SALATIGA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Salatiga Sulistyaningsih meminta partai politik dan relawan bakal calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Salatiga tidak menggunakan baliho sebagai media sosialisasi jelang Pilkada 2024.
Hal itu diperlukan untuk mengurangi sampah yang marak terjadi usai gelaran Pemilu/Pilkada.
"Kami sudah berkoordinasi juga dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Salatiga agar memberi arahan ke partai politik. Intinya untuk kampanye melalui sosial media elektronik daripada menggunakan baliho, yang berakibat menjadi sampah yang sulit dikelola," ujarnya saat dihubungi, Selasa (2/7/2024).
Sulistyaningsih mengatakan, meski material MMT yang digunakan sebagai baliho tidak termasuk kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), namun bahan tersebut sulit terurai secara alami.
"Akibatnya itu menjadi bahan sampah yang sulit terurai," kata dia.
Pada Pemilu 2024, lanjutnya, petugas mendapati sekitar 14.000 lembar MMT berbagai ukuran.
"Ini menjadi keprihatinan, karena hingga saat ini sampahnya belum kami olah. Karena juga sedang dipisah-pisahkan antara MMT dengan bingkai kayu atau bambunya," ungkap dia.
Baca juga: Kapolda Jateng Sebut Pilkada Akan Lebih Rawan Dibandingkan Pilpres
Baca juga: TPA Piyungan Resmi Ditutup, Bagaimana dengan Pengelolaan Sampah di DIY?
Saat ini, lanjut Sulistyaningsih, dilakukan penertiban atribut berbau kampanye MMT yang dipaku di pohon.
Gerakan ini menjadi salah satu upaya meningkatkan kesehatan pohon sehingga diharapkan dapat meningkatkan oksigen yang dihasilkan pepohonan dan mengurangi karbondioksida.
“Salah satu upaya dalam meningkatkan oksigen dan mengurangi CO2 adalah penanaman tanaman di sepanjang jalan. Kalau dipaku, akan mempengaruhi kesehatan tanaman,” ungkapnya.
Baca juga: Bunuh dan Buang Bayi di Tong Sampah, Mahasiswi Magelang Ini Melahirkan Sendirian di Kamarnya
Terpisah, aktivis lingkungan dari Komunitas Soramata Salatiga, Titi Permata menilai pemasangan baliho MMT dengan cara dipaku di pohon, menunjukkan betapa besar ego manusia.
"Ini menunjukkan manusia abai terhadap kehidupan pohon. Luka pada batang pohon berpotensi menjadi jalan masuk kuman penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan atau perkembangannya," jelasnya.
"Paku yg menancap pada kambium pohon, mengganggu proses transport suplai nutrien dari akar ke daun dan distribusi hasil fotosintesa ke seluruh tubuhnya," kata Titi.
Dia mengungkapkan, manusia menikmati seluruh produk dari pohon.
"Kita memetik buah, menikmati indah bunga, kesegaran oksigennya, keteduhan kanopi daunnya tetapi menyakiti sang pohon. Apapun kata-kata maupun kalimat pada baliho tersebut, pada akhirnya berakhir tanpa makna, tak layak dipercaya," tegas Titi.
Baca juga: Jelujur Sulam Karawo, Menopang Identitas Budaya dan Ekonomi Gorontalo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.