KOMPAS.com - Sejumlah aktivis lingkungan menyebut kasus Daniel Frits Maurits Tangkilisan di Karimunjawa bakal jadi 'pertaruhan besar' bagi semua orang yang peduli pada persoalan lingkungan.
Sebab, jika dia diputus bersalah maka nantinya setiap orang yang peduli dan menyampaikan keresahannya di media sosial bisa dilaporkan atas sangkaan UU ITE.
Padahal dampak kerusakan lingkungan di Indonesia semakin parah dari waktu ke waktu.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada Selasa (26/03), aktivis lingkungan Daniel menyampaikan nota pembelaan atau pledoi.
Baca juga: Kasus Daniel di Karimunjawa Jadi Bentuk Kriminalisasi Aktivis
Pada intinya dia mengatakan tak ada niat buruk darinya menghasut ataupun menimbulkan kebencian terhadap masyarakat Karimunjawa.
Sementara itu pengacaranya, Sekar Banjaran Aji, berharap majelis hakim yang mengadili kliennya berpegang pada Peraturan Mahkamah Agung tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
Perjalanan perkara yang menjerat aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan sedang memasuki babak akhir.
Pada Selasa (26/03), terdakwa Daniel membacakan nota pembelaan atau pledoinya berjudul 'Air susu dibalas air tuba'.
Di hadapan majelis hakim, Daniel yang diwakili kuasa hukumnya mengutip pepatah Jawa yakni 'Sepi ing pamrih, rame ing gawe', yang artinya kurang lebih saling membantu dengan tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih.
Baca juga: Koalisi Save Karimunjawa Desak Aktivis Daniel Dibebaskan dari Jeratan UU ITE
Pepatah itu disebut menggambarkan suasana kebatinan keluarga besar pegiat lingkungan Karimunjawa, khususnya terdakwa yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
"Pembelaan kami menggambarkan suasana kebatinan yang dialami oleh keluarga besar pegiat lingkungan Karimunjawa khususnya Daniel F.M. Tangkilisan atas apa yang dilakukan pelapor/saksi korban dalam perkara ini yaitu Saudara Ridwan terhadap terdakwa," ujar pengacara Daniel.
Dalam berkas pledoi dijelaskan bagaimana aktivitas Daniel di Karimunjawa dimulai sejak tahun 2017. Mulai dari menjadi guru sukarela yang mengajar bahasa Inggris gratis ke masyarakat.
Kemudian pada 2018, dia bekerja sama dengan didukung pelaku wisata, budayawan dan direstui para sesepuh mengorganisir pembuatan film untuk mengumpulkan sejarah lisan Karimunjawa berjudul Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa – dengan memakai biaya pribadi.
Baca juga: Iluni UI Sebut Ada Kejanggalan pada Proses Hukum Aktivis Lingkungan Karimunjawa
Saat perekonomian masyarakat Karimunjawa terperosok akibat pendemi, dia bersama teman-teman pelaku wisata berjuang agar pariwisata dibuka kembali.
Akan tetapi, kondisinya makin terpuruk. Di sinilah tambak udang ilegal mulai merajalela.
Hingga pada tahun 2022, Daniel bersama sejumlah anggota masyarakat yang menolak tambak udang ilegal membentuk gerakan #SAVEKARIMUNJAWA.
"Dengan rasa cinta yang begitu luas, mungkinkah terdakwa menyebut bahwa Karimunjawa itu otak udang? Sementara terdakwa sendiri sudah merasa bagian dari masyarakat Karimunjawa."
Kuasa hukumnya lantas menjelaskan bahwa kliennya tidak memiliki mens rea atau guilty of mind atau niatan buruk atau kesengajaan melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Baca juga: Iluni UI Bantu Pembelaan Hukum untuk Aktivis Karimunjawa yang Ditangkap Polisi Terkait UU ITE
Jaksa Penuntut Umum klaimnya tidak bisa membuktikan adanya mens rea tersebut yang ditandai dengan adanya konten mengajak, mempengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut atau mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian dan/atau permusuhan.
Usai membacakan berkas pledoi yang berjumlah 200 halaman lebih, agenda berikutnya pada Rabu (27/03) JPU akan menyiapkan tanggapan atas pledoi Daniel.
"Kami akan menanggapi pledoi dari kuasa hukum terdakwa dalam replik yang akan kami bacakan besok pagi. Untuk persiapan akan kami persiapkan dengan baik," kata jaksa Kejari Jepara, Ida Fitriyani.
Rencananya pada Kamis, 4 April mendatang majelis hakim akan menjatuhkan putusannya.
Baca juga: Soroti Debat Cawapres, Aktivis Lingkungan: Kalau Berani, Cabut UU Cipta Kerja
Sejak perkara masuk ke PN Jepara pada Januari 2024, pihak pengacara dan jaksa penuntut bekerja secara maraton di mana pemeriksaan saksi-saksi dikejar selama tiga hari berturut-turut.
Bahkan, kata Sekar, kadang kala persidangan yang dimulai dari pagi hari selesai pada tengah malam.
"Kalau dihitung berarti sidang berlangsung tiga bulan, padahal kalau di peraturan MA yang disebut perkara cepat itu pun lima bulan jangka waktunya," ucap Sekar pada BBC News Indonesia.
Baca juga: Aktivis Lingkungan Karimunjawa Terjerat UU ITE Berhasil Keluar Sel, Penahanan Ditangguhkan
Pengacara lainnya, Gita Paulina, juga berkata kalau merujuk pada fakta persidangan sebetulnya kasus ini tidak layak dilanjutkan oleh kepolisian.
Sebab komentar yang ditulis Daniel di akun Facebooknya tidak ada unsur kebencian. Hal ini dikuatkan oleh saksi ahli yang dihadikan Jaksa Penuntut dan saksi ahli dari pihak pengacara terdakwa.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan pula, tidak ada alat bukti yang menguatkan dakwaan ini.
"Karena ini kasus terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maka alat bukti elektronik yang harusnya disita adalah akun Facebook Daniel," kata Gita.
"Faktanya yang disita handphone Daniel dan tidak ada penyitaan akun Facebooknya. Itu dikuatkan oleh ahli digital forensik yang didatangkan jaksa penuntut yang menyatakan tidak pernah ada penyitaan akun."
Baca juga: Aktivis Lingkungan Karimunjawa Ditahan Polres Jepara, Dijerat UU ITE Otak Udang
Gita berkata, konsekuensi dari tidak adanya alat bukti elektronik -padahal itu sesuatu yang sangat penting dalam perkara UU ITE- maka menurutnya perkara ini lemah.