Kebijaksanaan penjajah Belanda berangkat karena mereka telah membaca sejarah dengan baik.
Pada dasarnya, masyarakat adat Muaro Langkap sudah lahir dan tumbuh sebelum negara Indonesia ada. Kala itu, Kedepatian Muaro Langkap adalah negara yang berdaulat. Tidak pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Melayu maupun Pagaruyung.
Sehingga, pada 1296 terbentuk negara konfederasi Depati Empat Alam Kerinci, dengan pusat pemerintahan di Sanggaran Agung. Disebut demikian karena merupakan gabungan dari negara-negara berdaulat: 4 diateh 3 dibaruh.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, 4 diateh adalah Depati Muaro Langkap Tamiai, Depati Rencong Telang Pulau Sangkar, Depati Biangsari Pengasih, dan Depati Atur Bumi Hiang.
Kemudian untuk 3 dibaruh adalah Depati Setio Nyato Tanah Renah, Depati Setio Rajo Lubuk Gaung, dan Depati Setio Beti Nalo Tantan.
Kendati demikian, masyarakat adat Muaro Langkap menyadari tidak boleh ada negara dalam negara. Mereka pun berbesar hati berada dalam kekuasaan Negara Indonesia.
Untuk membuktikan itu, mereka sudah menyerahkan puluhan ribu hektar hutan agar masuk dalam TNKS.
“Kami sesungguhnya sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan mereka (Balai Besar TNKS) sama-sama menjaga hutan agar harimau yang dipercaya jelmaan leluhur tidak terganggu hidupnya dalam hutan,” kata Mukhri.
Hal senada disampaikan anak betino (perempuan) masyarakat adat Muaro Langkap, Evi Puspita. Ia mengatakan, hutan itu menjaga mata air yang dapat menghidupi sawah-sawah petani. Kemudian hutan telah ‘mengurung’ harimau agar tak menggangu manusia.
Puspita meyakini harimau jelmaan leluhur menjaga manusia dari dalam hutan. Nasihat nenek moyang dulu, jangan membunuh harimau dan merusak rumahnya (hutan) agar semua makhluk selamat dari bencana.
“Kita seperti terhubung dengan harimau. Banyak yang percaya, harimau itu jelmaan leluhur yang menjaga kita dari segala keburukan. Dari dulu masyarakat adat Muaro Langkap sangat teliti dalam mengelola hutan,” kata Puspita.
Datuk Tiang Bungkuk mengatakan, masyarakat Kerinci telah lama menjalin hubungan dengan harimau. Selama manusia berkonflik dengan harimau, sangat jarang orang Kerinci yang terbunuh oleh harimau.
“Antara harimau dan leluhur kami ada perjanjian tidak boleh saling menggangu. Kami manusia tidak boleh menggangu alam harimau (hutan), begitu juga sebaliknya,” kata Datuk Tiang Bungkuk.
Atas dasar itulah, masyarakat adat Muaro Langkap membuat hukum adat yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi agar konsisten menjaga hutan.
Dalam konteks ini, menjaga adalah tidak membuka hutan di luar ketentuan adat dan tanpa kebijaksanaan.
Kalau masyarakat adat tidak menjaga hutan, kemudian serakah merobohkan hutan untuk kepentingan ekonomi sesaat, maka harimau akan turun dengan misi menjatuhkan hukuman. Artinya perjanjian telah dilanggar.
“Mereka (harimau) dengan kekuatan tak terlihat akan memberikan hukuman terhadap manusia-manusia yang serakah merusak alam. Penambang emas itu banyak yang mati, hanyut di sungai, tertimbun tebing bahkan ada yang tertimpa kayu,” kata Datuk Tiang Bungkuk.
Ketika dia turun ke lokasi penambangan emas ilegal di Sungai Penetai, awal Februari 2023, Datuk Tiang Bungkuk telah mengingatkan jika mereka menambang dengan alat berat, maka nyawa akan menjadi gantinya. Benar saja, beberapa penambang ada yang tewas.
Selanjutnya, ketika mereka menambang di lokasi makam keramat Batu Reben, maka tidak akan mendapatkan hasil. Kemudian semua orang akan tertimpa bencana, tidak hanya mereka yang bekerja di tambang emas ilegal, tapi masyarakat yang hidup di hilir sungai.
“Secara adat penambang emas ilegal ini sudah diingatkan. Tapi mereka serakah. Kami serahkan kepada polisi, biar mereka ditangkap,” katanya.