SOLO, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Tengah, sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Bambang Wuryanto merespons banyaknya bakal calon presiden pada Pilpres 2024.
Politisi yang akrab disapa Bambang Pacul ini meminta publik untuk lebih selektif dalam menjatuhkan pilihannya.
Sebab, Bambang melihat saat ini masyarakat hanya melihat konten media sosial yang ditampilkan oleh capres atau cawapres.
Baca juga: Elektabilitas Gibran di Jawa Tengah Tinggi, Bambang Pacul: Masih Panjang, Politik Dinamis
Menurut Bambang Pacul, survei bersifat aksi udara saja. Dia mengeklaim bahwa orang yang senang dengan konten medsos ataupun politik ada 45 juta orang.
"Inilah rambatannya yang diincar. Jadi bagi Bambang Pacul, survei sifatnya sementara yang diciptakan potret hari ini yang diciptakan oleh sosmed," kata dia saat di Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (26/4/2022).
Untuk itu, Bambang menyarankan masyarakat lebih jeli dan melihat track record atau rekam jejak dari capres atau cawapres saat Pilpres 2024.
Bahkan, Bambang mengaitkannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang dia anggap sebagai sosok ciptaan medsos.
"Akibat yang diciptakan oleh sosmed seperti yang di Ukraina itu. Karena mulai media sosial apakah mereka kenal secara pribadi? Pasti tidak. Kecil sekali (kemungkinan kenal) nah itu, dasar konsep itu bisa keliru, menurut saya, lebih bagus cek track record-lah," jelasnya.
Dari hasil pencarian rekam jejak itu, masyarakat bisa melihat integritas, kompetensi, dan kapasitas seorang tokoh.
"Karena track record itu muncul tiga hal, yakni karakter (integritas) kalau ceria benar tidak. Yang kedua kompetensi, dan ketiga cc atau kapasitas, dia itu cerdas tidak. Menarik tapi cc-nya rendah itu sulit," ujarnya.
Bambang juga menyatakan, jika masyarakat hanya memilih capres dengan dasar media sosial atau yang ditampilkan di dunia digital, Indonesia bakal senasib dengan Ukrania.
"Orangnya (Volodymyr Zelensky) terlihat, tapi ketika ada masalah kendadapan (kaget). Masak kita mau punya presiden kayak gitu. Masak kita pilih presiden cuma bikin konten, susah nanti. Ini masalah republik besar sekali, kita butuh pemimpin yang kapasitasnya kuat, kompetensi dan integritasnya tinggi," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.