Penyidik dari Polres Jepara, sambungnya, ketika memproses perkara ini mestinya berkonsultasi dengan Kominfo mengingat ada banyak pasal-pasal karet yang bermasalah dalam UU ITE.
"Maka kami tanya ke ahli dari Kominfo, apakah diikutsertakan dalam memproses kasus ini? Jawabannya tidak pernah."
Dari pantauan Sekar, dari tiga hakim hanya ketua majelis hakim yang telah bersertifikat kompetensi di bidang lingkungan hidup.
Itu mengapa, menurutnya, para hakim tidak hanya memegang nasib kliennya saja, tapi juga memegang nasib penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.
Karena kalau hakim memutus Daniel bersalah, maka akan menjadi kabar buruk tidak hanya untuk aktivis lingkungan tapi juga semua orang yang peduli pada persoalan lingkungan di sekitarnya.
"Bisa jadi ke depan kalau dia diputus bersalah akan ada orang-orang yang bahkan cuma laporin udara buruk di Jakarta misalnya, atau melaporkan ada pencemaran sungai dekat rumahnya di media sosial bisa kena [UU ITE]."
"Dan ini buruk bagi demokrasi di Indonesia."
Baca juga: Protes, Aktivis Lingkungan Kirim Tumpukan Sampah ke Kantor Bale Kota Tasikmalaya
Aktivis lingkungan dari Greenpeace Indonesia, Didit Wicaksono sependapat.
Dia mengatakan, jika Daniel diputus bersalah, bisa memicu pandangan buruk kepada pejuang lingkungan sebagai pelaku kriminal dan dianggap sebagai provokator.
Padahal apa yang dilakukan para aktivis lingkungan jelas dilindungi oleh UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Di mana pembela lingkungan sebagai pembela hak asasi manusia tidak bisa dituntut pidana maupun perdata.
"Tapi yang terjadi kebalikannya. Apa yang disidangkan ke Daniel adalah bagian proses yang strategis untuk mematahkan semangat perjuangan lingkungan hidup di masa-masa yang akan datang," ujar Didit.
Baca juga: Tak Perlu Jadi Aktivis Lingkungan untuk Menjaga Bumi, Terapkan Gaya Hidup Ini
Direktur Eksekutif Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menyebut pasal tersebut sangat bermasalah.
Sebab penggunaan pasal ini kerap menjadi senjata untuk membungkam kebebasan berekspresi dan membungkam upaya kritis publik kepada pemerintah.
Dalam implementasinya, kata Nenden, tidak ada indikator yang jelas dalam menggunakan pasal karet tersebut lantaran penafsirannya sangat multitafsir.
"Saking bermasalahnya UU ITE pemerintah sampai mengeluarkan panduan implementasi dari UU ITE dan kita lihat pasal 28 ayat 2 yang digunakan untuk mendakwa Daniel termasuk pasal yang diakui bermasalah."
Baca juga: Aktivis Lingkungan Desak G7 Setop Pendanaan Energi Fosil
Merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) pedoman UU ITE, pasal 28 ayat 2 khusus menyasar kelompok minoritas dari tindakan yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-golongan.
Adapun pelapor Daniel – yang mengatasnamakan kelompok masyarakat Karimunjawa – tidak memiliki legitimasi sebagai kelompok yang masuk dalam ketegori korban SARA.
"Karena dari konteksnya saja, bahwa yang dilakukan Daniel bukan upaya untuk menghasut atau ujaran kebencian. Tapi itu bagian dari ekspresi sah yang harusnya dilindungi."
"Masalahnya pasal 28 ayat 2 multiinterpretasi sehingga dianggap ujaran kebencian."
Semua bermula ketika dia mengunggah video berdurasi 6:03 menit di akun Facebooknya pada 12 November 2022. Video ini memperlihatkan kondisi pesisir Karimunjawa yang terdampak limbah tambak udang.
Sejumlah akun kemudian mengomentari unggahan itu, dari yang pro dan kontra.
Daniel lantas membalas salah satu komentar dengan kalimat: "Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak yang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan."
Baca juga: Lomba Dekorasi Pohon di Kota Batu Dikecam Aktivis Lingkungan, Begini Jawaban Wali Kota
Seorang warga berinisial R melaporkan komentar itu ke Polres Jepara pada 8 Februari 2023.
Pada Kamis, 7 Desember 2023, Daniel pernah ditahan oleh Polres Jepara. Tapi dibebaskan keesokan harinya setelah permohonan penangguhan penahanannya dikabulkan.
Namun Daniel ditahan kembali pada 23 Januari 2024.
Pada 23 Januari 2024, dia ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara setelah berkasnya dinyatakan lengkap atau P21.
Kuasa hukum pelapor, Noorkhan, menuturkan laporan kliennya tidak ada hubungannya dengan upaya kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan Daniel Frits.
"Bahwa kasus yang dilaporkan dari masyarakat Karimunjawa bersatu itu adalah pidana murni yang dilakukan oleh seseorang yang bernama First Maurits Tangkilisan yang mana dalam hal ini adalah menganggap masyarakat Karimunjawa 'otak udang'," ujar Noorkhan.
Baca juga: Disesalkan Aktivis Lingkungan, Pabrik Semen di Rembang Tetap Beroperasi, Kok Bisa?
Dia juga mengatakan ada unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dalam komentar terdakwa Daniel Frits di akun Facebook miliknya karena menyebut "otak udang".
"Ini yang penting unsur SARA-nya yang masuk, karena dia menyamakan tempat ibadah kami orang orang muslim sama dengan hewan udang itu sendiri, jadi tidak ada kriminalisasi."