Sebab, pemerintah daerah, baik Pemprov maupun Pemkab Bangka, tidak mampu mengeruk sendiri karena keterbatasan anggaran.
"Solusinya hanya pengerukan. Boleh melibatkan pihak lain, yang punya izin menjual silakan, yang tidak punya izin bantu menjual pasir, kita gotong royong. Anggaran pemda tidak mampu untuk itu, sama saja menggarami lautan, yang penting terangkut saja dulu dan terbuka alur, dan nelayan terbantu, itu yang penting. Kita kerjakan dulu kedaruratan ini," beber alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu.
"Ini tujuannya untuk kemaslahatan nelayan atau masyarakat di sini. Apakah nanti perusahaan yang mengerjakan ini kompensasi dari pasir, silakan. Bupati sesuai perda boleh mengambil pajak retribusi," tambah dia.
Menurut Safrizal, pihaknya sudah sering mendengar keluhan para nelayan terkait pendangkalan. Bahkan sempat terjadi demo di kantor gubernur.
"Segera jangan dilama-lamakan, masyarakat sudah dongkol ini karena kita terlalu lama. Jadi, kita kerjakan secepatnya, laporkan ke kami di provinsi kalau ada kendala-kendala," sebutnya.
Seorang nelayan bernama Saiful berharap pendangkalan muara Aik Kantung segera diatasi.
"Pemerintah katanya tak punya anggaran, kalau ada swasta yang mau menanggung jangan dipersulit," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Polda Kepulauan Bangka Belitung Irjen Tornagogo Sihombing berjanji menertibkan aktivitas tambang timah ilegal di kawasan muara Aik Kantung.
"Masih tampak beberapa peralatan tambang, kami minta penambang untuk segera meninggalkan lokasi," ujar Tornagogo.
Aktivitas penambangan diduga ikut memicu pendangkalan karena pasir galian yang terdorong ombak ke muara.
Namun saat ini tidak semua bersifat ilegal, sebagian merupakan kawasan izin usaha penambangan (IUP) resmi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.