Salin Artikel

Pengerukan Pasir Laut di Bangka Terkendala Biaya

BANGKA, KOMPAS.com - Pelabuhan nelayan di muara Aik Kantung Jelitik, Sungailiat, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, sejak lama mengalami pendangkalan.

Sedimentasi pasir laut di sana menumpuk bertahun-tahun hingga membentuk gunungan.

Jumlahnya diperkirakan mencapai jutaan kubik yang bisa dijual oleh investor yang membantu pengerukan.

Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Safrizal ZA mengatakan, pendangkalan muara Aik Kantung kerap dikeluhkan nelayan.

Saat ini yang terjadi di muara Aik Kantung tidak hanya pendangkalan, tapi juga penyempitan alur karena hamparan pasir yang semakin menebal.

Imbasnya aktivitas ratusan nelayan terganggu, bahkan menyebabkan kerusakan karena kapal kandas.

"Kami Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bertekad untuk memperbaiki. Pertama, administrasi terpenuhi jangan ada perkeliruan. Beginilah keadaannya, tertutup habis, makanya diperbaiki," kata Safrizal saat peninjauan di lokasi, Selasa (16/4/2024).

Safrizal mendatangi lokasi didampingi kepolisian dan kejaksaan. Rombongan bertolak dari Pangkalpinang menggunakan kapal Basarnas.

Setibanya di kawasan muara Aik Kantung, kapal yang memiliki landasan helikopter itu tidak bisa berlabuh terlalu dekat pantai.

Rombongan kemudian dijemput ke tengah laut menggunakan perahu motor atau speed lidah warga setempat.

Setibanya di daratan, rombongan disambut Pemkab Bangka dan para nelayan. Diskusi pun dilakukan di bibir alur muara.

Setelah berlangsungnya diskusi, Safrizal langsung mengambil keputusan tegas dengan memerintahkan Pemerintah Kabupaten Bangka untuk segera melakukan pengerukan.

Kegiatan tersebut melibatkan perusahaan yang sudah memiliki izin pengerukan, maupun izin menjual pasir dari hasil pengerukan.

"Karena kedaruratan itu ada di bupati, kami akan mengawal supaya segera memerintahkan pekerjaannya. Jangan ragu-ragu, karena semua Forkopimda kompak untuk mengawal ini. Fokus ke jalur ini jangan ke mana-mana," ujar Safrizal.

Ia juga memberikan jalan kepada pihak lain (Perusahaan) yang memiliki izin untuk dapat bergotong-royong.

Sebab, pemerintah daerah, baik Pemprov maupun Pemkab Bangka, tidak mampu mengeruk sendiri karena keterbatasan anggaran.

"Solusinya hanya pengerukan. Boleh melibatkan pihak lain, yang punya izin menjual silakan, yang tidak punya izin bantu menjual pasir, kita gotong royong. Anggaran pemda tidak mampu untuk itu, sama saja menggarami lautan, yang penting terangkut saja dulu dan terbuka alur, dan nelayan terbantu, itu yang penting. Kita kerjakan dulu kedaruratan ini," beber alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu.

"Ini tujuannya untuk kemaslahatan nelayan atau masyarakat di sini. Apakah nanti perusahaan yang mengerjakan ini kompensasi dari pasir, silakan. Bupati sesuai perda boleh mengambil pajak retribusi," tambah dia.

Menurut Safrizal, pihaknya sudah sering mendengar keluhan para nelayan terkait pendangkalan. Bahkan sempat terjadi demo di kantor gubernur.

"Segera jangan dilama-lamakan, masyarakat sudah dongkol ini karena kita terlalu lama. Jadi, kita kerjakan secepatnya, laporkan ke kami di provinsi kalau ada kendala-kendala," sebutnya.

Seorang nelayan bernama Saiful berharap pendangkalan muara Aik Kantung segera diatasi.

"Pemerintah katanya tak punya anggaran, kalau ada swasta yang mau menanggung jangan dipersulit," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Polda Kepulauan Bangka Belitung Irjen Tornagogo Sihombing berjanji menertibkan aktivitas tambang timah ilegal di kawasan muara Aik Kantung.

"Masih tampak beberapa peralatan tambang, kami minta penambang untuk segera meninggalkan lokasi," ujar Tornagogo.

Aktivitas penambangan diduga ikut memicu pendangkalan karena pasir galian yang terdorong ombak ke muara.

Namun saat ini tidak semua bersifat ilegal, sebagian merupakan kawasan izin usaha penambangan (IUP) resmi.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/17/095749778/pengerukan-pasir-laut-di-bangka-terkendala-biaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke