SOLO, KOMPAS.com - Pernyataan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, yang menyebutkan calon presiden (Capres) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pemimpin modal konten akan susah serta akan terjadi perang seperti di Ukrania, mendapatkan respons pakar.
Pakar Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret (UNS), Ign Agung Satyawan, mengatakan hal tersebut tidak benar dan tidak bisa dikaitkan.
"Nggak nyambung, membandingkan Indonesia dengan Ukraina. Mengenai Presiden Volodymyr Zelensky, kasusnya berbeda. Zelensky terpilih menjadi Presiden Ukraina tahun 2019 melalui pemilu yang demokratis," kata Ign Agung Satyawan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/4/2022).
Baca juga: Bambang Pacul soal Pilihan Calon Presiden 2024: Modal Konten Medsos, Nanti Susah kayak Ukraina
Agung menambahkan dalam kasus Zelensky, dia menyoroti latar belakang sang presiden yang merupakan pekerja industri hiburan.
"Memang betul dia latar belakangnya sebagai aktor, dan banyak mereka yang berlatarbelakang aktor menjadi presiden yang sukses antara lain Ronald Reagan. Justru berlatar belakang sebagai aktor, sosoknya sudah dikenal dan populer di kalangan masyarakat," jelasnya.
Menurut Agung, soal calon pemimpin modal konten atau bermedia sosial untuk saat ini sangat dibutuhkan di era digitalisasi.
"Betul, Zelensky banyak menggunakan medsos, tapi itu merupakan hal wajar bagi seorang pemimpin di era digital. Salah besar jika menyimpulkan Zalensky yang bekas aktor dan pengguna medsos menyebabkan perang Ukraina-Rusia," katanya.
Sebab menurutnya, konflik Ukraina dan Rusia sudah terjadi lama, jauh sebelum Zalensky menjadi presiden.
"Kebetulan perang meletus pada saat masa kepresidenan Zalensky. Nasib sial Zalenskyy" jelas IGN Agung.
Baca juga: Bambang Pacul Sindir Seorang Pemimpin yang Bikin Konten: Sekarang Dihack, Barang E Ilang Sak Iki
Sedangkan untuk saran dari Bambang Pacul untuk melihat track record dalam memilih pemimpin, ia benarkan.
"Bambang Pacul benar bahwa memilih pemimpin juga harus dilihat dari track record yang bersangkutan. Menjadi pemimpin di era digital ini, justru track record dapat dijadikan konten dalam media atau media sosial (medsos) sehingga dapat diketahui oleh khalayak," jelasnya.
Agung menambahkan dirinya menyarankan untuk para calon pemimpin seharusnya mengunakan mensos, karena saat ini telah masuk dunia digital.
"Saat ini pemimpin maupun seseorang yang ingin menjadi pemimpin malah harus menggunakan medsos. Malah aneh jika pemimpin tidak menggunakan medsos," ujar dia.
Baca juga: Elektabilitas Gibran di Jawa Tengah Tinggi, Bambang Pacul: Masih Panjang, Politik Dinamis
Karena menurunnya, dalam sistem demokrasi, seorang pemimpin publik harus dikenal oleh publik dan dari sana akan memunculkan trust.
Melalui media sosial maupun media mainstream lainnya, pemimpin harus menginformasikan siapa dirinya, latar belakang pribadinya, apa visinya, kegiatan atau program apa saja yang sudah dan akan dilakukan.
"Justru dengan adanya media dapat menghindari pemilihan seperti memilih "kucing dalam karung" (kiasan berhati-hati), Sulit bagi pemimpin atau calon pemimpin yang minim prestasi dan minim track record, lalu apa yang akan diinformasikan kepada khalayak?," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.