapura

Regional
Ayah di Serang Bunuh Balitanya yang Tidur Pulas, Ada Sang Ibu dan Kakak di TKP

Ayah di Serang Bunuh Balitanya yang Tidur Pulas, Ada Sang Ibu dan Kakak di TKP

Regional
Butuh Uang untuk Judi Online, Remaja 14 Tahun Curi Sepeda Motor

Butuh Uang untuk Judi Online, Remaja 14 Tahun Curi Sepeda Motor

Regional
Mengintip Persiapan Warga Kalibeji Semarang untuk Sambut Jokowi, Lembur Kerja Bakti Selama 4 Hari

Mengintip Persiapan Warga Kalibeji Semarang untuk Sambut Jokowi, Lembur Kerja Bakti Selama 4 Hari

Regional
Santri Tewas Terseret Arus Sungai Saat Bersihkan Alat Potong Hewan

Santri Tewas Terseret Arus Sungai Saat Bersihkan Alat Potong Hewan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com