Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Transpuan Lansia Klaim Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan, Sebut Seperti Main Lotre

Kompas.com - 30/03/2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

 

Diskriminasi tak hanya transpuan

Apa yang dialami Erni Dadang dan transpuan lain yang kesulitan mencairkan klaim BPJS-TK, menurut aktivis transpuan dari Yogyakarta, Jenny, adalah bentuk diskriminasi dan perlakuan tidak adil terhadap kelompok rentan, terutama transpuan.

Alih-alih mempersulit kelompok rentan mendapat haknya, menurut Jenny, pemerintah semestinya mempermudah pencairan jaminan kematian bagi transpuan.

“Seolah negara hanya menghitung untung dan rugi. Mentang-mentang kami kelompok rentan dan terpinggirkan, lalu klaim tidak dicairkan,” tegas Jenny.

Pendapat Jenny diamini oleh Rully Malay, yang menganggap perlakuan tidak adil itu terlihat dari cara pandang pemerintah yang mempersulit pencairan klaim dan mengesampingkan perspektif kelompok rentan.

Baca juga: Susah Payah Transpuan Terhimpit di Pusaran HIV/AIDS dan Covid-19

Kerap kali, kata Rully, para transpuan menyisihkan uang yang dikumpulkan dengan susah payah demi dapat membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang mereka maksudkan untuk jaminan hari tua mereka. Kondisi ekonomi yang serba sulit seperti sekarang ini, membuat uang begitu berharga bagi mereka.

“Lalu ketika proses pencairan, mengalami hambatan karena aturan main yang seperti itu,” ujar Rully.

Rully menjelaskan bahwa banyak transpuan memilih untuk hidup berpisah dengan keluarga lantaran stigma buruk yang mereka alami, belum lagi banyak anggota keluarga yang tak bisa menerima kondisi mereka.

Mereka lantas hidup bersama komunitas dan memiliki kartu keluarga sendiri, namun kebanyakan mereka tidak menikah sehingga tak memiliki ahli waris.

Kalau pemerintah masih ngotot dengan peraturan pencairan klaim JKM BPJS Ketenagakerjaan yang mewajibkan adanya ahli waris, bagi Rully, jelas tidak adil bagi para transpuan.

“Ini tidak adil bagi kepesertaan transpuan seperti kita. Orang-orang yang hidup sendiri, kemudian tidak akan bisa dicairkan [klaim JKM-nya]” ujarnya.

Baca juga: Orang dengan HIV/AIDS hingga Transpuan Antusias Ikut Vaksinasi di Kota Serang

Anggota DJSN Indra Budi Sumantoro mengungkapkan bahwa pengaduan dari komunitas transpuan membuka kasus-kasus lain yang potensial mendapat perlakuan serupa.

Indra mencontohkan, anak tunggal yang yatim piatu dan belum menikah, ketika meninggal juga berpotensi menghadapi persoalan yang sama.

Demikian halnya pemuka agama yang selibat seperti pastor, suster, biksu dan biksuni, juga berpotensi menghadapi persoalan yang sama.

“Jadi bukan hanya transpuan. Maka dari itu menjadi concern kami, perlu dilakukan dengan diskresi di level peraturan.

Mengapa BPJS-TK penting bagi transpuan?

Iuran BPJS Kesehatan 2024. Iuran BPJS Kesehatan tahun 2024.Shutterstock Iuran BPJS Kesehatan 2024. Iuran BPJS Kesehatan tahun 2024.
Selama ini para transpuan selalu mengalami diskriminasi, tidak hanya dari lingkungan sekitar, tapi juga dari keluarganya sendiri. Tak jarang mereka pergi meninggalkan rumah karena ditolak keluarga, dan hidup menyendiri.

Untuk menjalani kehidupan pun mereka sering mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Bahkan ketika meninggal pun transpuan masih diperlakukan diskriminatif dan tidak adil. Dari sinilah para transpuan menganggap perlunya memiliki BPJS-TK.

Namun untuk memiliki BPJS-TK, para transpuan dihadapkan persoalan tiadanya lapangan kerja yang memberikan fasilitas itu, menurut Ketua Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo), Kusuma Ayu.

Padahal, lanjut Ayu, BPJS-TK sangat diperlukan, mengingat transpuan banyak yang tinggal sendirian, tak punya keluarga, bekerja di jalan, dan rentan mengalami kecelakaan.

“Sakit butuh biaya, penguburan butuh biaya, dan BPJS itu sangat membantu. Tapi sayangnya kita belum bisa mengakses, belum ada tempat kerja yang menerima kita,” katanya.

Baca juga: Viral, Video 2 Waria di Makassar Lakukan Aksi Tak Senonoh Saat Sahur, Polisi: Akan Dilakukan Penahanan

Apalagi bagi para transpuan lansia yang tidak mendapat dukungan keluarga, dan tidak punya tabungan hari tua, persoalan yang sering muncul adalah saat mereka meninggal dunia.

“Banyak yang mengalami kesulitan pemakaman, dan pengurusan jenazah yang biayanya sangat tinggi,” kata Bunda.

Jenny mengaku, uang receh meskipun hanya Rp1 dari sumbangan dan donasi masyarakat sangat bermakna bagi transpuan penerima manfaat BPJS-TK.

Sumbangan ini bisa menghilangkan kesedihan dan diskriminasi bagi transpuan di masa lansia dan ketika meninggal.

“Kita ingin tidak ada lagi kesedihan bagi transpuan ketika meninggal,” katanya.

Baca juga: Salah Satu Pengeroyok yang Tewaskan Waria di Kupang adalah Anak Anggota DPRD

Transpuan menatap realitas

Erni Menyan adalah transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif.BBC Indonesia/FURQON ULYA HIMAWAN Erni Menyan adalah transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif.
Sepeninggal Erni Dadang, di Yogyakarta tersisa 14 transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif. Erni Menyan adalah salah satunya.

Di sebuah deretan pertokoan daerah Kotagede, Yogyakarta, Erni Menyan melenggak-lenggok dengan iringan musik dangdut koplo yang keluar dari pengeras suara kecil miliknya.

Tangannya memegang icik-icik – sejenis tamborin – sambil berharap uluran tangan pemilik toko memberi recehan untuknya bisa makan dan bertahan hidup.

Erni Menyan adalah waria asal Jawa Barat. Kala masih muda belia, dirinya gemar menonton hiburan tarling yang terkenal di daerahnya. Dia pun terpikat dan suka dandan layaknya perempuan.

Baca juga: Waria Ditemukan Tewas di Indekos Madiun, Polisi Selidiki Penyebabnya

“Tahun 70 saya masuk Jogja, dan sudah waria,” kata Erni.

Di Yogyakarta, beragam profesi telah dia lalui demi sesuap nasi. Mulai dari berjualan gudeg – makanan tradisional daerah tersebut – hingga menjadi pengamen dan kini tinggal di WCC.

Hasil dari mengamen, kata Erni, cukup untuk memenuhi kebutuhan makannya selama dua hari.

Erni Menyan melihat tak sedikit teman-temannya yang meninggal dunia disepelekan karena tidak memiliki uang untuk pemakaman.

Itu sebabnya, komunitas waria membuat BPJS Ketenagakerjaan secara komunal agar kelak ketika meninggal mereka bisa dikubur secara layak dan tidak didiskriminasi.

Jika dia meninggal nanti, Erni Menyan berharap klaim jaminan kematiannya bisa dicairkan sehingga bisa untuk biaya pemakamannya dan membantu kawan-kawannya sesama waria di komunitas.

Baca juga: Aniaya Seorang Waria hingga Tewas, 3 Remaja di Kupang Ditahan Polisi

Pemerintah, menurut Erni Menyan, semestinya bisa bersikap adil terhadap kelompok transpuan yang rentan dan selalu mendapat perlakuan diskriminatif.

“[Pemerintah] harus adil, harus bijaksana,” tutur Erni Menyan.

Wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan, berkontribusi dalam liputan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Regional
Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Regional
Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Regional
KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

Regional
Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Regional
Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Regional
Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Regional
442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

Regional
Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Regional
Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Regional
Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Regional
Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Regional
Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Regional
Tak Hadir Saat Ujian Sekolah, Siswi di Wonogiri Ditemukan Tewas dalam Kondisi Hamil

Tak Hadir Saat Ujian Sekolah, Siswi di Wonogiri Ditemukan Tewas dalam Kondisi Hamil

Regional
Sebut Ingin Lanjutkan Pembangunan, Inkumben Bupati Demak Daftar di 3 Parpol Ini

Sebut Ingin Lanjutkan Pembangunan, Inkumben Bupati Demak Daftar di 3 Parpol Ini

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com