PONTIANAK, KOMPAS.com – Mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) berinisial A tersandung perkara mafia tanah saat menjadi Ketua Tim Ajudikasi di Desa Durian, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar) tahun 2008.
Bersama dengan kepala desa setempat, tersangka A merekayasa lahan seluas 200 hektar menjadikannya 147 sertifikat hak milik (SHM).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Barat (Kalbar) Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengungkapkan, dari 147 sertifikat tersebut, ditemukan sejumlah SHM atas nama keluarga tersangka A, yaitu atas nama istri sebanyak 10 SHM dan atas nama adik ipar sebanyak 1 SHM.
Kemudian, adik kandung tersangka A mendapat 17 SHM dan rekan kerjanya mendapat 15 SHM.
“Sehingga total sertifikat yang dibuat tersangka A untuk keluarga dan kerabatnya berjumlah 43 SHM,” kata Luthfie kepada wartawan, Kamis (22/4/2021).
Baca juga: Sindikat Mafia Tanah Terungkap, Libatkan Kepala Desa dan Pegawai BPN
Luthfie menyebut, dari 147 SHM, sebanyak 83 diantaranya sudah teridentifikasi. Sedangkan sisanya masih dalam penelusuran.
“Tersangka A bersama rekan-rekannya ini masih menutup-nutupi. Namun hal tersebut dapat dibantahkan oleh fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti,” ucap Lutfhie.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus tersebut, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Masing-masing mantan pegawai BPN Kabupaten Kubu Raya sekaligus selaku Ketua Tim Ajudikasi Desa Durian tahun 2008 berinisial A; Kepala Desa Durian berinisial UF; kemudian pemegang sertifikat hak milik (SHM) berinisial H dan T.
Lokasi tanah yang menjadi perkara di Desa Durian, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, seluas 200 hektar.
Diberitakan, perkara itu bermula tahun 2008. Saat itu, dari tersangka A, selaku pegawai BPN Kabupaten Kubu Raya ditunjuk sebagai Ketua Tim Ajudikasi di Desa Durian.
“Tersangka A kemudian bekerja sama dengan tersangka UP, selaku Kepala Desa Durian untuk memalsukan warkah yaitu berupa surat pernyataan tanah (SPT) dan surat keterangan domisili untuk penerbitan sertifikat hak milik (SHM),” kata Luthfie.
Baca juga: Sindikat Mafia Tanah Kuasai 200 Hektar Lahan di Kalbar, Rugikan Warga Rp 1 Triliun
Menurut Luthfie, dari kerja sama keduanya, diterbitkanlah 147 warkah atau dokumen alat pembuktian data fisik dan data yuridis lahan untuk dipergunakan sebagai dasar pendaftaran tanah tersebut.
Namun, orang-orang yang tertera di warkah tersebut bukan warga setempat atau penggarap lahan, melainkan kolega dan kerabat tersangka.
Atas kejadian tersebut, lanjut Luthfie, mengakibatkan para warga pemilik tanah tidak dapat menerbitkan sertifikat.
“Para tersangka masih dalam pemeriksaan dan dijerat, salah satunya dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen,” tegas Lutfhie.