Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Transpuan Lansia Klaim Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan, Sebut Seperti Main Lotre

Kompas.com - 30/03/2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kegelisahan tampak di raut wajah Erni Menyan, yang tahun ini genap berusia 68 tahun. Di usia senja, transpuan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengamen ini berharap tak membuat susah komunitasnya, apalagi kala ajal menjemputnya.

Di usia yang tak lagi muda, Erni memilih tinggal di Waria Crisis Center, tempat tinggal bagi transpuan yang sudah memasuki usia lanjut di Yogyakarta.

Selain dirinya, ada sejumlah waria lain yang tinggal di sana, seperti Ernawati, Lastri, Jamilah dan Erni Dadang.

Sayangnya, teman sejawatnya Erni Dadang berpulang pada pengujung 2022 silam.

Naas, klaim jaminan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK) yang dia miliki tak bisa dicairkan karena surat wasiatnya tak diakui. BPJS-TK hanya mencairkan biaya pemakamannya.

Baca juga: Kisah Mami Vera, Caleg Transpuan Pertama di NTT

BPJS-TK – lembaga yang diselenggarakan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi bagi pekerja – mensyaratkan surat wasiat dan ahli waris untuk pencairan klaim jaminan kematian.

Mengetahui realitas sulitnya mencairkan klaim jaminan kematian bagi kelompok waria yang tak memiliki ahli waris sepertinya, Erni Menyan khawatir hal yang sama akan terjadi padanya.

“Kalau kita meninggal, [jaminan kematian tidak cair] enggak ada dana, kita enggak bisa dikubur,” ujar Erni Menyan kepada wartawan Furqon Ulya Himawan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Meninggalnya Erni Dadang tak hanya menyisakan kesedihan dan kegelisahan kelompok transpuan, tapi juga membuka realitas betapa diskriminasi dan ketidakadilan selalu mereka alami, bahkan ketika sudah meninggal dunia.

“Enggak gampang jadi waria. Saya juga enggak mau jadi waria, Tapi mau enggak mau harus saya jalani,” aku Erni Menyan.

Baca juga: Teganya Pria di Tangerang Bunuh Transpuan karena Tak Dipinjami Uang: Bakar dan Buang Korban di Empang

Saat ini terdapat 163 transpuan lansia miskin peserta BPJS-TK, menurut komunitas Perkumpulan Suara Kita – organisasi yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi kelompok LGBTQI.

Tapi sayangnya, ketika meninggal dunia, klaim jaminan kematian mereka kerap ditolak pihak BPJS-TK dengan alasan tidak memiliki ahli waris atau surat wasiat tidak diakui.

Penolakan klaim kematian tak hanya dialami komunitas transpuan saja, tapi berpotensi dialami masyarakat umum yang tak memiliki ahli waris, menurut Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

“Jadi bukan hanya [dialami] transpuan. Maka dari itu yang menjadi concern kami, perlu dilakukan dengan melakukan diskresi di level peraturan,” ujar anggota DJSN, Indra Budi Sumantoro, kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Teganya Pria di Tangerang Bunuh Transpuan karena Tak Dipinjami Uang: Bakar dan Buang Korban di Empang

Badan tersebut kini sedang memediasi pengaduan kesulitan pencairan klaim kematian transpuan peserta BPJS-TK.

Pada Rabu (20/03) DJSN mengeluarkan anjuran agar BPJS-TK mencabut regulasi yang disebut “bertentangan dengan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan” dan segera membayar jaminan kematian.

Selembar wasiat yang tak diterima negara

Seorang transpuan lansia sedang berpose untuk kartu identitas di Jakarta Barat, Agustus 2021.GETTY IMAGES via BBC Indonesia Seorang transpuan lansia sedang berpose untuk kartu identitas di Jakarta Barat, Agustus 2021.
Ketika Erni Dadang meninggal dunia pada November 2022, komunitas waria di Yogyakarta mengurus pemakamannya karena keluarganya tidak bisa dihubungi.

Menurut koordinator WCC, Rully Malay, Erni Dadang tercatat sebagai salah satu transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif yang diurus komunitas transpuan.

Lantaran keanggotaannya tercatat di Jakarta, yakni BPJS Cabang Salemba, pencairan klaim jaminan kematian (JKM) BPJS-TK Erni dibantu oleh komunitas transpuan di Jakarta, Suara Kita.

Sayangnya, kata pegiat hak transpuan yang diakrab Bunda Rully, pihak BPJS-TK menolak mencairkannya. Alasannya, tidak ada ahli waris.

Padahal komunitas sudah menunjukkan surat wasiat yang dibuat Erni Dadang sebelum meninggal. Tapi sayang, klaim itu tetap ditolak.

“Sebelum itu, almarhum sudah membuat surat wasiat, dan saya ikut menandatanganinya sebagai saksi,” ujar Bunda Rully.

Baca juga: Seorang Pria Bunuh Transpuan di Tangerang, lalu Bakar dan Buang Jasad Korban di Pinggir Empang

Ketua Suara Kita, Hartoyo, mengatakan hingga Maret 2024 ada sembilan transpuan yang meninggal dan klaim jaminan kematian mereka diajukan kepada BPJS-TK, termasuk milik Erni Dadang.

Dari jumlah tersebut hanya dua peserta yang klaim biaya pemakaman dan jaminan kematian dicairkan lantaran masih memiliki ahli waris.

Enam lainnya hanya dibayarkan biaya pemakaman sementara klaim jaminan kematian ditolak karena surat wasiat tidak diakui BPJS, atau memiliki surat wasiat tapi belum didaftarkan ke notaris.

Adapun, satu transpuan ditolak sama sekali dengan alasan tidak bekerja.

“Di antara alasan penolakan klaim kematian dari BPJS-TK, seperti tidak diakuinya surat wasiat yang dibuat oleh peserta, peserta dinilai tidak bekerja, dan dianggap memiliki penyakit menahun,” jelas Hartoyo.

Baca juga: 4 Polisi Ditahan karena Diduga Peras 2 Transpuan di Medan

 

"Ini seperti main lotre"

Dua transpuan lansia di Yogyakarta, Erni Menyan (kiri) dan Ernawati (kanan) kehilangan kawan sejawat mereka Erni Dadang pada Oktober 2022 silamBBC Indonesia/FURQON ULYA HIMAWAN Dua transpuan lansia di Yogyakarta, Erni Menyan (kiri) dan Ernawati (kanan) kehilangan kawan sejawat mereka Erni Dadang pada Oktober 2022 silam
Lebih lanjut, Hartoyo menjelaskan bahwa organisasinya membuat program mendaftarkan transpuan miskin menjadi peserta BPJS-TK kelompok bukan penerima upah (BPU) dengan tujuan untuk menjaga ketika mereka meninggal dunia, ada klaim jaminan kematian BPJS-TK sebesar Rp42 juta.

“Iuran bulannya, Rp 16.800 kami dapatkan dari sumbangan dana publik,” jelas Hartoyo.

Data terakhir menunjukkan ada sekitar 170-an transpuan yang didaftarkan Suara Kita dalam apa yang disebut sebagai “program PBI komunitas”.

Pada 27 Oktober dan 28 Oktober 2022 silam, sekitar satu bulan setelah mendaftarkan sebagai peserta BPJS-TK, dua transpuan meninggal dunia – salah satunya adalah Erni Dadang.

Baca juga: Diduga Peras Transpuan, Seorang Perwira dan 3 Bintara Diperiksa Propam Polda Sumut

Dijelaskan Hartoyo, keduanya membuat surat wasiat yang isinya menyerahkan dana klaim kematian digunakan untuk biaya pemakaman, sementara sisanya digunakan untuk membantu iuran peserta lainnya.

Penerima surat wasiat lembaga Suara Kita, lembaga yang mengelola program PBI komunitas ini.

“Jadi harapannya kami komunitas transpuan ini memiliki dana solidaritas komunitas, melalui dana klaim kematian itu untuk kepentingan komunitas transpuan di seluruh Indonesia,” jelas Hartoyo.

“Ini mungkin cara komunitas miskin mengakses program pemerintah untuk perlindungan sosial, khususnya untuk dana kematian,” ujarnya kemudian.

Tapi saat diajukan klaim, lanjut Hartoyo, surat wasiat itu tidak diakui oleh BPJS TK, sehingga hanya santunan kematian sebesar Rp10 juta yang dapat dicairkan.

Baca juga: Pria yang Aniaya dan Sekap Pacar karena Cipika-cipiki dengan Transpuan Jadi Tersangka

Hal serupa dialami oleh sejumlah transpuan lain. Terbaru, pada Februari 2024 silam, ada transpuan meninggal dunia namun semua klaim tak dicairkan BPJS-TK – termasuk biaya pemakaman.

Alasan klaim jaminan kematian dan biaya pemakaman tak dibayarkan, menurut Hartoyo, karena peserta dianggap “tidak bekerja dan punya penyakit tahunan”.

Insiden yang berulang ini membahayakan transpuan peserta BPJS-TK lainnya. Sebab, ada 163 peserta BPJS-TK kelompok transpuan masih aktif, sementara kondisi kesehatan dan status pekerjaan mereka bermacam-macam.

“Mereka kelompok miskin ekstrem,” kata Hartoyo.

“Artinya ini seperti main lotre, ketika meninggal bisa saja klaim kematian tidak dibayarkan atau ditolak. Jadi seperti nunggu ‘kebaikan’ BPJS TK saja apakah akan diterima atau ditolak.

"Ini kan mengerikan sekali buat setiap peserta BPJS TK program BPU,” ujarnya kemudian.

Baca juga: Nasib Malang NU, Disekap, Dicekik, hingga Ditendang Pacar karena Cipika-cipiki dengan Teman Transpuan...

Mengapa surat wasiat mereka ditolak?

Ilustrasi wasiat dan warisan.SHUTTERSTOCK/PHOTOGRAPHEE.EU Ilustrasi wasiat dan warisan.
Jenny, salah satu waria dari Yayasan Kebaya yang terlibat dalam pengurusan pencairan jaminan kematian Erni Dadang mengaku sudah mengajukan setumpuk berkas administrasi berisi identitas akta kematian, identitas keanggotaan BPJS-TK, dan surat wasiat yang dilegalisasi notaris.

Namun semuanya tetap ditolak. Alasannya tidak ada bukti otentik terkait keluarganya, seperti surat ahli waris dan akta kelahiran.

“Surat wasiat yang sudah dilegalisasi notaris, tidak berlaku bagi mereka,” kata Jenny saat ditemui di kantor Yayasan Kebaya di Yogyakarta.

Pada intinya, surat wasiat itu memuat pernyataan bahwa Erni Dadang menyerahkan mandat untuk pengurusan BPJS Ketenagakerjaan kepada pihak komunitas. Surat wasiat yang dibuat secara kelembagaan itu sudah memiliki legalitas hukum, menurut Jenny.

Baca juga: Cerita Para Transpuan Melawan Stigma dan Teguh Beragama

Ia merujuk pada satu pasal dalam Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian, yang menyebut bahwa jika tak ada ahli waris yang sah, maka manfaat jaminan kematian diberikan kepada pihak yang ditunjuk dalam wasiat.

Tapi pada kenyataannya, pihak BPJS-TK tak menganggapnya sebagai bukti dan menolak mencairkan jaminan kematian Erni Dadang. BPJS-TK cuma mau mencairkan santunan kematian sebesar Rp10 juta, kata Jenny.

“Seharusnya mereka memberikan hak kami sesuai amanah UU terkait BPJS Ketenagakerjaan,” kata Jenny.

Merujuk pasal 34 Peraturan Pemerintah tentang Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, seharusnya jaminan kematian yang diterima almarhum Erni Dadang adalah Rp42 juta.

Komunitas transpuan telah melaporkan situasi yang mereka kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) – lembaga di bawah presiden yang berfungsi sebagai pengawas eksternal jaminan sosial.

Baca juga: Kisah Transpuan di Kota Semarang di Tengah Pandemi, Menepis Stigma hingga Bertahan Hidup

Iuran BPJS Ketenagakerjaan. Anggota KPPS meninggal dunia, BPJS Ketenagakerjaan diminta penuhi hak-hak peserta.KOMPAS.com/NURWAHIDAH Iuran BPJS Ketenagakerjaan. Anggota KPPS meninggal dunia, BPJS Ketenagakerjaan diminta penuhi hak-hak peserta.
DJSN saat ini sedang memediasi kasus tersebut dengan mempertemukan komunitas transpuan dan BPJS-TK. Usai mediasi pertama yang digelar pada Senin (17/03) silam, menyebut kendala pencairan klaim jaminan kematian transpuan karena apa yang dia sebut sebagai “hambatan regulasi”.

“Ini bukannya tidak dibayar, belum. Belum [dibayar] itu karena ada hambatan regulasi. Itu pandangan BPJS tadi,” jelas Subiyanto, Senin (17/03).

Hambatan regulasi ini, menurut Subiyanto, kemungkinan karena perbedaan persepsi terhadap suatu regulasi, kekosongan regulasi, atau regulasi yang tidak sinkron.

Subiyanto menjelaskan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015, ketentuan soal surat wasiat “cukup jelas” dan “tidak ada tafsir lain”.

Pasal 40 ayat 2 (b) PP 22 Tahun 2015 mengatur bahwa jika peserta yang meninggal tidak memiliki suami, istri dan anak, maupun kerabat, maka manfaat JKM bisa diberikan kepada “pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh pekerja.”

Baca juga: Paguyuban Sedap Malam Menghapus Stigma Negatif Transpuan

Sayangnya, surat wasiat yang ada waarmerking dianggap tidak memenuhi syarat oleh BPJS-TK. “Dispute-nya di situ,” katanya kemudian.

Waarmerking adalah akta bawah tangan yang ditandatangani sebagai bentuk kesepakatan antara pihak dan telah diketahui notaris.

Kepada BBC News Indonesia, anggota DJSN Indra Budi Sumantoro menjelaskan BPJS menolak klaim jaminan kematian dengan alasan waarmerking itu tidak kuat untuk menjadi landasan surat wasiat.

“BPJS-TK juga berpendapat harus menggunakan akta notaris. Persoalannya, tidak ada ketentuan yang mewajibkan itu harus dalam bentuk akta notaris. Jadi, inilah kemudian ada ranah abu-abu,” jelas Indra.

Pada Rabu (20/03) silam, DJSN menganjurkan BPJS-TK mencabut ketentuan pasal 218 ayat (5) Peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan JKK dan JKM, “karena bertentangan dengan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan”.

Baca juga: Lawan Stigma Masyarakat, Transpuan di Semarang Ajari Anak-anak Mengaji

Pasal itu mengatur bahwa “surat wasiat dinyatakan dalam bentuk akta notaris”.

Selain anjuran mencabut aturan yang bertentangan dengan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut, DJSN juga menganjurkan agar BPJS-TK membayar klaim JKM yang diajukan komunitas transpuan.

“Berdasar regulasi yang berlaku dalam jaminan sosial ketenagakerjaan, maka BPJS Ketenagakerjaan agar membayar klaim JKM yang diajukan Komunitas Suara Kita yang menggunakan surat wasiat, baik surat wasiat di-waarmerking maupun tidak di waarmerking,” begitu bunyi surat tersebut.

BBC News Indonesia telah menghubungi Direktur Utama BPJS-TK Anggoro Eko Cahyo dan Direktur Pelayanan BPJS-TK Roswita Nilakurnia, namun hingga berita ini diterbitkan, mereka tidak memberi respons.

DJSN menganjurkan kedua pihak, yakni BPJS-TK dan komunitas Suara Kita memberikan jawaban terjadap anjuran tersebut “selambat-lambatnya” pada Rabu (27/03).

 

Diskriminasi tak hanya transpuan

Melkiades Mas Mangdare alias Mami Vera hidup sendiri di rumahnya yang berada di Kota Maumere.TRI WAHYUNI/BBC INDONESIA Melkiades Mas Mangdare alias Mami Vera hidup sendiri di rumahnya yang berada di Kota Maumere.
Apa yang dialami Erni Dadang dan transpuan lain yang kesulitan mencairkan klaim BPJS-TK, menurut aktivis transpuan dari Yogyakarta, Jenny, adalah bentuk diskriminasi dan perlakuan tidak adil terhadap kelompok rentan, terutama transpuan.

Alih-alih mempersulit kelompok rentan mendapat haknya, menurut Jenny, pemerintah semestinya mempermudah pencairan jaminan kematian bagi transpuan.

“Seolah negara hanya menghitung untung dan rugi. Mentang-mentang kami kelompok rentan dan terpinggirkan, lalu klaim tidak dicairkan,” tegas Jenny.

Pendapat Jenny diamini oleh Rully Malay, yang menganggap perlakuan tidak adil itu terlihat dari cara pandang pemerintah yang mempersulit pencairan klaim dan mengesampingkan perspektif kelompok rentan.

Baca juga: Susah Payah Transpuan Terhimpit di Pusaran HIV/AIDS dan Covid-19

Kerap kali, kata Rully, para transpuan menyisihkan uang yang dikumpulkan dengan susah payah demi dapat membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang mereka maksudkan untuk jaminan hari tua mereka. Kondisi ekonomi yang serba sulit seperti sekarang ini, membuat uang begitu berharga bagi mereka.

“Lalu ketika proses pencairan, mengalami hambatan karena aturan main yang seperti itu,” ujar Rully.

Rully menjelaskan bahwa banyak transpuan memilih untuk hidup berpisah dengan keluarga lantaran stigma buruk yang mereka alami, belum lagi banyak anggota keluarga yang tak bisa menerima kondisi mereka.

Mereka lantas hidup bersama komunitas dan memiliki kartu keluarga sendiri, namun kebanyakan mereka tidak menikah sehingga tak memiliki ahli waris.

Kalau pemerintah masih ngotot dengan peraturan pencairan klaim JKM BPJS Ketenagakerjaan yang mewajibkan adanya ahli waris, bagi Rully, jelas tidak adil bagi para transpuan.

“Ini tidak adil bagi kepesertaan transpuan seperti kita. Orang-orang yang hidup sendiri, kemudian tidak akan bisa dicairkan [klaim JKM-nya]” ujarnya.

Baca juga: Orang dengan HIV/AIDS hingga Transpuan Antusias Ikut Vaksinasi di Kota Serang

Anggota DJSN Indra Budi Sumantoro mengungkapkan bahwa pengaduan dari komunitas transpuan membuka kasus-kasus lain yang potensial mendapat perlakuan serupa.

Indra mencontohkan, anak tunggal yang yatim piatu dan belum menikah, ketika meninggal juga berpotensi menghadapi persoalan yang sama.

Demikian halnya pemuka agama yang selibat seperti pastor, suster, biksu dan biksuni, juga berpotensi menghadapi persoalan yang sama.

“Jadi bukan hanya transpuan. Maka dari itu menjadi concern kami, perlu dilakukan dengan diskresi di level peraturan.

Mengapa BPJS-TK penting bagi transpuan?

Iuran BPJS Kesehatan 2024. Iuran BPJS Kesehatan tahun 2024.Shutterstock Iuran BPJS Kesehatan 2024. Iuran BPJS Kesehatan tahun 2024.
Selama ini para transpuan selalu mengalami diskriminasi, tidak hanya dari lingkungan sekitar, tapi juga dari keluarganya sendiri. Tak jarang mereka pergi meninggalkan rumah karena ditolak keluarga, dan hidup menyendiri.

Untuk menjalani kehidupan pun mereka sering mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Bahkan ketika meninggal pun transpuan masih diperlakukan diskriminatif dan tidak adil. Dari sinilah para transpuan menganggap perlunya memiliki BPJS-TK.

Namun untuk memiliki BPJS-TK, para transpuan dihadapkan persoalan tiadanya lapangan kerja yang memberikan fasilitas itu, menurut Ketua Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo), Kusuma Ayu.

Padahal, lanjut Ayu, BPJS-TK sangat diperlukan, mengingat transpuan banyak yang tinggal sendirian, tak punya keluarga, bekerja di jalan, dan rentan mengalami kecelakaan.

“Sakit butuh biaya, penguburan butuh biaya, dan BPJS itu sangat membantu. Tapi sayangnya kita belum bisa mengakses, belum ada tempat kerja yang menerima kita,” katanya.

Baca juga: Viral, Video 2 Waria di Makassar Lakukan Aksi Tak Senonoh Saat Sahur, Polisi: Akan Dilakukan Penahanan

Apalagi bagi para transpuan lansia yang tidak mendapat dukungan keluarga, dan tidak punya tabungan hari tua, persoalan yang sering muncul adalah saat mereka meninggal dunia.

“Banyak yang mengalami kesulitan pemakaman, dan pengurusan jenazah yang biayanya sangat tinggi,” kata Bunda.

Jenny mengaku, uang receh meskipun hanya Rp1 dari sumbangan dan donasi masyarakat sangat bermakna bagi transpuan penerima manfaat BPJS-TK.

Sumbangan ini bisa menghilangkan kesedihan dan diskriminasi bagi transpuan di masa lansia dan ketika meninggal.

“Kita ingin tidak ada lagi kesedihan bagi transpuan ketika meninggal,” katanya.

Baca juga: Salah Satu Pengeroyok yang Tewaskan Waria di Kupang adalah Anak Anggota DPRD

Transpuan menatap realitas

Erni Menyan adalah transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif.BBC Indonesia/FURQON ULYA HIMAWAN Erni Menyan adalah transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif.
Sepeninggal Erni Dadang, di Yogyakarta tersisa 14 transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif. Erni Menyan adalah salah satunya.

Di sebuah deretan pertokoan daerah Kotagede, Yogyakarta, Erni Menyan melenggak-lenggok dengan iringan musik dangdut koplo yang keluar dari pengeras suara kecil miliknya.

Tangannya memegang icik-icik – sejenis tamborin – sambil berharap uluran tangan pemilik toko memberi recehan untuknya bisa makan dan bertahan hidup.

Erni Menyan adalah waria asal Jawa Barat. Kala masih muda belia, dirinya gemar menonton hiburan tarling yang terkenal di daerahnya. Dia pun terpikat dan suka dandan layaknya perempuan.

Baca juga: Waria Ditemukan Tewas di Indekos Madiun, Polisi Selidiki Penyebabnya

“Tahun 70 saya masuk Jogja, dan sudah waria,” kata Erni.

Di Yogyakarta, beragam profesi telah dia lalui demi sesuap nasi. Mulai dari berjualan gudeg – makanan tradisional daerah tersebut – hingga menjadi pengamen dan kini tinggal di WCC.

Hasil dari mengamen, kata Erni, cukup untuk memenuhi kebutuhan makannya selama dua hari.

Erni Menyan melihat tak sedikit teman-temannya yang meninggal dunia disepelekan karena tidak memiliki uang untuk pemakaman.

Itu sebabnya, komunitas waria membuat BPJS Ketenagakerjaan secara komunal agar kelak ketika meninggal mereka bisa dikubur secara layak dan tidak didiskriminasi.

Jika dia meninggal nanti, Erni Menyan berharap klaim jaminan kematiannya bisa dicairkan sehingga bisa untuk biaya pemakamannya dan membantu kawan-kawannya sesama waria di komunitas.

Baca juga: Aniaya Seorang Waria hingga Tewas, 3 Remaja di Kupang Ditahan Polisi

Pemerintah, menurut Erni Menyan, semestinya bisa bersikap adil terhadap kelompok transpuan yang rentan dan selalu mendapat perlakuan diskriminatif.

“[Pemerintah] harus adil, harus bijaksana,” tutur Erni Menyan.

Wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan, berkontribusi dalam liputan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Regional
Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Regional
Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Regional
Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Regional
KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

Regional
Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Regional
Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Regional
Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Regional
442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

Regional
Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Regional
Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Regional
Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Regional
Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Regional
Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Regional
Tak Hadir Saat Ujian Sekolah, Siswi di Wonogiri Ditemukan Tewas dalam Kondisi Hamil

Tak Hadir Saat Ujian Sekolah, Siswi di Wonogiri Ditemukan Tewas dalam Kondisi Hamil

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com